Bela Siapa, Dapat Apa?
Sinau | 2024-03-25 12:52:13oleh :Heni Nuraini
Ada nasihat bagus yang diberikan Imam Syafi’i rahimahullah kepada salah satu muridnya, yakni Imam al-Muzany rahimahullah. Beliau, Imam Al-Muzany rahimahullah bercerita, “Aku menemui Imam asy-Syafi’i menjelang beliau wafat, lalu kubertanya, “Bagaimana keadaanmu pada pagi ini, wahai Ustazku?”
Beliau menjawab, “Pagi ini aku akan melakukan perjalanan meninggalkan dunia, akan berpisah dengan kawan-kawanku, akan meneguk gelas kematian, akan menghadap kepada Allah dan akan menjumpai kejelekan amalanku. Aku tidak tahu: apakah diriku berjalan ke surga sehingga aku memberinya ucapan kegembiraan, atau berjalan ke neraka sehingga aku menghibur kesedihannya.”
Aku berkata, “Nasihatilah aku.”
Imam asy-Syafi’i berpesan kepadaku, “Bertakwalah kepada Allah, permisalkanlah akhirat dalam hatimu, jadikanlah kematian antara kedua matamu, dan janganlah lupa bahwa engkau akan berdiri di hadapan Allah. Takutlah terhadap Allah ‘Azza wa Jalla, jauhilah segalah hal yang Dia haramkan, laksanakanlah segala perkara yang Dia wajibkan, dan hendaknya engkau bersama Allah di manapun engkau berada. Janganlah sekali-kali engkau menganggap kecil nikmat Allah kepadamu–walaupun nikmat itu sedikit–dan balaslah dengan bersyukur. Jadikanlah diammu sebagai tafakkur, pembicaraanmu sebagai dzikir, dan pandanganmu sebagai pelajaran. Maafkanlah orang yang menzhalimimu, sambunglah (silaturrahmi dari) orang yang memutus silaturahmi terhadapmu, berbuat baiklah kepada siapa pun yang berbuat jelek kepadamu, bersabarlah terhadap segala musibah, dan berlindunglah kepada Allah dari api neraka dengan ketakwaan.”
Aku berkata, “Tambahlah (nasihatmu) kepadaku.”
Beliau melanjutkan, “Hendaknya kejujuran adalah lisanmu, menepati janji adalah tiang tonggakmu, rahmat adalah buahmu, kesyukuran sebagai thaharah-mu, kebenaran sebagai perniagaanmu, kasih sayang adalah perhiasanmu, kecerdikan adalah daya tangkapmu, ketaatan sebagai mata percaharianmu, ridha sebagai amanahmu, pemahaman adalah penglihatanmu, rasa harapan adalah kesabaranmu, rasa takut sebagai pakaianmu, shadaqah sebagai pelindungmu, dan zakat sebagai bentengmu. Jadikanlah rasa malu sebagai pemimpinmu, sifat tenang sebagai menterimu, tawakkal sebagai baju tamengmu, dunia sebagai penjaramu, dan kefakiran sebagai pembaringanmu. Jadikanlah kebenaran sebagai pemandumu, haji dan jihad sebagai tujuanmu, al-Quran sebagai juru bicaramu dengan kejelasan, serta jadikanlah Allah sebagai Penyejukmu. Barang siapa yang bersifat seperti ini, surga adalah tempat tinggalnya.” (dalam Tarikh Ibnu Asakir, Juz 51, hlm. 430-431)
Dunia terbalik, yang salah dibela, yang benar dicela. Kejahatan didukung, kebaikan ditelikung. Ada banyak yang mengajak kepada yang munkar, tak sedikit yang justru melarang yang ma’ruf. Aneh bin ajaib. Kalo amar munkar, artinya menyuruh orang berbuat jahat. Nahi ma’ruf berarti melarang orang untuk berbuat kebaikan.
Membingungkan. Namun di zaman sekarang udah terbukti. Betapa banyak orang yang udah terang-terangan menawarkan judi online, nggak sedikit yang jemput bola dan memfasilitasi perzinaan melalui prostitusi, banyak juga orang yang nggak malu-malu berbuat curang bahkan mengajak orang lain melakukan hal yang sama. Sisi lainnya, mau pengajian kok malah dilarang, ustaznya diusir jamaahnya dibubarin, nggak sedikit yang melawan kebaikan.
kalau kita dekat dengan orang-orang baik, kita bakalan kebawa baik. Cara berpikir kita jadi baik, kita mendapat pemahaman yang baik, dan tentu akan berdampak pada perbuatan yang juga akan menjadi baik. Itu satu paket. Berawal dari kebaikan, maka akan berakhir juga dalam kebaikan. Orang baik menolong orang baik lagi. Mestinya demikian. Normalnya begitu. Apa yang didapat? Tentu, kalo membela orang yang berbuat kebaikan, akan mendapat kebaikan, pahala. Tapi kalau mendukung orang yang berbuat keburukan, maka akan mendapat keburukan, dosa.
jangan pernah membenci kebaikan, apalagi mencintai keburukan. Itu namanya terbalik cara pandangnya. Membahayakan. Mestinya, orang beriman itu pasti mendukung orang beriman lainnya. Membela perjuangannya. Sebab, memang normalnya begitu.
Selain itu, kalo kita memberikan kebaikan kepada orang lain, sejatinya memberikan kebaikan untuk diri kita sendiri. Kalau kita malah memberikan keburukan kepada orang lain, juga itu artinya kita sedang memberikan keburukan kepada diri sendiri.
Hal ini disebutkan di surat al-Isra’ ayat 7 yang berbunyi, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.”
Jadi, kebaikan untuk orang lain akan mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri. Sebaliknya, perbuatan buruk kepada orang lain juga akan mendatangkan keburukan bagi siapa pun yang melakukannya.
Ada nasihat bagus dari Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah. Beliau berkata, “Siapa yang tidak suka membelanjakan hartanya untuk ketaatan kepada Allah, maka dia akan ditimpa (musibah) dengan membelanjakannya untuk selain Allah dalam keadaan dia tidak menyukainya. Demikian juga siapa yang tidak suka keletihan untuk Allah, maka dia akan ditimpa dengan keletihan untuk melayani makhluk, mau tidak mau. Demikian juga siapa yang tidak suka dengan petunjuk yang berasal dari wahyu, maka dia akan ditimpa dengan pendapat yang kotor, sampah pikiran, dan limbah pemikiran. Itu sebabnya, siapa saja yang menginginkan kebaikan, kebahagiaan, dan keberuntungan untuk dirinya; hendaklah dia memperhatikan hal ini pada dirinya dan pada orang lain.” (dalam Madarijus Salikin, jilid 1, hlm. 184)
Nah, jadi yang kita mesti bela adalah orang-orang baik agar mendapatkan kebaikan pula. Kebaikan buat kita dan juga bagi orang lain. Kalo kita berbuat baik, pahala akan kita dapatkan. Teman kita yang bersama kita, juga akan mendapatkan manfaatnya, karena mengikuti kebaikan kita. Jadilah orang yang senantiasa beramar ma’ruf dan nahi munkar. Jangan malah sebaliknya.
wallahu 'alam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.