Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lulu Nugroho

Jakarta Jangan Hujan

Agama | Monday, 19 Feb 2024, 20:33 WIB

Hujan yang turun di beberapa wilayah di tanah air, tampaknya mulai menjadi masalah. Di Jakarta sendiri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat, sembilan rukun tetangga (RT) dan 29 ruas jalan di Ibu Kota terendam banjir, pada Rabu (14-2-2024) pagi. Data ini pun terus bertambah.

BPBD DKI Jakarta bahkan meminta warga mewaspadai potensi banjir pesisir atau rob di sembilan lokasi wilayah Jakarta pada 19-23 Februari 2024 menurut Stasiun Meteorologi Kelas I Maritim Tanjung Priok BMKG karena meningkatnya air laut, bersamaan dengan adanya fase bulan baru (purnama).

Di wilayah lain yaitu kabupaten Grobogan yang sempat dikepung banjir bandang pada Selasa (6-2-2024), sudah mulai surut. Sedangkan kabupaten Demak, Jawa Tengah, air masih merendam belasan ribu rumah, puluhan fasilitas pendidikan dan tempat ibadah, hingga ribuan hektare lahan pertanian. Grobogan dan Demak termasuk wilayah yang terdampak serius.

Bencana banjir laksana ritual berulang. Masyarakat pun nyaris pasrah menerima hal ini. Namun ada hal yang dapat diubah jika tidak menggunakan cara pandang kapitalistik. Pembangunan infrastruktur dan berbagai proyek kapitalistik lainnya, seringkali abai terhadap dampak lingkungan, serta kehidupan makhluk hidup. Demi cuan, keseimbangan alam dinomorduakan.

Pembangunan yang masif akan menutupi daerah serapan. Air tidak dapat diserap dengan baik, akhirnya mengalir ke pemukiman. Alih fungsi lahan atau deforestasi besar-besaran pun dapat mengakibatkan banjir atau longsor, mengganggu iklim, anomali cuaca, dan merusak daur air. Ketika hal ini terjadi, masyarakat akan sulit menjalani kehidupannya.

Pola hidup masyarakat seperti membuang sampah sembarangan atau membangun pemukiman di bantaran sungai, pun mempengaruhi aliran air dan dapat menyebabkan banjir. Gambaran kehidupan ala kapitalistik sangat jauh dari keberkahan dan mendatangkan banyak masalah.

Islam Solusi Kehidupan

Perlu perbaikan sistemik agar hujan dapat diterima sebagai rahmat dari Allah SWT dan masyarakat pun memanfaatkan kebaikan yang datang bersamaan dengan turunnya hujan.

Islam mewajibkan negara mengurusi rakyatnya, termasuk mendatangkan maslahat dan mencegah terjadinya musibah. Karenanya pola kebijakan negara pun menjamin sampainya rahmat pada semesta alam.

Tata kota yang baik memperhitungkan jumlah keluarga yang ada di satu wilayah, lengkap dengan fasilitas penunjangnya seperti jalan raya, sekolah, masjid, jembatan, rumah sakit, dan sebagainya, agar masyarakat dapat beraktivitas optimal di lingkungannya sendiri.

Negara juga akan memfasilitasi perumahan yang layak bagi warganya, sehingga tidak akan ada penduduk yang terpaksa membangun rumah di pinggir kali atau kolong jembatan yang akan membahayakan dirinya dan lingkungan. Termasuk mengatur drainase agar air tidak merusak dan menggenangi jalan atau bangunan, serta mengurangi kemungkinan terjadinya banjir.

Islam juga memiliki mekanisme yang mengatur kepemilikan, sehingga alih fungsi lahan tidak terjadi semena-mena atau menzalimi pihak lainnya. Dilengkapi dengan sistem persanksian terhadap para pelaku perusakan alam, yang bersifat penebus (jawabir) dan pencegah (zawajir) hingga menjamin tegaknya hukum Allah di setiap lini kehidupan.

Dalam Islam, alam tetap terjaga dengan habitat satwa dan tumbuhan yang akan mendatangkan kemaslahatan.

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لَّكُمْ مِّنْهُ شَرَابٌ وَّمِنْهُ شَجَرٌ فِيْهِ تُسِيْمُوْنَ

Artinya: "Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu. Sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan yang dengannya kamu menggembalakan ternakmu." (QS An-Naḥl: 10)

Maka Jakarta, biarlah hujan. Kelak akan ada pemimpin yang bersandar pada Kitabullah dan As-Sunah, yang akan menerapkan Islam kaffah, hingga mengantarkan hujan bukan sebagai bencana, melainkan salah satu rahmat yang diturunkan Allah SWT dari langit. Wa anzalnaa minas samaa-i maa-an.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image