Begadang sebagai Bentuk Balas Dendam atas Hari yang Melelahkan
Gaya Hidup | 2025-12-23 05:44:17
Hidup Annisa (18) dihabiskan dari satu ruang belajar ke ruang belajar lainnya. Pagi sampai siang di sekolah, sore sampai malam di tempat bimbel. Bahkan sampai di rumah pun, ia masih harus menyelesaikan tugas yang tak kunjung habis. Jam sebelas malam jadi satu-satunya waktu yang ada untuk melakukan apapun yang dia mau. Annisa berniat untuk scrolling media sosial selama 10 menit sebagai reward atas kesibukannya di hari itu. Tetapi, tiba-tiba jarum jam seperti loncat ke jam dua pagi. Badannya sudah terasa capek dan Annisa harus tetap pergi ke sekolah pagi harinya. Malamnya, ia melakukan hal yang sama. Sampai rumah jam delapan malam, menyelesaikan tugas sampai jam sebelas, lalu scrolling sampai jam dua pagi. Begitu terus sampai di Depok turun salju.
Belakangan ini, Annisa baru tahu kalau kebiasaan begadang tersebut punya istilah sendiri. Nah, Menurut Sleep Foundation, kondisi ini disebut dengan Revenge Bedtime Procrastination, yang terjadi ketika seseorang rela menunda jam tidur malamnya sebagai bentuk balas dendam setelah seharian mengurusi tugas dan pekerjaan. Yang menjadi masalah, momen ini sering datang ketika tubuh sudah capek. Kalau langsung tidur, rasanya seperti mengakhiri hari terlalu cepat, sedangkan begadang memberi ilusi kebebasan walau hanya dengan scrolling sampai muncul kantung hitam dibawah mata.
Akar dari kebiasaan ini sebenarnya sederhana, yaitu hari yang penuh dengan kesibukan. Dari bangun tidur sampai mau tidur, waktu dipakai untuk mengerjakan kewajiban. Ruang untuk santai baru dirasakan setelah semua kewajiban selesai. Sulit rasanya untuk merelakan waktu bebas tersebut sehingga waktu tidur pun menjadi korban. Penyebab lainnya adalah karena kelelahan mental. Otak yang bekerja seharian penuh tentu merasa lelah dan butuh sesuatu agar kembali segar.
Pada saat itulah otak mencari hiburan yang mudah dan instan. Orang pun rela menunda tidurnya dengan melakukan scrolling, menonton video pendek, dan apapun yang bisa memberikan rasa senang. Ironisnya, paparan sinar dari gadget membuat mata akan terus terjaga dan menyebabkan kesulitan tidur. Mata sulit diajak merem dan waktu istirahat menjadi sangat sedikit, berkebalikan dengan jadwal keseharian yang padat seperti bakso urat. Siklus ini terus berulang dan perlahan menggerogoti kesehatan.
Keinginan untuk me time setelah jadwal yang padat seharian sebenarnya adalah hal yang sangat wajar. Semua orang pun butuh itu. Yang menjadi masalah disini adalah ketika kita memakai waktu me time yang terlalu banyak, bahkan sampai begadang hanya untuk melakukan hal yang sebenarnya nggak penting-penting amat. Kalau terlalu sering begadang, tubuh yang akan menanggung akibatnya. Kurang tidur bikin badan menjadi lemas, kepala pusing, emosi menjadi tidak terkontrol, dan susah konsentrasi. Malamnya terasa menyenangkan, tetapi paginya tubuh terasa kliyengan seperti habis minum americano satu liter. Rutinitas semakin terasa berat untuk dijalankan, dan lagi-lagi malam harinya begadang menjadi pilihan dengan embel-embel self reward.
Barangkali kita tidak perlu trik rumit untuk berhenti begadang. Pertama-tama, kita harus mengakui bahwa kita capek. Me time tidak harus selalu dengan menonton dan menggulir layar tanpa berhenti. Hal tersebut bisa dialihkan untuk melakukan kegiatan yang lebih bermakna, misalnya dengan membaca buku yang sudah lama nangkring di rak tapi jarang disentuh, mendengarkan instrumental yang membantu tubuh rileks, melakukan peregangan simpel, atau berbincang sebentar dengan orang tercinta. Hal yang paling mudah dilakukan adalah mematikan gadget sebelum tidur, rebahan, lalu atur pernapasan dan berikan afirmasi positif ke diri sendiri supaya tubuh menjadi lebih tenang. Mengakui rasa capek dan mengizinkan diri sendiri untuk tidur bukanlah kekalahan, melainkan bentuk rasa sayang kita terhadap diri sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
