Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jaja Jamaludin

Dosa Teologis Sekolah

Eduaksi | Wednesday, 28 Feb 2024, 07:34 WIB

Oleh Jaja Jamaludin

Praktisi pendidikan tinggal makasaar

Dalam terminologi teologi, proses pendidikan tiada lain adalah menjemput Nilai-nilai Kebenaran untuk kemudian diinternalisasi secara komprehensif dan diejawantahkan dalam hidup dan kehidupan. Penjemputan Nilai-nilai kebenaran itu konsekwesi logis dari karakter dasar yang disematkan Tuhan pada manusia sebagai makhluk yang hanif, yaitu makhluk yang senantiasa bertendensi pada Nilai-nilia Kebenaran. Dalam logika ushul fiqh disebutkan bila untuk mencapai sesuai yang wajib memerlukan proses atau support atau eksistensi apapun sebagai mendium untuk menunaikan kewajiban itu maka mengadakan proses, supporting atau eksistensi apapun itu menjadi wajib pula.

Itulah sebabnya mengapa kehadiran sumber ilmu, guru dan medium atau fasilitas untuk menuntut ilmu menjadi hal yan wajib pula adanya. Karena semua itu akan menghantarkan pada puncak tertinggi kehanifan seseorang terhadap Nilai-nilai kebenaran. Apapun jenis dan macamnya tentu saca seluruh faktor penopang tertunaikannya kawajiban, maka menjadi wajib pula untuk diwujudkan.

Persoalanya, jika faktor pendukung untuk pencapaian koordinat hanif itu ternyata pada empiriknya justru gagal mengantarkan seseorang menemukan koordinat kehanifannya, apakah eksistensinya masih berkadar wajib atau justru haram. Terlbih bila faktor pendukung itu justru bukan saja bias mengantarkan sesoorang kepada koordinast hanif, tetapi telah memproduksi peradaban antitesa kehanifan seseorang. S

udah barang tentu kadar eksistensinya menjadi tidak wajib bakan boleh jadi berubah menjadia haram. Lalu, kalau faktor pendukung (sumber ilmu, guru, sekolah) justru telah memproduksi peradaban anti-hanif ini tetap ada, maka secara teologis pula subjek yang berdiri dan atau pihak yan bertanggung jawab atas hadirnya faktor pendukung yang disfungsional itu bukan saja harus bertanggung jawab melainkan telah sempurna menyandang predikat pelaku Dosa teologis penyelenggara pendidikan.

Dosa Teologis SekolahJika entitas sekolah termasuk masyarakat pendidikan sekolah tersebut tidak mampu mengantarkan anak didik menemukan koordinat hanifnya peserta didik, maka eksistensi sekolah tidak lagi wajib melainkan boleh jadi haram. Mungkin saja tidak seluruhnya entitas sekolah gagal mengahantarkan anak didiknya sebagai insan yang hanif, maka kadar dosa teologis sekolah tentu gradasional. JIka penyelenggaraan pendidikan sekolah justru telah melahirkan peradaban antitesa dari peradaban hanif, saat itu pula sekolah seharusnya bukan saja dibubarkan tetapi juga harus menebus dosa-dosa teologisnya selama ini dialakukan. wallauhu'alam#refleksipendidikan#

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image