Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Negeri Ini Memang Tak Baik-Baik Saja

Gaya Hidup | Tuesday, 20 Feb 2024, 09:18 WIB


Berawal dari pasang status Whatapp seperti ini:LUCUNYA NEGERIKUCPNS guru harus Sarjana, sedangkan CAPRES boleh lulusan SMA, bahkan MENTERI boleh lulusan SMP. Mereka inilah yg akan menentukan nasib para guru, termasuk guru besar. CPNS maksimal usia 35 tahun, Sedangkan CAWAPRES boleh 70 tahun.CPNS harus menyertakan SKCK,Sedangkan CALEG boleh mantan narapidana.Lucu TAPI NYATA

Lantas ada yang berkomentar, awalnya ia bercerita tentang adiknya yang kini sukses menjadi PPPK guru SD di usia 40 tahun. Dan bahwa mantan menteri Susi juga lulusan SMA, bahkan hingga sekarang SMAnya masih menjadi favorit di Yogyakarta. Sementara adik yang lainnya sudah jadi guru SMA swasta dan mencoba tes PPPK, namun diancam harus mengembalikan semua gaji selama mengajar di sekolah lama. Akhirnya batal.

Saya timpali dengan jawaban itulah fakta di negeri ini. Mencari pekerjaan meski sudah sarjana masih saja susah. Katanya, " ya makanya punya anak jangan banyak-banyak, sudah tahu hidup susah". Kaget sekali saya mendengar jawaban itu, tapi sebentar, jika saya kondisi awam, belum mengenal Islam secara kafah bisa jadi yang ada dalam benak sama persis seperti beliau.

Padahal coba lebih peka, apakah itu berarti Allah salah alamat memberikan rezeki anak? Dan apakah salah jika suami istri yang sudah sah dalam ikatan pernikahan melakukan tugas dan kewajibannya? Kalau tidak ada uzur mengapa mesti menggunakan kontrasepsi misalnya, lantas apakah kesulitan hidup hari ini termasuk uzur sehingga anak harus diatur jumlahnya?

Beliau tidak menghiraukan pertanyaan saya, malah mengatakan, enak di Jepang. Ternyata keluarga besarnya rata-rata sukses di Jepang meski awalnya jadi buruh serabutan. Apakah beliau tidak tahu bahwa rezeki terindah adalah ketika bisa mencari nafkah tanpa harus ke luar negeri? Selain banyak mudaratnya ini juga bukti kegagalan negara menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan di dalam negeri. Keluarga yang terpisah jauh, jelas tidak optimal dalam pembagian tugas mendidik dan merawat anak. Akan ada banyak fitnah.

Beliau mungkin juga tidak tahu, Jepang mengalami loss generasi karena anak mudanya lebih suka bekerja daripada membina rumah tangga. Dengan alasan repot dan biaya hidup yang tinggi. Sehingga usia produktif semakin sedikit dan yang banyak para orangtua yang tingkat produktifitasnya sudah jauh menurun.
Pemerintah Jepang hingga merayu warganya agar mau menikah dan memiliki anak. Ada pelayanan fantastis bagi ibu yang melahirkan di Jepang, berupa santunan, layanan kesehatan, edukasi hingga berbagai bonus hadiah untuk bayi dan ibu hingga anak usia 2 tahun. Nyatanya masih juga tak berhasil mengubah mindset generasi muda di sana.

Berita terbaru, Jepang dan Inggris mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut. Sesuai dengan kesepakatan definisi secara global, kedua negara tersebut mengalami resesi.Kontraksi ekonomi Jepang terjadi akibat populasinya yang menyusut. Pada tahun 2022, populasi negara menurun 800.000 yang merupakan kontraksi tahun ke-14 secara berturut-turut. Hal tersebut membatasi kemampuan negara untuk tumbuh karena membuat orang lebih sedikit mengonsumsi (detik.com, 17/2/2023).

Apa yang dibanggakan jika pertumbuhan ekonomi itu masih dalam definisi kapitalisme? Yang ada sejatinya kesenjangan yang dalam. Hanya orang yang memiliki akses dan permodalan besar saja yang bisa menikmati kesejahteraan.

Si komentator status WhatsApp saya masih mengatakan bahwa wiraswasta lebih baik, sekolah tak harus kerja kantoran. Ia kemudian mencontohkan anak-anaknya yang sudah bisa mandiri hanya dari les musik, dengan berani mengajari teman-temannya bermusik bahkan membentuk komunitas pemusik dan sudah menghasilkan pendapatan.

Lantas, apa salahnya jika ada orang yang tak suka berwiraswasta, ia pembelajar, ingin berilmu lebih tinggi, sebab negara juga butuh tenaga ahli bukan? Lihat saja bagaimana ucapan menteri Sri Mulyani dan Luhut bahwa kita lemah di SDM yang pintar teknologi selain juga kekurangan modal. Sehingga kita butuh asing sekaligus investasinya. Bukankah semestinya negara memerhatikan ini juga, sebab ilmuwan juga bagian dari pembangun peradaban.

Ketika Islam memimpin semua yang berilmu rata-rata menjadi polimath alias menguasai lebih dari satu ilmu. Siapa tak kenal Abu Ja'far Muḥammad bin Musa al-Khwarizmi Sang Ahli Matematika dan dijuluki bapak Aljabar. Ternyata beliau juga menguasai astronomi dan geografi. Beliau salah satu pendiri bidang astrolabe dan telah menyusun kurang lebih seratus tabel tentang bintang. Sekarang bagaimana bisa demikian cemerlang outpun pendidikannya, yang terbaru sebuah perguruan tinggi malah bekerja sama dengan aplikasi Pinjol untuk memfasilitasi mahasiswa yang kesulitan membayar UKT. Adakah keberkahan ketika muamalah sudah dicampuri riba? Kemana negara yang menjamin pendidikan mudah diakses oleh individu rakyat padahal masuk dalam salah satu kebutuhan pokok.

Ternyata dia masih punya jawaban, masih ada beasiswa, saya dulu semasa kuliah di UGM malah mendapatkan dua beasiswa. Dan banyak juga tuh anaknya orang tidak mampu yang sukses menjadi sarjana, anak sekarang itu banyak gaya, kuliah tidak serius yang dipentingkan hura-huranya. Aduh, mengapa melenceng ke sana ya, ok lah, gaya hidup anak muda sekarang memang sudah di luar nalar, itu juga karena kiblatnya adalah barat. Tapi itu ekses saja, pokoknya adalah ada negara yang abai terhadap urusan masyarakatnya, khususnya di pendidikan.

Seberapa kuat LSM atau yayasan penyedia beasiswa? Kebanyakan juga berafiliasi dengan sumber keuangan luar negeri, bahkan dengan negara kafir yang nota Bene statusnya kafir harbi atau mereka yang memerangi Islam dan kaum Muslim di belahan bumi lainnya. Jumlah anak yang tak mampu sekolah dengan baik, di negeri kita Indonesia sangatlah banyak, terlebih juga di daerah terluar, terpinggir dan tertinggal.
Ada hal yang kita harus waspada, bahwa semua ini bukan semata karena banyak manusia yang malas,gaptek teknologi, pengangguran tapi karena sistemlah semua kerusakan itu terjadi.

Dan tak mengejutkan jika beliau menutup diskusi dengan mengatakan "Kalau aku ndidik anak, hiduplah sesuai dengan kemampuan. Tak usah muluk-muluk, kecuali dah bisa cari duit sendiri. Nanti dia pasti bisa didewasakan dengan keadaan dan bisa memilah dan memilih". Apakah pembaca merasakan hal yang sama bahwa di dalam pernyataan itu ada egoisme yang tinggi?

Bak melepas anak dalam gelapnya rimba, sistem ini sudah bisa diprediksi kecacatannya, hingga menteri Mahfud MD mengatakan malaikat masuk sistem ini berubah menjadi iblis. Jika kita sayang anak, yuk rubah sistem! Jika kita ingin perbaikan , yuk bukan hanya dengan mengeluh semua harga mahal namun juga berjuang merubah keadaan dengan menegakkan Islam Kafah!

Di ujung percakapan dia minta diskusi dihentikan karena menurutkan kita berbeda pandangan. Sebab, ia yakin Allah Maha Pemberi Rezeki. Ah, bukankah perbedaan itu wajar, malah seharusnya menjadikan motor pemanas untuk lebih tahu solusi Islam, sebab selama percakapan, Islam dan syariatnya lebih sering saya singgung. Ya Allah, sedemikian jauh umat Islam dari agamanya. Kepekaannya kurang, hingga ia hanya ingin aman sendiri padahal negara tidak sedang baik-baik saja.

Jika Allah Maha Pemberi Rezeki, apakah kemiskinan Ekstrem ini artinya Indonesia tidak diberi rezeki oleh Allah. Padahal inilah penyebab utamanya, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya, "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan" (TQS Al-A'raf: 96).

Tidak adanya ketakwaan di bumi Allah-lah penyebabnya, sehingga manusia membuat aturan sendiri dalam menyelesaikan seluruh persoalan hidupnya. Dan jika hari ini kami mengungkapkan fakta kerusakan bukan karena benci dengan rezim. Namun justru rasa sayang, sebab pemimpin yang tidak menerapkan hukum Allah akan menciptakan bencana, sedang dirinya diancam neraka. Wallahualam bissawab



Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image