Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Munawar Khalil N

Meneguk Makna Hidup dari Film Perjalanan Pembuktian Cinta

Agama | Saturday, 09 Mar 2024, 23:23 WIB

"Lha, ngapain sedih, toh apa sih yang menjadi milik kita? Tidak ada. Jadi, suka-suka DIA mau buat kita jadi apa."

Foto: www.google.com

Apa yang didengar Fathia dari seorang perempuan tunanetra yang ditemuinya di jalan menghentak kesadarannya akan kasih sayang Sang Pencipta. Bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkannya, justru Fathia sendiri yang lari menjauh dari Tuhan manakala ia merasa ujian hidupnya terlalu berat dijalani.

Adalah Fathia, wanita yang lahir dan besar dalam lingkungan pesantren. Taat dan patuh kepada kedua orang tuanya. Bahkan ketika sang ayah yang juga mengajar di pesantren itu berambisi menikahkan Fathia dengan seorang donatur pesantren yang kaya raya, ia tidak sanggup melawan. Meski hatinya berontak. Sebab ia dinikahkan dengan laki-laki yang hampir seumuran ayahnya, dan statusnya ternyata menjadi istri kedua dan dinikahi secara sirri.

Fathia tengah hamil besar, dan orangtuanya diusir dari pesantren karena berselisih dengan pemilik pesantren. Pada saat yang sama, ia juga diancam istri pertama agar menjauh dari suaminya. Fathia berada di titik nadir. Meragukan kasih sayang Allah, sebab sepanjang hidupnya hanya diisi dengan menghafal Alquran, mengabdi di pesantren, dan taat kepada kedua orang tua. Namun ia merasa menjadi orang paling malang sedunia. Ia protes kepada Allah dengan berhenti melakukan ibadah kepada-Nya.

Lalu ia tersadarkan dengan perempuan tunanetra itu. Yang dengan enteng dan penuh semangat meyakini bahwa kehidupan yang dijalaninya adalah hidup yang diridhai oleh Tuhan. Dan karena itu, meskipun dengan mata yang cacat, ia masih bisa merasakan kasih sayang Allah. Masih meyakini bahwa hidupnya adalah yang terbaik baginya. Ia sesungguhnya tidak buta, hanya matanya saja yang tidak bisa melihat objek. Tapi batinnya memandang kehidupan yang luas ini.

"Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (QS Al-Hajj ayat 46)

Apa yang saya tulis di atas hanyalah sekelumit cerita di dalam film Perjalanan Pembuktian Cinta yang dibintangi Dea Annisa dan Teuku Ryan. Tapi senyatanya kita banyak menemukan orang-orang buta yang justru punya "mata" lebih jelas dalam melihat hidup. Sehingga mereka tidak terbatasi oleh keterbatasan penglihatan fisik, dan tetap optimis melanjutkan hidupnya.

Putri Ariani, mampu berkarya hingga di pentas internasional sebagai penyanyi, meskipun matanya tidak bisa melihat. Budi Hardian, Stand Up komedian yang mampu mengubah kesedihannya sebagai tunanetra menjadi sebuah cerita yang menghibur banyak orang. Dua di antara begitu banyak orang dengan penuh keterbatasan mampu melampaui capaian orang yang secara fisik sempurna.

Ada banyak hal yang bisa kita petik dari film tersebut sebagai pelajaran. Namun saya tidak bisa mengurai lebih banyak lagi. Karena bagi saya, dengan satu scene tokoh utama dengan perempuan buta itu sudah cukup menarik bagi setiap orang untuk merefleksikan kehidupan masing-masing.

Kata Henry Manampiring dalam Filosofi Teras, mengutip kata William Shakespeare, there is nothing either good or bad, but thinking makes it so. Tidak ada hal yang baik atau buruk. Pikiran kitalah yang menjadikannya baik atau buruk. Artinya sesuatu yang baik atau buruk itu lahir dari interpretasi kita terhadapnya.

Sepertinya kata-kata tidak semudah membalik tangan. Apalagi jika kita belum mengalami langsung sesuatu yang berat dalam hidup. Namun dengan melihat banyaknya orang yang berhasil melampaui ujian terberat dalam hidup mereka, kita mungkin bisa menjadi lebih kuat menghadapi hidup kita sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image