Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rochma Ummu Satirah

Polemik Anggaran Makan Siang Gratis, Islam Punya Solusi

Ekonomi Syariah | Monday, 11 Mar 2024, 11:14 WIB

Polemik Anggaran Makan Siang Gratis, Islam Punya Solusi

Oleh: Rochma Ummu Satirah

Satu program yang dikampanyekan oleh calon presiden nomor 2 adalah pemberian makan siang gratis. Sejalan dengan prediksi kemenangannya berdasarkan hitung cepat, terjadi polemik mengenai anggaran untuk program ini. Banyak wacana yang terus berkembang saat ini, salah satunya adalah penggunaan dana BOS demi terlaksananya program ini.

Anggaran Makan Siang Gratis dari Dana BOS

Muncul wacana penggunaan dana BOS untuk merealisasikan janji kampanye calon presiden nomer 2. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran saat meninjau uji coba program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang, (nasional.kompas.com/07-03-2024).

Airlangga menyampaikan bahwa dana BOS bisa menjadi salah satu opsi sumber dana program makan siang gratis. Hal ini disebabkan dana BOS sudah memiliki pipeline anggaran yang jelas dan spesifik sehingga bisa dijadikan sarana untuk realisasi program ini.

Wacana ini pun serta merta mendapatkan respon pro dan kontra dari masyarakat. Karena melihat bagaimana realitas dana BOS itu sendiri yang memang belum mampu untuk mengakomodir keperluan dunia pendidikan.

Hanya saja, wacana ini pun masih dipertimbangkan oleh pihak penguasa. Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan bahwa wacana yang digulirkan Airlangga di atas masih dalam tataran wacana. Pemerintah belum menetapkan hal tersebut. Pemerintah sedang berusaha untuk mengakomodasi dalam anggaran semua program yang diusung oleh pemerintah berikutnya.

Polemik Anggaran

Program makan gratis yang telah dijadikan jargon dan diusung oleh calon presiden nomor 2 seakan berhasil membius masyarakat. Seakan menjadi mimpi indah dan harapan manis. Hanya saja, dalam realisasi menemukan masalah terutama dalam penganggaran untuk program ini. Pemerintah seakan bingung untuk menemukan pos anggaran mana yang mampu untuk menutupi kebutuhan ini.

Kebingungan pemerintah sejatinya menjadi hal yang wajar saat negara tidak memiliki anggaran yang paten, terutama perihal pemasukan. Saat ini, pemasukan utama negara adalah dari pajak. Sedangkan pos pengeluaran bisa dikatakan sudah penuh dengan program-program. Memasukan program baru tentu akan berakibat pada keseluruhan rancangan keuangan negara yang ada.

Tambal sulam menjadi satu kebiasaan yang dijalankan dalam otak-atik anggaran. Sudah menjadi ciri khas negara kapitalis mengenai tidak efisiennya anggaran, borosnya anggaran, serta tidak amanahnya pembuat dan pelaksanaan anggaran tersebut. Bahkan, di sistem ini, sangat mudah sekali terjadi korupsi anggaran demi kepentingan pribadi atau golongan.

Islam Punya Solusi

Persoalan pemberian makan siang gratis untuk rakyat, terutama anak sekolah bukanlah soal rumit dalam Islam. Islam mengharuskan negara melakukan pengelolaan keuangan melalui mekanisme pasti sehingga memampukan hal ini. Bahkan, tak hanya makan siang gratis, Islam mampu menghadirkan pendidikan gratis, kesehatan gratis serta berbagai layanan umum lainnya secara gratis. Gratis untuk golongan kaya dan miskin. Gratis pun tidak bermakna tidak berkualitas. Tapi, Islam mengharuskan ada pelaksanaan pelayanan dengan menjaga kualitasnya.

Bagaimana mungkin Islam melakukan hal ini? Pertama, Islam mengharuskan negara untuk mempunyai sumber pemasukan negara yang baku. Tidak seperti saat ini, sumber pemasukan kas negara yang utama tidak pada pajak. Tapi, pada pengelolaan harta kekayaan milik negara dan miliki umum, pengelolaan harta kharaj, jizyah, fai' serta zakat.

Allah Swt telah mengkaruniakan hampir seluruh negeri-negeri muslim dengan kekayaan alamnya. Inilah yang menjadi modal besar untuk menghidupi umat serta mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Pengelolaan dari sumber daya alam yang melimpah inilah yang akan mampu digunakan untuk pos pengeluaran mana saja. Sebut saja makan gratis ini. Bahkan, sejarah peradaban kejayaan Islam telah membuktikan bahwa negara yang menerapkan aturan ini mampu untuk menghadirkan layanan gratis di berbagai bidang. Misalnya pendidikan, kesehatan, dan transportasi.

Tak hanya mengratiskan pendidikan, negara ini juga akan memberikan kesejahteraan pada seluruh komponen pendidikan, misalnya guru, pegawai non-operasional, bahkan murid. Gaji guru di masa Khalifah Umar bin Khatab adalah sebesar 15 dinar.

Untuk murid sendiri, mereka pun mendapatkan apresiasi dari negara dengan pemberian banyak kemudahan. Karena mereka dalam posisi yang mulia yaitu sebagai penuntut ilmu di mana Islam sangat mengangungkan posisi mereka. Negara pun melakukan hal yang sama dengan memberikan kemudahan fasilitas. Sebut saja seperti fasilitas sekolah yang memadai, perpustakaan yang lengkap, serta komponen kemudahan lain seperti laboratorium, asrama, dan yang lain.

Sejarah mencatat adanya Madrasah Al-Muntashiriah yang didirikan oleh Khalifah Al-Muntahsir Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini, setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar setara 4,25 gram emas.

Sehingga, negara akan sangat mampu untuk hanya memberikan makan siang gratis. Karena sudah terbukti mampu memberikan layanan pendidikan secara gratis pula. Sangat berbeda dengan keberadaan negara saat ini yang justru kebingungan untuk mencari pos pemasukan guna membiaya program yang dijanjikan.

Kebingungan ini tak akan ditemukan jika negara menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek pengaturannya, salah satunya di bidang ekonomi dan pendidikan. Negara yang mampu menjalankan ini adalah daulah khilafah Islamiyah dan bukan negara saat ini yang berasas pada ide kapitalisme sekuler. Melihatnya, tidak inginkan kita untuk menghadirkan kembali negara tersebut? Negara yang meletakan sistem perundang-undangannya dalam aturan Islam. Wallahu'alam bishowab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image