Pandemi Covid 19 dan Dilema Pendidikan Anak
Info Terkini | 2022-01-15 22:42:45Pada saat ini, dunia sedang menghadapi masalah besar. Berawal dari munculnya suatu wabah penyakit yang disebabkan oleh virus, yaitu virus corona yang akrab disebut Covid 19, hampir semua aspek kehidupan mengalami perubahan-perubahan yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, mendebarkan seluruh isi dunia.
Dunia perekonomian semakin lemah, hubungan sosial semakin menurun yang menyebabkan kurangnya interaksi dan kepedulian terhadap sesama, Semuanya telah merasakan dampak dari virus Covid 19 ini, terutama pada dunia pendidikan. Kita harus siap menghadapi perubahan ini, karena cepat atau lambat pendidikan akan mengalami perubahan drastis akibat pandemi Covid 19.
Saat ini anak dituntut untuk belajar mandiri dengan belajar secara daring (dalam jaringan), meski ada sebagian sekolah yang sudah menggelar pertemuan tatap muka (PTM) terbatas. Pembelajaran daring atau online merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi pembelajaran dilakukan melalui jaringan internet.
Pembelajaran daring ini merupakan tantangan besar bagi seorang guru. Karena, dalam kondisi seperti ini guru pun dituntut untuk bisa mengelola, mendesain media pembelajaran (media online) sedemikian rupa guna untuk mencapai tujuan pembelajaran dan untuk mencegah atau mengantisipasi kebosanan siswa dalam pembelajaran model daring tersebut.
Bukan hanya itu saja. Dalam penerapan belajar online ini, tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan belajar, yang dipicu oleh beberapa faktor.
Pertama, siswa yang belum memiliki gadget, siswa yang belum mengetahui banyak tentang penggunaan teknologi. Kasus ini banyak terjadi pada siswa tingkat TK dan SD (Sekolah Dasar).
Selain itu, masalah utama yang dialami siswa adalah jaringan yang tidak memadai. Hal ini merupakan tantangan besar bagi siswa dan tak terkecuali bagi orang tua karena orang tualah yang dituntut untuk mendampingi siswa dalam proses belajar online tersebut.
Realita yang ada, juga tidak sedikit orang tua yang tidak paham mengenai penggunaan teknologi. Jelas hal ini akan menghambat keaktifan siswa atau anak dalam proses belajar daring ini.
Kedua, kurangnya interaksi fisik antara guru dan siswa karena dalam pembelajaran online siswa hanya diberikan tugas melaui via whatsapp. Kebanyakan siswa kesulitan dalam mengerjakan tugas dikarenakan tidak ada penjelasan-penjelasan awal dari guru tentang tugas yang dibebankan tersebut.
Peserta didik hanya dituntut untuk mengerjakan tanpa mendapatkan penjelasan terlebih dahulu. Akibatnya, banyak siswa yang mengeluh dan tidak bersemangat lagi dalam mengerjakan tugas.
Ketiga, tugas yang diberikan guru banyak, sementara waktu yang diberikan sangat singkat. Bagaimana anak bisa belajar dengan baik dalam kondisi yang seperti ini.
Keempat, akibat kurangnya interaksi langsung antara guru dan siswa, otomatis berkuranglah internalisasi nilai-nilai karakter yang semestinya harus ditanamkan seorang guru ke dalam diri siswa.
Ini akan mengakibatkan degradasi moral pada anak atau siswa. Karena tugas seorang guru bukan hanya mengajar, mentrasferkan ilmu pengetahuan (pelajaran) saja, tetapi seorang guru juga dituntut untuk mendidik (pembentukan akhlak dan karakter) siswa.
Namun hal ini tidak boleh mematahkan semagat guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, tidak boleh mematahkan semagat siswa dalam belajar. Pandemi Covid ini tidak boleh mematahkan semangat dan harapan kita semua.
Di balik kesedihan seluruh belahan dunia ini, kita harus mampu mengambil hikmah dari pandemi Covid 19 ini. Pandemi Covid 19 ini mungkin saja datang sebagai ujian untuk kita semua, apakah kita mampu mencerdaskan kehidupan bangsa walau dalam kondisi seperti ini. Semoga goresan sederhana ini bermanfaat. Aamiin.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.