Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Afy Rizky Awalia

Refleksi pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Pengaplikasian Kurikulum Merdeka

Eduaksi | Friday, 01 Mar 2024, 08:39 WIB
Dasar-dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara. Foto: Ki Hajar Dewantara

Sepenggal kalimat pada pidato Ki Hadjar Dewantara “Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam Masyarakat kebangsaan”. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana mewariskan kebudayaan dan karakter Indonesia dari satu genersai ke generasi lainnya (Yumriani dkk, 3: 2022). Pendidikan kebudayaan dan karakter sangatlah penting untuk meneruskan dan menjaga kebudayaan nasional dan nilai-nilai leluhur bangsa Indonesia. Tanpa pendidikan kebudayaan, sedikit demi sedikit nilai-nilai kebudayaan Indonesia akan hilang. Pendidikan di Indonesia harus berlandaskan kebudayaan dan berkarakter Indonesia tidak bisa sepenuhnya menerapkan pendidikan lain. Menurut Ki Hadjar Dewantara terapkanlah sifat-sifat baik di seluruh dunia, sehingga dapat memperkaya kebudayaan Indonesia bukan menghilangkan atau mengganti kebudayaan Indonesia. Indonesia harus memiliki jati diri (berpribadi) dengan mampu membentuk karakter bangsa sendiri serta berani untuk percaya pada karakter kebudayaan Indonesia.

Pendidikan harus sesuai kultur budaya yang ada pada suatu negara, termasuk pendidikan Indonesia harus sesuai dengan kultur budaya Indonesia. Pendidikan yang sesuai atau berdasarkan kultur budaya menunjukan pendidikan Indonesia yang mempunya ciri khas. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif tinggi Hak Asasi Manusia, Nilai Keagamaan Nilai Kultur, dan Kejemukan Bangsa” Pendidikan yang berdasarkan budaya membuat generasi muda menghargai kebudayaan, adat istiadat Indonesia. Hal ini penting karena semakin majunya zaman semakin bebas proses asimilasi dan globalisasi yang dinilai tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Pentingnya pendidikan yang berlandaskan budaya dan kultur, agar budaya Indonesia tidak hilang tergerus oleh zaman. Tetapi pendidikan pun harus tetap berkembang mengikuti zaman yang artinya pendidikan harus terus bergerak maju tidak hanya terpaku pada satu sistem.

Pemikiran mengenai kebudayaan merupakan bagian dari pendidikan terdapat dalam filosofis pengembangan kurikulum merdeka yang saat ini sedang berlaku di Indonesia setelah pengembangan dari kurikulum 2013 revisi, Kurikulum merdeka menurut pandangan Ansari (2022) merupakan kurikulum intrakulikuler yang mana memiliki konten pembelajaran yang lebih beragam. Pengoptimalan pemberian konten kepada peserta didik dilakukan dengan memberikan waktu kepada peserta didik untuk menggali pengetahuan dan membangun kompetensi pada dirinya masing-masing. Kurikulum merdeka lebih menekankan bahwa budaya lokal dan budaya nasional menjadi dasar peserta didik dalam belajar serta proses pengembangan karakter sehingga nantinya peserta didik dapat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya di Indonesia. Perwujudan kebudayaan pada kurikulum merdeka tertuang pada sebuah projek penguatan profil pelajar pancasila. Proyek ini dijadikan sebagai sebuah perwujudan nilai-nilai bangsa indonesia dalam mengembangkan karakter dan kompetensi peserta didik. Profil pelajar pancasila diwujudkan dalam beberapa dimensi, yaitu: 1)Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Berkebhinekaan global; 3) Bergotong royong; 4) Kreatif; 5) Bernalar kritis; dan 6) Mandiri.

Pendidikan diperlukan untuk mengembangkan potensi anak-anak dalam mengembangkan diri untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan seperti menurut Ki Hadjar Dewantara “Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagi manusia maupun sebagai anggota masyarakat”. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yang berpihak pada peserta didik ialah pendidikan yang menuntun tumbuhnya potensi, minat, bakat serta sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman anak. Pendidikan yang berpihak pada peserta didik menekankan pada minat, kebutuhan, kemampuan individu, menghadirkan model dan metode belajar yang menggali motivasi untuk menjadikan pembelajar sepanjang hayat dan selalu ingin tahu terhadap informasi dan pengetahuan. Karakteristik Pendidikan yang berpihak pada peserta didik antara lain manusia merdeka, mengembangkan potensi, bakat dan minat serta kodrat anak (kodrat alam dan kodrat zaman).

Ki Hadjar dewantara pun berpendapat bahwa pendidikan itu harus memiliki konsep Tri Rahayu yaitu konsep pendidikan kebahagiaan, dipertegas dengan pendidikan merupakan tercapainya sebuah keselamatan dan kebahagiaan sebagai individu dan bagian dari masyarakat yang setinggi-tingginya maka kekuatan kodrat yang tumbuh pada anak-anak perlu untuk dituntun atau dengan kata lain perlu dibimbing (Dewantara, 2013: 33). Refleksi konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dengan konsep pendidikan ini terdapat pada kurikulum merdeka. Konsep pendidikan yang menekankan pada kebahagiaan peserta didik dalam proses pembelajaran. Konsep Tri Rahayu Ki Hadjar Dewantara sejalan dengan konsep kebahagiaan dalam kurikulum merdeka meliputi pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik, pembelajaran berpusat pada peserta didik, Serta adanya tindakan tegas atau penanganan terhadap hal-hal yang menyimpang seperti intoleransi, bullying (perundungan), dan kekerasan seksual. Tidak hanya itu pembelajaran yang berpihak pada peserta didik dalam kurikulum merdeka adanya istilah pembelajaran diferensiasi. Pembelajaran diferensiasi merupakan suatu pendekatan yang mengakui bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda.

Ki hajar Dewantara memiliki Trilogi kepemimpinan yaitu Ing Ngarso Sung Tuluda makna dari semboyan tersebut yaitu di depan menjadi teladan, yang artinya seorang guru atau pendidik harus menjadi panutan atau teladan bagi para muridnya. Kedua Ing Madya Mangun Karsa, ditengah-tengah memberikan ide atau gagasan yang berarti dapat menciptakan sebuah ide atau gagasan, dengan kata lain guru dapat memfasilitasi berbagai metode, strategi maupun model dalam proses pembelajaran. Terakhir Tut wuri Handayani, dibelakang memberikan dorongan atau arahan Sebagai seorang guru harus berada di belakang anak didik untuk memberikan dorongan atau arahan. Konsep trilogi kepemimpinan pada kurikulum merdeka digunakan dalam konteks pelaksanaan pembelajaran guru harus bisa menjadi fasilitator dalam pembelajaran, bahwa guru dituntut untuk mampu bersikap aktif, semangat, kreatif, inovatif serta terampil guna menjadi fasilitator.

Kesimpulan

Dasar-dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan Indonesia dalam pengembangan kurikulum, Salah satunya kurikulum yang berlaku pada saat ini kurikulum Merdeka. Konsepsi pendidikan dan kebudayaan berimplikasi pada landasan filosofis kurikulum merdeka. Dengan kata lain bahwa gagasan, konsep dan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dijadikan sebagai landasan filosofis, landasan teoritis dan prinsip pembelajaran dalam kurikulum merdeka.

Referensi

Dwipratama, A. A. Study of Ki Hadjar Dewantara's educational thinking and its relevance to Kurikulum Merdeka. Inovasi Kurikulum, 20(1).

Diunduh dari https://ejournal.upi.edu/index.php/JIK/article/view/54416/pdf_id

Efendi, P. M, dkk. (2023) Relevansi Kurikulum Merdeka Dengan Konsepsi Ki Hadjar Dewantara: Studi Kritis Dalam Perspektif Filosofis-Pedagogis. Jurnal Elementaria Edukasia. 6 (2), 548-561

Diunduh dari https://ejournal.unma.ac.id/index.php/jee/article/view/5487

Ki Hajar Dewantara. 2013. Karya Ki Hadjar Dewantara: Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap, Merdeka bagian pertama pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa

Yumriani, dkk. (2022). Pengertian Pendidikan, Ilmu Pendidikan Dan Unsur-Unsur Pendidikan. Al Urwatul Wustsqa: Kajian Pendidikan Islam. 2(1). 1-8

Diunduh dari https://journal.unismuh.ac.id/index.php/alurwatul/article/view/7757

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image