Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Ideologi Kiri Antara Sosialisme Demokrasi dan Komunisme

Sejarah | 2024-02-22 10:14:16
Ilustrasi aksi kelompok sosialis

Komunisme sebagai ideologi negara dapat dikatakan sudah mengalami kehancuran di awal tahun1990-an, ditandai runtuhnya tembok Berlin, memisahkan Jerman Barat dengan Jerman Timur, serta tercerai-berainya negara-negara terhimpun di persekutuan “negara adidaya” Uni Soviet. Meskipun saat ini terdapat beberapa negara masih menerapkan sistem komunisme seperti Cina, Vietnam, Cuba dan lain-lain, tetapi sistem ekonomi mereka, sejatinya sudah bergerak sangat jauh mengadopsi ekonomi pasar terbuka, yang menjadi tanda penting dari hadirnya kapitalisme dinegara-negara tersebut.

Membicarakan komunisme tentu tidak bisa lepas dari diskursus ideologi sosialisme, menjadi akar kemunculan berbagai varian ideologi seperti sosialisme utopis, sosialisme ilmiah (marxisme), komunisme (marxisme-leninisme), dan sosialisme demokrasi (sosdem). Tulisan ini menguraikan secara singkat diskurus antara komunisme dengan sosialisme demokrasi, tetapi sebelumnya penulis terlebih dahulu menjelaskan definisi dari ideologi itu sendiri, sehingga para pembaca bisa memahami secara komprehensif dialektika di antara kedua varian ideologi sosialisme tersebut.

Ideologi Politik

Ideologi berasal dari kata Yunani, idea berarti pemikiran atau gagasan, dan lugas bermakna ilmu, jadi bisa diartikan ideologi itu ilmu yang mempelajari ide, gagasan, atau pemikiran (Darma, 2009). Ideologi sendiri memiliki beberapa karakteristik. Pertama, pemahaman mengenai tatanan sosial terjadi. Kedua, menawarkan model masyarakat ideal diinginkan atau “masyarakat yang baik”. Ketiga, memberikan panduan bagaimana perubahan politik diinginkan (Heywood, 2016).

Ideologi sosialisme menjelaskan tatanan sosial terjadi ditengah-tengah masyarakat, bahwa terjadi polarisasi dua kelas sosial berhadap-hadapan, antara kelas pemilik modal (kapitalis) memiliki kekayaan melimpah, dengan kelas yang tidak memiliki modal (proletar), hanya menjual tenaga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dari adanya kontradiksi tajam itu, mengakibatkan ketimpangan antara pemilih modal dengan pemilik tenaga, dampaknya selain terjadi eksploitasi satu kelas pada kelas lain, juga hadirnya akumulasi kepemilikan tanpa batas, terjadi kemiskinan akut dan parah.

Akibat munculnya ketimpangan sosial itu, ideologi sosialisme menawarkan gambaran masyarakat ideal yang dicita-citakan, yaitu menghendaki penghapusan sistem hak milik pribadi untuk digantikan sistem kepemilikan bersama (kolektivitas), atau menghendaki intervensi negara dalam mengatur kepemilikan kekayaan, sehingga distribusi kekayaan itu bisa merata ke seluruh masyarakat, artinya kepemilikan individu atas aset-aset produksi dapat diminimalisir, dengan berbagai batasan regulasi yang ketat.

Untuk mencapai masyarakat ideal, ideologi sosialisme memiliki strategi atau cara, tetapi terjadi perbedaan pendapat tentang strategi diantara para penyokong sosialisme itu, melahirkan banyak varian ideologi, diantaranya komunisme dan sosialisme demokrasi (sosdem), kedua varian sosialisme yang memiliki perbedaan tajam dalam mewujudkan cita-cita sosialisme.

Karl Marx. FOTO/commons.wikimedia.org

Komunisme dan Revolusi

Komunisme tidak bisa melepaskan diri dari sosok Karl Marx (1818-1883) dari narasi sejarahnya, tokoh satu ini mengilhami kelahiran ideologi komunisme di dalam panggung sejarah politik dunia.

Karl Marx merupakan pemikir ekonomi, filsuf, dan sosiologi abad 19, yang pemikirannya sangat mempengaruhi dunia, Marx berbeda dengan para filsuf lain, karena selain mengubah cara pandang manusia berpikir, juga mengubah cara manusia bertindak, maksdunya berpikir untuk melakukan perlawanan. Kritik Marx pada kapitalisme dapat kita simak dari argumentasinya ketika melihat kelas buruh (proletar) bekerja, menurutnya proletar itu terasing ketika berkerja dalam sistem kapitalisme. Sebelum Marx menjelaskan keterasingan bekerja, terlebih dahulu Marx bertanya apa perbedaan antara manusia dengan binatang?

Menurutnya manusia tidak bisa secara langsung mencukupi kebutuhanya sendiri, tetapi binatang bisa langsung mencukupi kebutuhanya dari alam. Karena manusia perlu mengolah alam agar sesuai dengan kebutuhannya, misal manusia membutuhkan makanan, maka ia bekerja menamam padi, memanen, dan memasaknya menjadi nasi (Suseno, 1999).

Pekerjaan mengolah alam kata Marx merupakan bentuk dari pekerjaan paling mendasar dari manusia, yang membuat dirinya nyata, karena manusia dapat bekerja dengan bebas bersama alam. Dengan bekerja manusia membuktikan dirinya sebagai mahluk sosial, saling membutuhkan satu sama lain, tidak mungkin tiap orang dapat memenuhi kebutuhanya dengan bekerja sendiri. Bahkan, menurut Marx manusia akan lebih senang menghadiahkan hasil kerjanya kepada orang lain dari pada menjualnya, karena akan merasa dihormati dan diterima hasil kerjanya (Suseno, 1999).

Tetapi dalam sistem kapitalisme kata Marx, nilai kerja itu mengalami pemaknaan berbeda, sehingga manusia bekerja bukan karena kebebasan atau kegembiraan, tetapi di dalam sistem kapitalisme manusia bekerja karena terpaksa, sebagai syarat bisa hidup dengan menjual tenaganya, jadi pekerjaan tidak mengembangkan, melainkan mengasingkan manusia, terlebih manusia menurut Marx bekerja dengan upah murah, kaum proletar tidak mendapat hak secara adil dari kelas kapitalis (Suseno, 1999).

Karl Marx menganjurkan kelas proletar melakukan perlawanan dengan revolusi sosial menggulingkan pemerintahan, karena Marx menilai negara itu telah dikuasai oleh kelas sosial yang menguasai ekonomi. Pemerintah tidak lagi bersifat netral, setelah berhasil menggulingkan pemerintah, kelas proletar membentuk pemerintahan baru, dibawah diktaktor proletariat (rezim bertugas membasmi sisa-sisa pemerintahan sebelumnya).

Konsep diktaktor proletariat kemudian menuai banyak kritik, karena dalam praksisnya diktaktor proletariat ini menjadi mesin memberangus kebebebasan dan membunuh kelompok-kelompok tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah, dibawah sistem komunisme jutaan nyawa melayang karena menuntut kebebasan berpolitik.

Eduard Bernstein. FOTO/ wikipedia.org

Sosialisme Demokrasi (Sosdem)

Ajaran Karl Marx mengajurkan revolusi sosial kepada kelas buruh menuai kritik dari banyak pemikir kiri, salah satunya bernama Eduard Bernstein (1850-1932), menurutnya perjuangan sosialisme harus diperjuangkan secara damai dan bertahap, gerakan sosialisme harus meninggalkan retorika bersifat revolusioner, menerima konsekuensi dari sistem demokrasi, dengan menjadikan spirit reformasi sebagai strategi perjuangan kelompok kiri.

Ideologi sosialisme demokrasi kemudian hari banyak diadopsi oleh partai-partai kelas pekerja di negara-negara eropa, bahkan sampai hari ini kelompok sosialis itu masih tetap eksis, serta banyak menempatkan para aktifisnya duduk di kursi parlemen dan eksekutif.

Berikut pemikiran kelompok kiri sosialisme demokrasi. Pertama, memperjuangkan ekonomi campuran (sosialis-kapitalisme) bentuk perpaduan kepemilihan negara dengan swasta, antara kapitalisme pasar bebas dan kolektivisme negara. Misalnya di masa pemerintahan Attlee dari Partai Buruh (1945-1951) di Inggris, mereka melakukan nasionalisasi (listrik, gas, batu bara, baja, kereta api, dan lain-lain) tetapi tetap membiarkan industri lain, tetap dikuasai pihak swasta (Heywood, 2016).

Kedua, kelompok sosialisme demokrasi mendukung manajemen ekonomi, dengan mengeluarkan regulasi mendukung pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, secara beriringan, artinya kelas pekerja mendapat perlindungan dari negara, tanpa menghancurkan spirit kompetisi dari kapitalisme. Ketiga, kelompok sosialis demokrasi mendukung konsep negara kesejahteraan, sebagai cara menghumaniskan wajah kapitalisme, dimana negara terlibat mendistribusikan kesetaraan sosial dan menghapuskan kemiskinan, sistem kapitalisme tidak dihapuskan, tetapi dimodifikasi lebih ramah terhadap kelas buruh dan kelompok miskin (Heywood, 2016).

Kombinasi ketiga hal ini membuat sosialisme demokrasi bertahan dan bahkan berkembang di beberapa negara, meskipun terus menghadapi tantangan dan kritik dari berbagai pihak, sosialisme demokrasi menyesuaikan diri dengan nilai-nilai modern tentang keadilan sosial, kesetaraan, dan demokrasi. Ini membuatnya relevan bagi masyarakat yang menginginkan sistem yang memperhatikan kesejahteraan sosial dan distribusi yang lebih adil dari sumber daya.

Sedangkan komunisme model ekonomi dikembangkan terpusat dan terkontrol secara ketat oleh pemerintah, sehingga gagal menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sentralisasi kekuasaan dan kurangnya insentif ekonomi bagi individu dan perusahaan sering menghambat inovasi, produktivitas, dan alokasi sumber daya yang efisien.

Penutup

Dari paparan diatas mengenai studi ideologi sosialisme, diharapkan membantu memahami asal-usul, konsep, prinsip, dan nilai-nilai yang mendasari suatu ideologi. Ini memungkinkan untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai pandangan politik, sosial, dan ekonomi.

Gili Argenti, Dosen FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA).

Referensi Artikel

1. Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. (Bandung, Yrama Widya).

2. Heywood, Andrew. 2016. Ideologi Politik Sebuah Pengantar (Yogyakarta, Pustaka Pelajar).

3. Suseno, Franz Magnis. 1999. Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta, Pustaka Gramedia Utama).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image