Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dr. H. Dana, M.E.

Memahami Hakikat Kematian

Agama | Wednesday, 13 Mar 2024, 03:29 WIB

Oleh: Dr. Dana, M.E

Tidak ada yang lebih pasti dalam hidup ini daripada kematian. Setiap insan, dari yang paling tinggi jabatannya hingga yang paling rendah, dari yang paling kaya sampai yang paling miskin, tentu akan mengalami titik akhir perjalanan hidup yaitu kematian. Kematian, merupakan realitas yang tidak bisa dihindari oleh setiap individu.

كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۖ ثُمَّ إِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ ٥٧

Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan” (Q.S. Al-‘Ankabut: 57).

Kematian adalah sesuatu yang pasti akan dialami oleh manusia, hanya manusia tidak tahu kapan waktunya, dimana tempatnya dan dalam kondisi apa ia akan mati, semua itu merupakan rahasia Allah SWT. Yang perlu dipahami adalah sesungguhnya manusia diskenario oleh Allah SWT untuk hidup abadi, bukan untuk mengalami kehancuran dan binasa. Berbeda dengan tumbuhan dan binatang, mereka diciptakan oleh Allah, namun pada waktunya binatang dan tumbuhan akan mengalami kebinasaan. Sedangkan kematian pada manusia hanyalah berpisahnya ruh dengan badan dan berpindahnya dari alam dunia ke alam kubur sampai saatnya hari berbangkit. Sebagaimana dijelaskan oleh As-Suyuthi: Mati adalah terputusnya hubungan ruh dengan badan. (Syarhus Shuduur: 14).

Hanya sayangnya, karena saking betahnya hidup di dunia banyak manusia yang membenci kematian. sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis : Dua hal yang dibenci oleh anak Adam (manusia): (1) anak Adam membenci kematian, padahal kematian itu lebih baik bagi seorang mukmin dari pada fitnah (kesesatan dalam agama). (2). anak adam membenci kemiskinan (sedikitnya harta) padahal sedikitnya harta akan lebih meringankan hisab. (HR. Abu Ishaq Al-Madini w.١٨٠: 383. dari Mahmud bin Labid ra. marfu) Hadis tersebut diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad: 23625 dengan sanad jayyid.

Kematian seringkali menjadi sesuatu yang menakutkan bagi hampir semua orang. Penyebab manusia takut akan kematian bisa berasal dari berbagai faktor, diantaranya:

Pertama, kematian sering kali dihubungkan dengan perpisahan dengan orang-orang yang dicintai, yang bisa menimbulkan rasa duka dan kesedihan yang mendalam. Pikiran tentang meninggalkan keluarga, teman-teman, dan kehidupan yang indah dan menyenangkan membuat seseorang merasa takut akan kematian.

Kedua, takut akan proses kematian itu sendiri. Ketidakpastian tentang bagaimana manusia akan menghadapi proses kematian, apakah itu akan menyakitkan atau tidak, dapat menjadi sumber ketakutan yang besar. Pikiran tentang bagaimana menderitanya saat-saat proses kematian menyebabkan rasa takut.

Ketiga, takut kalau dirinya akan dimasukan ke dalam neraka. Setelah meninggalkan dunia ini, setiap individu akan menghadapi pertanggungjawaban atas segala perbuatan yang telah dilakukan selama hidupnya. Namun, manusia tidak tahu dengan pasti apakah ia akan dimasukkan ke dalam syurga atau neraka. Pikiran tentang kemungkinan dimasukkan ke dalam neraka, sebagai konsekuensi dari perbuatan buruk yang dilakukanya, menjadi sumber ketakutan utama hampir semua orang.

Keempat, ketidaktahuan akan hakikat kematian itu sendiri menjadi sumber ketakutan akan kematian. Manusia sering kali merasa takut akan kematian karena mereka tidak sepenuhnya memahami hakikat kematian itu.

Bagi seorang mukmin, kematian sejatinya merupakan sebuah karunia luar biasa dari Allah SWT. Kematian bukanlah akhir yang menakutkan, melainkan awal dari perjalanan menuju kehidupan yang lebih indah di sisi-Nya. Kematian dianggap sebagai momen di mana Allah mengistirahatkan manusia dari segala kelelahan dan fitnah-fitnah yang dihadapi manusia di dunia. Maka pantas kalau Nabi SAW mengatakan bahwa:

الدنيا سجن المؤمن وجنة الكافر

Artinya: “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin, dan surga bagi orang kafir. (H.R. Ahmad: 8289).

Maka ketika seorang mukmin mati meninggalkan dunia, ia bagaikan seorang yang keluar dari penjara. Ia akan merasa bahagia karena terbebas dari penjara yang membatasi gerak dan kebebasannya, lega dan bahagia karena akhirnya terbebas dari segala keterbatasan dan kesulitan dunia.

Disisi lain, seorang mukmin tidak boleh mengharapkan ingin segera mati hanya karena dihadapkan pada kesulitan atau penyakit yang sedang dideritanya, karena syari’at melarang hal tersebut. justeru syariat mengajarkan pentingnya memperjuangkan kehidupan dengan penuh semangat, serta menjalani segala cobaan yang diberikan Allah dengan penuh sabar dan keteguhan iman. Diantara hikmahnya adalah sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada pamamnya Al-Abbas: “Wahai paman! janganlah mengharap (segera) mati, karena jika engkau seorang yang muhsin, jika usiamu panjang, maka kebaikanmu akan bertambah (karena iman dan amal shaleh), itu lebih baik bagimu. Jika engkau orang yang jelek (banyak dosa) lalu menyesali perbuatan jelekmu (dengan memperbanyak taubat), maka itu lebih baik bagimu” (HR.Ahmad: 26874).

Bagi orang mukmin kematian adalah momen di mana ia akan bertemu dengan Dzat yang paling dicintainya selama ia hidup di dunia, sehingga perjumpaannya selalu dirindukan dan dinantikan. Bukankah puncak kenikmatan dan kebahagiaan adalah ketika seorang hamba kelak dapat berjumpa dan melihat Allah? Sebagaimana dijelaskan dalam Shahih Muslim, Nabi SAW bersabda; “Jika telah masuk penduduk surga ke dalam surga (terdengarlah) suara yang memanggil, ‘Wahai penduduk surga! Sesungguhnya kalian mendapat janji di sisi Allah dan Dia ingin merealisasikan janji-Nya untuk kalian.’ Mereka bertanya, ‘Apakah janji itu? Bukankah Dia telah memutihkan wajah-wajah kami, memberatkan timbangan-timbangan kami, memasukan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?” Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Maka Dia membuka tabir, dan mereka pun melihat kepada-Nya, dan tidaklah Dia memberikan suatu pemberian yang lebih mereka cintai daripada melihat kepada-Nya.” Dalam hadits lain diterangkan bahwa, “Mereka tidak berpaling pada suatu kenikmatan yang lain sepanjang mereka melihat kepada (Wajah Tuhan)-nya.”

Kematian adalah takdir yang pasti, tanpa menghiraukan apakah orang itu siap atau tidak, suka atau tidak. Oleh karena itu, yang patut menjadi fokus seorang Muslim adalah bagaimana ia mempersiapkan diri dalam menghadapinya. Ketakutan akan neraka, serta keinginan untuk memperoleh surga harus menjadi acuan langkah serta tindakannya. Satu-satunya jalan untuk mencapai surga adalah dengan taat kepada Allah SWT. Ketaatan kepada Allah dapat diwujudkan dengan selalu berupaya melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Wallahu a’lam bish-shawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image