Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ria Indra Maya Sari, S.Pd

Sebuah Memoar: Langkah Kecil di Samudra Literasi

Pendidikan dan Literasi | Monday, 08 Apr 2024, 04:13 WIB
Sumber: dokumen Republika

Berkecimpung di dunia Pendidikan selama kurang lebih satu dasawarsa bukanlah waktu yang sebentar. Banyak hal dan Pelajaran yang bisa kita ambil dalam sebuah pengalaman. Ya, selama berperan sebagai guru Sekolah Dasar banyak cerita yang dapat disampaikan. Salah satunya adalah pengalaman saya mengajak peserta didik untuk menyukai dunia literasi sehingga mereka mampu menghasilkan sebuah karya. Terdapat rasa haru saat melihat gelak tawa bahagia mereka setelah terbitnya sebuah buku berjudul “Ceria itu Cerita”.

Berawal dari sebuah ungkapan “Guru SD ngabehi” yang artinya guru SD serba bisa dan memang dirasa benar adanya. Bagaimana tidak? semua mata pelajaran mulai matematika, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Bahasa Jawa, SBDP, PKn harus mampu ia kuasai dan ia ajarkan tanpa berbagi dengan guru lain. Tidak hanya itu, bahkan ia harus mampu menjadi konselor untuk peserta didiknya dalam berbagai situasi. Tanpa melupakan filosofi Ki Hajar Dewantoro, pendidik seperti petani dan anak didik seperti tanaman padi. Seorang petani begitu tekun berproses dalam menuntun tumbuhnya padi dengan menyuburkan tanah, memberi pupuk, membasmi hama yang menggangu dan sebagainya. Meskipun pertumbuhan padi dapat diperbaiki, tetapi petani tidak dapat mengubah kodratnya padi. Misalnya petani tidak bisa mengharapkan padi yang dirawatnya tumbuh menjadi jagung. Selain itu, petani juga tidak dapat merawat tanaman padi dengan cara merawat tanaman jagung. Begitu pun seorang pendidik, berkewajiban menuntun anak didik sesuai dengan minat dan bakat anak didik.

Sebagai seorang pendidik kita juga harus dapat mewujudkan pendidikan yang berpihak pada anak. Seperti yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara, "Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta suatu hak, melaikan untuk berhamba pada sang anak." Maksud ungkapan tersebut adalah bahwa sebagai seorang pendidik kita harus dengan tulus dan ikhlas mendidik anak, tidak boleh menuntut apa pun, hanya berusaha mendidik anak agar dapat mencapai kebahagian hidup sebagai manusia dan masyarakat. Mengutip pidato Sambutan Ki Hadjar Dewantara,” ... Dalam pada itu harus kita sadari, bahwa “sifat” dan “bentuk” adalah unsur-unsur yang timbul karena pengaruh kodrat alam, sedangkan “isi” dan “irama” sangat lekat hubungannya dengan zamannya dan pribadinya seseorang”1

Kodrat alam adalah sifat alami manusia yang harus dikembangkan, seperti sifat kejujuran, ketulusan, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Sedangkan kodrat zaman adalah keadaan dan tantangan yang dihadapi oleh manusia pada zaman tertentu. Dari sini, sebagai seorang guru saya ingin mengembangkan kodrat zaman siswa dengan mencintai dunia literasi. Karena kemajuan teknologi yang semakin canggih memunculkan kekhawatiran tersendiri khususnya di Indonesia. Tingkat literasi yang rendah adalah hal terpenting yang harus dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kurangnya kesadaran akan pentingnya berliterasi. Dengan berliterasi juga akan membuka cakrawala siswa dalam memandang dunia sehingga literasi sangatlah penting untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Apalagi dalam dunia pendidikan yang memiliki dampak besar untuk kemajuan bangsa.

Kemajuan teknologi memang tidak terhindarkan, akses informasi begitu mudah di dapat melalui layar gawai. Dunia buku, baca, dan tulis terdesak fitur-fitur menarik dari ponsel pintar. Langkah mendekatkan murid pada dunia tulis menulis ini adalah upaya kecil agar literasi tak padam begitu saja. Menginginkan murid agar gemar membaca bahkan dapat menyusun sebuah cerita mesti saya mulai dari diri sendiri. Sebagaimana Guru dalam ungkapan Jawa merujuk pada digugu lan ditiru, maka saya memulai lebih dulu bergabung ke dalam komunitas menulis dan terlibat dalam beberapa karya antologi.

Beberapa karya puisi dan esai saya ikut berbaris rapi dengan para penulis lainnya di beberapa karya bersama tersebut. Berkah dari ketekunan ini berhasil mengantarkan satu esai saya lolos enam besar nasional dalam ajang Lomba Guru Menulis Republika, salah satu media sohor tanah air, tepatnya pada tahun 2022. Terbaru, saya ikut mengirimkan tiga esai saya di buku “Rerasan Guru Berkisah Pendidikan” yang terbit pada tahun 2023 dan syukurnya terjual lebih dari seratus eksemplar dalam kurun tiga bulan.

Menjadi guru memang harus adaptif, tak terkecuali dalam memanfaatkan aplikasi-aplikasi menarik pada ponsel pintar masing-masing. Secara pribadi saya sangat salut dan mengagumi rekan-rekan sejawat yang juga menjadi konten kreator Pendidikan. Terdapat konten dari Guru Konten Kreator yang memang bersifat edukasi maupun bersifat entertaint. Masing-masing perjuangan tersebut menuju satu muara yang sama, yaitu kemajuan Pendidikan Indonesia. Saya tetap berjuang melalui tinta dan berasyik masyuk dalam untaian kata-kata. Menulis inspiratif dengan harapan bermanfaat untuk pembaca juga sebagai terapi melepas penat pada tugas-tugas administratif lainnya.

Mulai dari titik nol, Saya mengajak siswa menghidupkan literasi di dalam kelas dengan mengadakan membaca senyap selama 5 menit sebelum pembelajaran dimulai, membuat pojok baca dengan hiasan meriah untuk menarik minat baca mereka, membuat mading, dan kliping. Namun disaat melihat tulisan mereka yang belum sesuai dengan EYD, tanda baca yang tidak sesuai, huruf kapital yang dipakai di tengah kata, huruf i kecil tanpa titik di atas membuat kurang nyaman dibaca. Meskipun pada kenyataannya setiap hari sudah diingatkan dan dibenarkan, alhasil seakan sudah menjadi habituasi tersendiri bagi anak. Dari situ saya mempunyai inisiatif mengajak mereka menulis setiap harinya, suatu hal yang nampaknya akan menjadi beban untuk mereka, namun dengan pendekatan yang tepat dan pengemasan yang menarik membuat mereka bersemangat untuk terus menulis. Program tersebut saya beri nama “one day one sentence” artinya satu hari membuat satu kalimat.

Saya menyediakan buku tulis khusus bagi masing-masing peserta didik dan akan membagikan setiap harinya. Mereka akan membuat cerita bersambung dari satu kalimat yang telah dibuat dan dikumpulkan kembali untuk dikoreksi tulisan masing-masing. Guru akan memberitahu mana yang salah dan harus dibenarkan oleh peserta didik. Apabila sudah selesai dibenarkan siswa, maka buku tersebut akan dikumpulkan kembali, begitu seterusnya di setiap pagi sebelum pembelajaran. Hingga tiba saatnya, buku tersebut sudah terpenuhi menjadi sebuah cerita yang beruntun, saya memiliki inisiatif untuk membukukannya. Bekerjasama dengan salah satu penerbit dan berkoordinasi dengan kepala sekolah meminta ijin serta dukungannya dalam pembuatan buku tersebut. Dan akhirnya terbitlah sebuah buku hasil karya peserta didik yang berjudul “Ceria itu Cerita”. Semoga dengan terbitnya buku tersebut membuat peserta didik semakin mencintai dan bersemangat dalam menulis dan menjadi motivasi serta inspirasi bagi guru dan peserta didik lainnya dalam berliterasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image