Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Pelajaran Agar Hadzihi Tidak Berubah Menjadi Tilka

Agama | Wednesday, 17 Apr 2024, 10:13 WIB

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Ketika Adam ‘Alaihissalam tinggal di surga, Allah mempersilakannya untuk memakan apapun yang ada di dalamnya. Hanya satu yang tidak boleh, “Akan tetapi, janganlah kamu dekati pohon ini (walaa taqraba hadzihi asy-syajarah).” (QS. Al-Baqarah [2]: 35).

Perhatikan ismul isyarah (kata tunjuk) yang digunakan pada ayat di atas! Al-Qur’an menggunakan kata “hadzihi” yang merupakan kata tunjuk dekat dan bermakna “ini”. Artinya, sebelum melanggar larangan Allah, kedudukan Adam ‘Alaihissalam dekat sekali dengan Allah. Karenanya, redaksi Al-Qur’annya menyebutkan, “pohon ini” bukan “pohon itu”. Ini menunjukkan dekatnya kedudukan Adam ‘Alaihissalam di sisi Allah.

Akan tetapi, ketika Adam ‘Alaihissalam melanggar larangan Allah dengan memakan buah dari pohon terlarang itu, ismul isyarah-nya berubah dari “hadzihi” (kata tunjuk dekat) menjadi “tilka” (kata tunjuk jauh) yang bermakna “itu”. Al-Qur’an menerangkan, “ Tuhan menyeru mereka, ‘Bukankah Aku telah melarang kamu dari pohon itu (‘an tilkuma asy-syajarah) dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu berdua?’” (QS. Al-A’raf [7]: 22).

Berubahnya kata tunjuk yang digunakan Al-Qur’an setelah Adam ‘Alaihissalam melanggar larangan Allah menunjukkan berubahnya kedudukan Adam ‘Alaihissalam di sisi Allah. Semula kedudukannya dekat di sisi Allah menjadi menjauh karena pelanggaran itu.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, semestinya kisah Adam ‘Alaihissalam ini menjadi pelajaran bagi kita. Yakni, setiap dosa dan pelanggaran syariat yang kita lakukan akan menjadikan kita menjauh dari Allah. Jika kita menjauh dari Allah, bagaimana mungkin kita bisa merasakan kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup? Ruhani kita akan kering kerontang. Mungkin secara fisik dan materi dunia berkecukupan, bahkan mungkin lebih dari cukup. Namun, jiwa dan ruh kita merana dan meronta.

Dosa akan menggelapkan hati kita. Sedangkan, hati adalah tempat menerima pancaran cahaya hidayah dan taufik. Bila hati gelap pekat, mana mungkin bisa menerima cahaya hidayah. Jadi, sebenarnya bukan Allah tidak memberikan hidayah, namun kitalah yang menolak datangnya hidayah dengan dosa dan maksiat yang menggelapkan hati.

Tiada yang lebih indah dalam hidup ini selain Allah dekat dalam kehidupan kita. Allah berkenan hadir dalam setiap gerak langkah kehidupan kita. Caranya dengan menjauhi dosa dan maksiat. Sehingga, hati menjadi jernih dan mudah menerima pancaran cahaya hidayah dan taufik. Hidayah dan taufik dari Allah inilah yang menjadikan hidup kita terarah, damai, dan bahagia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image