Mengomel Bukan Cara Efektif untuk Kurangi Kemarahan
Gaya Hidup | 2024-03-20 14:45:05MENGGERUTU dan mengomel kepada orang lain bukanlah cara yang efektif untuk mengurangi kemarahan.
Orang-orang yang melampiaskan kemarahan mereka mungkin akan merasa lebih baik pada saat itu, tetapi hal itu tidak akan mengurangi kemarahan mereka, demikian temuan para peneliti.
Sebaliknya, teknik-teknik yang mengurangi stres seperti pernapasan dalam, mindfulness, meditasi, dan yoga merupakan alternatif yang jauh lebih efektif daripada mengeluh, demikian hasil penelitian.
“Saya pikir sangat penting untuk mematahkan mitos bahwa jika Anda sedang marah, Anda harus mengeluarkan amarah Anda,” kata peneliti senior Brad Bushman, seorang profesor komunikasi di Ohio State University, seperti dikutip kantro berita UPI. “Melampiaskan amarah mungkin terdengar seperti ide yang bagus, namun tidak ada sedikit pun bukti ilmiah yang mendukung teori katarsis,” sambungnya.
Untuk analisis ini, tim peneliti meninjau lebih dari 150 penelitian yang melibatkan lebih dari 10.000 partisipan.
Mereka menemukan bahwa meredakan ketegangan melalui aktivitas yang menghilangkan stres lebih baik dalam mengurangi kemarahan karena hal tersebut menurunkan respons melawan -- atau -- lari seseorang.
Di sisi lain, melampiaskan amarah justru meningkatkan kegelisahan seseorang, begitu pula aktivitas fisik seperti jogging.
“Untuk mengurangi kemarahan, lebih baik melakukan aktivitas yang menurunkan tingkat gairah,” kata Bushman. “Terlepas dari apa yang disarankan oleh kebijaksanaan populer, berlari bukanlah strategi yang efektif karena hal itu meningkatkan tingkat gairah dan akhirnya menjadi kontraproduktif,” tambahnya.
Peneliti utama, Sophie Kjaervik, dari Virginia Commonwealth University, mengatakan penelitian ini terinspirasi oleh meningkatnya popularitas “ruang kemarahan.”
Di tempat-tempat ini, orang-orang didorong untuk menghancurkan barang-barang seperti kaca, piring, dan barang elektronik untuk mengatasi amarah mereka, kata Kjaervik.
“Saya ingin menghilangkan prasangka seluruh teori mengenai ekspresi kemarahan sebagai cara untuk mengatasinya,” kata Kjaervik. "Kami ingin menunjukkan bahwa mengurangi gairah, dan sebenarnya aspek fisiologisnya, sangatlah penting."
Untuk hal tersebut, tim peneliti berfokus pada bagaimana gairah fisik seseorang dapat memengaruhi kemarahannya.
Mereka membandingkan aktivitas yang meningkatkan gairah seperti meninju tas, jogging, bersepeda, dan berenang dengan aktivitas yang menurunkan gairah seperti pernapasan dalam dan meditasi.
Temuan penelitian ini, yang diterbitkan baru-baru ini dalam jurnal Clinical Psychology Review, menunjukkan bahwa aktivitas penurunan gairah efektif dalam mengelola kemarahan baik dalam eksperimen laboratorium maupun di dunia nyata, dan di antara berbagai kelompok orang.
Sebaliknya, aktivitas yang meningkatkan gairah umumnya tidak mengendalikan amarah.
Namun, para peneliti mencatat, tidak selalu jelas aktivitas fisik mana yang meningkatkan gairah.
Jogging kemungkinan besar meningkatkan kemarahan, namun bermain olahraga bola atau mengikuti kelas pendidikan jasmani cenderung menurunkan gairah.
Hal ini menunjukkan, kata para peneliti, bahwa memasukkan unsur permainan ke dalam aktivitas fisik dapat meningkatkan emosi positif atau melawan perasaan negatif.
“Aktivitas fisik tertentu yang meningkatkan gairah mungkin baik untuk jantung Anda, tapi jelas bukan cara terbaik untuk mengurangi amarah,” kata Bushman. “Ini benar-benar sebuah pertarungan karena orang yang marah ingin melampiaskannya, namun penelitian kami menunjukkan bahwa perasaan baik apa pun yang kita dapatkan dari melampiaskannya sebenarnya memperkuat agresivitas,” simpulnya.***
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.