Menghentikan Pembunuhan oleh Remaja Butuh Suport Sistem yang Ampuh
Agama | 2024-02-15 12:32:07Ngeri. Satu kata yang mungkn bisa mewakili kondisi remaja kita saat ini. Sosok muda yang harusnya masih berkutat dengan buku, malah lihai memainkan sajam untuk membunuh. Tragisnya, bukan hanya 1 orang yang dibunuh, tetapi satu keluarga (ayah, ibu dan 3 orang anak). Bahkan sebelum aksi tersebut, dia melakukan pesta miras dengan teman-temannya. Astagfirullah.
Remaja pelaku pembunuhan yang belum genap 17 tahun dan masih sekolah kelas 3 SMK, bikin kita speechless. Tak hanya membunuh, korban yang sudah meninggal, ibu dan anak perempuan pertama malah sempat diperkosa. Yaa Allah, kata apa lagi yang pantas disematkan pada perbuatan biadab itu?
Kasus yang terjadi di Desa Babulu, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Selasa, (6/2/2024) dini hari pekan lalu, tentu menjadi bukti kuat salah satu potret buram pendidikan Indonesia. Pendidikan di negeri ini bukannya mewujudkan siswa didik yang berkepribadian terpuji, tetapi malah mencetak siswa didik yang tega melakukan perbuatan sadis dan keji.
Kalau lah di UU No.20 tahun 2003 Pasal 3, memuat salah satu tujuan pendidikan nasional adalah menjadikan peserta didik sebagai sosok manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, pada faktanya tidaklah terwujud demikian. Ibarat pepatah jauh panggang dari api, hadirnya sosok remaja yang kuat iman dan berakhlak mulia di kehidupan sekuler sangatlah mustahil.
Bagaimana mungkin bisa kehidupan dan pendidikan sekuler yang menjauhkan agama sebagai pondasi kehidupan akan mampu mencetak generasi takwa? Iman mereka pada hukum Allah saja telah dikikis, diganti dengan ketundukan pada hukum manusia. Akhlak yang ditanamkan pada peserta didik pun bersifat nisbi tak lagi hakiki. Budi pekerti sesuai dengan hati nurani, tentu rawan hancur saat imbas perilaku dan kehidupan sekuler seringkali menyakiti nurani remaja.
Kehidupan broken, hilangnya fungsi kasih sayang dan pengarahan ortu karena sibuk kerja, teman sebaya yang hedon, liar, suka bullying dan body shaming, geng remaja yang merusak, guru dan lingkungan sekolah yang hanya fokus pencapaian gengsi akademis, dan segudang himpitan kerusakan pada remaja, adalah hal yang wajar berujung generasi keji tak terkendali. Meluasnya miras dan narkoba tanpa ada peran negara untuk menghentikan pabrik atau bandarnya, justru menjadi support sistem rusaknya generasi.
Belum lagi, lemahnya sanksi di negeri ini yang tidak mampu mencegah individu melakukan kejahatan. Angka residivis, mantan napi yang mengulangi tindakan kriminal di Indonesia cukup besar dalam rentan rasio global, yakni 14-45%. Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada Februari 2020 saja, dari total 268.001 tahanan dan narapidana, sebanyak 18,12% adalah residivis. Khusus narapidana, sejumlah 204.185 adalah residivis. www.ditjenpas.go.id
Lantas, tetap bertahan dan berharap kebaikan terwujud di sistem sekuler ini, apakah sebuah pilihan yang benar? Tentu tidak. Pilihan sistem terbaik bagi manusia dan generasi tentunya hanya yang bersumber dari Tuhan pencipta manusia. Dalam QS.Al Maidah ayat 50 Allah SWT telah menegaskan, bahwa hukum Allah SWT lebih baik daripada hukum jahiliah (buatan manusia) bagi orang-orang yang yakin dan iman terhadap agamanya.
Maka memilih sistem Islam sebagai sistem kehidupan adalah pilihan tepat dan terbaik. Sistem yang tegak berasaskan akidah Islam, yang membangun cabang sistem kehidupan meliputi sistem pemerintahan, pendidikan, sosial, ekonomi, sanksi pidana, dalam pondasi yang kokoh dan benar.
Sistem Pendidikan Islam yang bertujuan mencetak generasi berkepribadian Islam akan mampu melahirkan generasi berkualitas. Generasi yang mempunyai standar berfikir dan perasaan Islami. Mereka akan tumbuh menjadi sosok muda yang selalu menimbang dan memahami semua fakta kehidupan berdasar Qur’an dan Sunnah. Berprinsip dalam mengarahkan kecenderungan perbuatannya hanya karena halal dan haram.
Jika sosok demikian yang terwujud dalam pola Pendidikan Islami, maka rasa dendam, rasa marah, rasa tak suka atas segala hal yang dia dapati dalam kehidupannya, akan mampu difilter dan diarahkan pada kebenaran tuntunan Islam. Bukan pelampiasan hawa nafsu sesaat, yang membuat kerusakan dan kerugian pada diri maupun masyarakat.
Selain itu,sistem sanksi Islam yang menjerakan dan membuat pelaku maksiat atau kriminal tertebus dosanya di akhirat tentu akan makin meminimkan angka pelaku kriminal. Hukum jilid (cambuk) 100 kali dan pengasingan bagi pelaku zina yang belum menikah, akan membuat remaja berfikir beribu kali melakukan kriminalitas seksual berupa pemerkosaan. Kalau pun terjadi kriminalitas tersebut dan pelaku dihukum cambuk dan pengasingan, maka itu menjadi penebus dosanya di akhirat.
Islam juga menetapkan hukum qishash atau bunuh balik bagi pelaku pembunuhan tanpa alasan yang dibenarkan. Dalam kasus remaja di Babulu motif pembunuhan hanya berdasar dendam karena asmara ditolak dan sengketa peminjaman helm maupun masalah ayam, tentu bukan alasan yang dibenarkan untuk membunuh. Maka hukum qishash bagi pelaku pembunuhan tersebut, akan mencegah yang lain untuk melakukan kriminalitas yang serupa.
Suport sistem Islam juga memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak kejahatan, salah satunya dengan pengharaman miras yang merupakan induk kejahatan. Sangsi jilid (cambuk) 40-80 kali ditetapkan bagi peminum miras dalam Islam. Terlebih lagi, jika miras merupakan induk kejahatan maka, negara akan menutup semua akses terhadap beredarnya miras di masyarakat, baik berupa larangan meminumnya, pelarangan produksinya, pelarangan sarana distribusinya, pelarangan jual belinya, dll.
Sebagaiamana HR. Ibnu Majah, At Tirmidzi bahwa "Rasulullah saw. melaknat khamar bagi sepuluh orang, yaitu orang yang memeras (yang membuat khamar), yang minta atau menerima diperaskan khamar (minta dibuatkan), yang meminum khamar, yang membawa atau mengantarkan khamar, orang yang diantarkan khamar, yang memberikan khamar, yang menjual khamar, yang makan dari uang khamar, yang membeli khamar, dan orang yang dibelikan khamar."
Maka memilih sistem Islam sebagai support sistem yang ampuh untuk melahirkan generasi tangguh adalah satu-satunya pilihan yang tak bisa ditawar.
Wallahu’alam bishowab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.