Apa yang Tidak Diketahui dari Rel Kehidupan
Sastra | 2022-01-16 09:20:38Kumpulan Puisi “Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api” Moon Changgil
Judul Buku : Kumpulan Puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api
Penulis : Moon Changgil
Penerjemah : Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta 2021
Tebal : 116 + 12 hal
Korea Selatan saat ini tengah menjadi negara yang tersorot dan diperhatikan oleh setiap negara, terutama Indonesia. Hallyu atau Korean wave merupakan istilah tersebarnya budaya pop Korea secara global di berbagai negara pada sejak tahun 1990, berupa target penggemar anak muda yang berusia remaja hingga 20-an. Namun, sekarang penggemar tidak mandang umur pada kesukaannya terhadap budaya pop Korea. Melalui media sosial seperti Youtube dan aplikasi media sosial lainnya dapat dengan mudah tersebarnya budaya pop Korea sehingga tidak hanya musik dan drama saja yang paling banyak disukai tetapi seperti makanan, budaya, bahasa korea dan sastra juga disukai.
Sastra Korea bisa terbilang sedikit peminatnya, hanya kaum tertentu saja yang menikmatinya. Walaupun masih banyak yang belum melirik sastra Korea, mungkin keterbatasan dari bahasanya yang menyebabkan sedikitnya minat atau buku yang diterbitkan belum masuk ke negaranya. Namun zaman sekarang sudah banyak para penerjemah yang menerjemahkan buku novel maupun puisi dari bahasa Korea ke bahasa Indonesia, sehingga memudahkan untuk peminat sastra Korea bagi masyarakat Indonesia.
Menerjemahkan suatu bahasa yang bukan bahasa kita sehari-hari sangatlah sulit karena harus menerjemahkan bahasa tersebut dengan akurat. Selain itu, juga harus menguasai materi yang diterjemahkan, memiliki komunikasi yang baik, memahami bahasa Korea secara menyeluruh dan kedisiplinan. Hangeul merupakan alfabet yang digunakan untuk menulis bahasa Korea. Tidak hanya huruf konsonan dan huruf vokal saja yang berbeda, melainkan semua tulisan huruf pun sangat berbeda dari tulisan huruf Indonesia. Sehingga Nenden Lilis menerjemahkan buku karya Moon Changgil bersama Kim Young Soo, seorang yang menyelesaikan studi S1 di jurusan bahasa Malay-Indonesia HUFS (Hankuk University of Foreign Studies). Lalu, S2 ia tamatkan di Program Studi Kesusastraan Modern Indonesia (khususnya menyorot karya Pramoedya Ananta Toer) di HUFS.
Sebelumnya juga ia menerjemahkan sebuah buku yang berjudul “Antologi Puisi dan Prosa Langit, Angin, Bintang, dan Puisi” karya Yun Dong Ju yang diterjemahkan bersama Prof. Shin Young Duk, PhD (Pustaka Obor, 2018). Meskipun terhambat pada bahasa, dengan mengajak seseorang yang ahli pada bahasa atau bidangnya tidak menjadi masalah untuk tetap berkarya.
Bilamana seseorang mendengar seseorang menyebut Korea Selatan, pertama yang ada di benaknya mungkin masakannya, baju adat, musik, film dan drama. Tapi, tahukah kalian bahwa dalam sebuah buku Kumpulan Puisi Apa yang Diharapkan Rel Kereta Api karya Moon Changgil seolah memberitahu kepada kita tentang apa yang tidak kita ketahui dari sisi “lain” Korea Selatan. Korea Selatan pun memiliki banyak hal yang tidak kita ketahui seperti negara lainnya, sejarah perang dingin dengan Korea Utara, kehidupan pekerja buruh, kehidupan malam, kapitalisme, ekonomi, pelecehan seksual, dan kasih sayang keluarga atau kekasih.
Puisi-puisi karya Moon Changgil bertemakan kehidupan sehingga menganalisis menggunakan semiotik yang mempelajari tanda-tanda yang ada pada sebuah karya sastra. Dalam buku puisi karya Moon Changgil ini memiliki bab yang dinamai rangkuman, terdapat rangkuman 1 hingga 4 yang setiap rangkumannya menceritakan sisi “lain” negara Korea Selatan. Rangkuman 1 tentang keluarga, cinta yang tak lagi bersama, kebiasaan “minum” dan kehidupan para pekerja buruh seperti petani, nelayan, bangunan dan sejenisnya yang pahit serta senantiasa berjuang untuk menghidupi kehidupan. Terdapat puisi yang setiap katanya memiliki suasana imaji suara (auditif) dan imaji penglihatan (visual). Contoh puisi “Ayahku”, sebagai berikut:
Ketika Ayah pergi ke pabrik setiap pagi
Sambil menegakkan bahu yang miring
Kami, istri dan anak perempuan yang tersayang
Mendoakan keselamatannya hari itu
Sambil melambai-lambai tangan kecil tanda selamat jalan.
Demi Ayah yang memegang alat las panas dengan kuat
untuk menyambung kepingan hidup yang kelaparan
Ibu tergesa-gesa menyiapkan makan malam
Sambil mengharapkan Ayah cepat pulang. (Hal. 14)
Rangkuman 2 berisikan puisi-puisi perang antar Korea Selatan dan Korea Utara. Perang Korea adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang terjadi sejak 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953. Dari terjadinya perang tersebut mengakibatkan terpisahnya antara Korea Selatan dengan Korea Utara hingga saat ini. Kendati demikian, menyisakan sebuah kesedihan mendalam terhadap beberapa keluarga yang berpisah akibat terpisahnya kedua negara. Tidak luput sebuah kekejaman yang terjadi pada pelecehan seksual. Diksi-diksi yang digunakan pun pada puisi-puisi yang terdapat dirangkuman 2 terasa lugas.
Sosial politik menjadi pembahasan pada rangkuman 3 dan juga 4. Beberapa puisi terlihat satu kalimat panjang tanpa tanda baca sampai puisi selesai. Seperti puisi “Bayangan”, “dalam Gelap”, “Benteng”, “Sembari Menulis Sebuah Puisi”, “Di Hagung-ri, Tempat Tinggalku Dulu 1 dan 2” serta “Bunga Terompet 1 dan 2”. Tidak hanya satu paragraf panjang seperti satu tarik nafas panjang saja, melainkan juga satu kalimat panjang dengan dua atau tiga paragraf. Seperti, “Aku dalam Cermin”, “Tarian Angin”, dan “Bunga Azalea, pada April Itu”.
Secara keseluruhan kumpulan puisi karya Moon Changgil yang di dalamnya terdapat beberapa tulisan puisinya yang padat. Seolah memberitahu semua hal tentang sisi “lain” negara Korea Selatan perlahan namun, menyeluruh menceritakannya kepada para pembaca. Seakan-akan kita seperti didongengkan kembali pada masa peperangan, dampak dan kekejaman dari peperangan tersebut. Maupun cerita kehidupan para pekerja buruh, percintaan yang usai, dan kasih sayang keluarga. Bukankah seru kalau di dongengkan?. (Erlis Siska Novita)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.