Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andri Mastiyanto

Bikin Sedih, Legalisasi Ketamakan Rumah Sakit Tukang Mabok

Dunia sastra | Wednesday, 27 Mar 2024, 17:45 WIB
Ketimpangan Sosial I Sumber : Ilustrasi by canva

(Cerpen Fiksi)- Udara sejuk mengalir dari sebuah Air Conditioner (AC) dari arah depan ke belakang disebuah ruangan Mushola dimana Umat Muslim beribadah.

Bragan berpendidikan sarjana yang sedang duduk menyindir di dinding Mushola Rumah Sakit Tukang Mabok Negeri Konoha tiba-tiba diajak mengobrol oleh salah seorang rekannya yang berpendidikan SMA juga sedang menunggu waktu sholat Zuhur. Namanya Umar, seorang petugas mensterilkan alat kesehatan.

Umar bertanya "Bragan, insentif loe berapa ?......."

Jawab Bragan "Bulan ini penurunan insentif ke 3 kali berturut-turut, ya Alhamdulillah mash dikasih rezeki, sekitar 1.9 juta dirham (mata uang Negeri Konoha)"

Umar "yah, gue cuma 1,1 juta dirham, sama sudah turun 3 kali berturut-turut nih dalam 3 bulan terakhir".

"Denger-denger, Loe tau nggak pegawai Rumah Sakit Tung Obat yang paling gede berapa ?..." tanya balik Bragan ke Umar

"30-an juta, bahkan katanya ada yang menerima 37 juta dirham. bisa 30-an lebih kali lipat ya, padahal kita fasilitas kesehatan milik Negara yang gradenya paling tinggi 14, harusnya paling tinggi hanya 14 kali lipat" Umar dengan gimmick bingung.

Bragan menatap dan menyentuh bahu Umar ia berucap "Sering kali dunia tidak adil dan ketamakan dilegalisasi, kita sekarang berada di Mushola rumahnya ALLOH SWT, apalagi ini bulan Ramadhan, mari kita doakan keadilan dunia dan akhirat"

Tambah Bragan dengan senyum kecilnya "Bisa jadi doa kita yang orang kecil di Mushola ini diijabah, dan Alloh SWT membukakan pintu hati"

Pembahasan mengenai insentif bagi tenaga non medis yang kecil dan ketimpangan jauh ini sudah menjadi obrolan umum kaum bawah.

Mereka tidak mampu bersuara ke Pimpinan Rumah Sakit Tukang Mabok, karena dipikiran mereka para pimpinan hanya lebih memikirkan perut yang sudah kaya.......Yang Kaya Makin Kaya, dan yang Pendapatan Kecil Makin Kecil.

Kebijakan remunerasi ini diatasnakamakan rumusan terbaru dari Departemen Bikin Sehat yang membuat para tabib dan pengasuh pasien memperoleh jasa per pelayanan, dan uang duduk walaupun mereka sudah mendapatkan gaji dari negara Konoha.

Aturan ini dibuat agar para tabib tidak ilang-ilangan di jam kerja pegawai tercatat pemerintah, karena memang jumlah para tabib masih terbilang kurang. Hal ini jadi perhatian Menteri Departemen Bikin Sehat agar pelayanan kepada masyarakat tetap ada di fasilitas kesehatan milik Pemerintah.

Sistem remunerasi baru Departemen Bikin Sehat mungkin akan sangat berdampak di rumah sakit yang pendapatannya sudah besar, yang akan memberikan keadilan bagi seluruh pegawai.

Tapi bagi Rumah Sakit Tukang Mabok yang dipaksa menerima status rumah sakit tipe B dimana fasilitasnya sebetulnya tipe D+ tentu akan membuat kejomplangan pendapatan, karena pendapatan rumah sakit yang kecil.

Apalagi tarif rawat inap pelayanan bagi tukang mabok bisa dibilang tidak mampu mendorong pendapatan. Layanan ICU, bedah, hemodialisa, pencitraan diagnostik canggih sebagai sumber penghasilan rumah sakit umumnya pun tidak ada di rumah sakit ini.

Juga pusat kesehatan masyarakat tidak bisa langsung merujuk ke Rumah sakit Tukang Mabok karena sudah bertipe B. Ketika rumah sakit tipe D akan merujuk hanya fisioterapi dan Klinik Jiwa yang memiliki fasilitas tipe B. Sedangkan layanan lainnya serupa dengan pusat kesehatan masyarakat pratama dan RS Tipe D dan C.

Akhirnya masyarakat yang mau menerima layanan kesehatan dasar lebih memilih ke Pusat Kesehatan Masyarakat yang di tanggung oleh Jaminan kesehatan Negeri (JKN) Konoha.

Kembali ke remunerasi, pendapatan rumah sakit berdasarkan rumusan terbaru dibagi dulu ke piring para tabib dan nakes yang menerima jasa per pelayanan yang sudah ada tetapannya berdasarkan tarif layanan, dan biaya sarana dan prasarana.

Sisanya barulah dibagikan ke ratusan tenaga non medis yang piring remenurasinya lebih kecil. Sudah piringnya kecil dibagikan kebanyak pegawai. Akhirnya para tenaga non medis meratapi nasib harus mencari sambilan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga (ada yg berangkat gelap pulang gelap).

Konsep remunerasi Badan Layanan Rakyat (BLR) Departemen Bikin Sehat ini ternyata tidak pas bagi Rumah Sakit Tukang Mabok yang hanya memiliki pendapatan 25-28 milyar dirham sedangkan pengeluaran bisa 90 milyar - 100 milyar dirham. harusnya sudah cabut status Badan Layanan Rakyat (BLR).

Jelas defisit, bila tidak disubsidi negara, Rumah Sakit Tukang mabok sudah ditutup dari dulu. Jadi adanya Rumah sakit karena mash ada keinginan Pemrintah untuk membiayainya.

Ada saja seorang tabib yang berucap, "Kami yang paling berperan dalam pendapatan rumah sakit, maka Kami yang harus mendapatkan lebih banyak. Kalau kamu mau seperti kami, jadilah tabib"

Bragan menelusung dalam hati begitu kalau teman kerja kalian sudah cukup (cukup belum tentu kaya), Anda boleh berkata begitu. Dia mengingat bahwa seluruh pegawai rumah sakit penyebutannya adalah Keluarga Besar.

Begitukah tega ketika seorang kakak yang kaya dimana dirinya bisa jajan makan steak setiap hari, tapi melihat adiknya untuk jajan makam nasi uduk teriak seharga 7000, - harus menunggu hari jumat ! .... kemana mata hati ?

Kelangsungan hidup Rumah Sakit Tukang Obat masih disubsidi negeri Konoha 70 % lebih. Jadi keberlangsungan rumah sakit karena negeri Konoha melihat seluruh pegawai tercatat negara.

Tugas kesejahteraan seluruh pegawai merupakan tugas pemimpin. Ketimpangan yang jauh dapat membuat penurunan motivasi kerja dan bisa menimbulkan api konflik.

Organisasi bisa jalan tidak hanya beberapa kompetensi yang termotivasi, tapi juga harus didukung seluruh kompetensi yang termotivasi.

Pemimpin itu harus memiliki kebijaksanaan, jadi dirinyalah yang memeliki wewenang dan keputusan untuk kepentingan bersama. Pemimpin acapkali harus berani berhadap-hadapan demi keberlangsungan organisasi.

Bragan pernah membaca bahwa revolusi sosial mekar (tumbuh) karena ketimpangan sosial......dan aksi keadilan sosial bagi rakyat Konoha bisa berulang.

Ibunda Bragan menasehati jangan jadi orang yang tamak, karena orang tamak itu selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri, tidak melihat yang lain mendapatkan sangat sedikit.

Orang tamak itu bagaikan orang yang berada di sekitar meja makan, terdapat banyak makan, ia maunya mengambil sebanyak-banyaknya, tidak melihat dibelakangnya ada yang kelaparan mengantri butuh makanan juga.

Ada kisah Khalifah Umar membawa sendiri karung makanan ke rumah ibu yang sedang memasak batu, Khalifah tidak mau dibawakan pengawalnya karena takut akan pertanggungjawaban di hari akhir.

(Berlanjut ke series berikutnya, ditunggu ya)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image