Panas Bagaikan Pilpres, Perseteruan Antara 3 Calon Putra Mahkota Dinasti Abbasiyyah
Dunia islam | 2024-02-01 18:27:58Kekhalifahan Abbasiyyah atau Dinasti Abbasiyyah adalah sebuah negara monarki Islam yang berpusat di Baghdad sebagai pelanjut pemerintahan Islam sejak zaman Rasulullah saw. Dinasti Abbasiyyah memakai sistem peralihan kekuasaan seperti pendahulunya, yaitu Kekhalifahan Umawiyyah atau Dinasti Umawiyyah yang menggunakan sistem monarki. Sistem yang dipakai oleh pemerintahan Islam ini mengikuti tren model negara pada zaman itu yang menggunakan sistem monarki atau kerajaan. Oleh karena itu tak mengherankan jika Abbasiyyah memakai sistem pemerintahan model kerajaan.
Biasanya dalam kerajaan itu, sang raja akan mengangkat putra mahkotanya dari anak tertuanya, tapi apa yang dilakukan oleh para khalifah Abbasiyyah “sedikit acak-acakan”dalam pemilihan putra mahkota. Pemilihan putra mahkota dalam pemerintahan Abbasiyyah tidak selalu diberikan kepada anak tertua, kadang putra mahkota diberikan kepada saudara tiri khalifah ataupun kepada keponakannya, hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Abul Abbas As Saffah yang mengangkat dua putra mahkota sekaligus, yaitu kakaknya Abu Ja’far Al Manshur dan keponakannya Isa bin Musa sebagai putra mahkota kedua yang kelak akan menggantikan Abu Ja’far. Praktik yang digunakan oleh Abbasiyyah ini sebenarnya sudah dilakukan oleh para khalifah dari Umawiyyah. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Sulaiman bin Abdul Malik ketika ia mengangkat Umar bin Abdul Aziz (sepupunya) kemudian dilanjutkan oleh adiknya Yazid bin Abdul Malik.
Pengangkatan putra mahkota yang di praktikkan Dinasti Umawiyyah dan Abbasiyyah ini sejatinya didasarkan pada kemampuan untuk memimpin negara. Contohnya ketika Abul Abbas mengangkat Abu Ja’far dan juga Isa bin Musa sebagai putra mahkota hal ini karena Abbasiyyah pada saat itu baru berdiri dan belum begitu kokoh. Oleh karena itu dibutuhkan pemimpin yang tegas untuk menjaga bangunan yang baru dibangun tersebut supaya tetap kokoh, maka sangatlah cocok sekali Abul Abbas memilih Abu Ja’far sebagai pengganti beliau. Lalu untuk Isa bin Musa sendiri, beliau adalah seorang yang ahli dalam medan pertempuran oleh karena itu ketegasan Isa bin Musa sebagai seorang jendral dibutuhkan untuk negara yang baru berdiri.
Pada praktiknya pengangkatan model seperti ini tidaklah selalu berjalan mulus. Pengangkaran dua putra mahkota sekaligus ini sering mengalami polemik dalam internal keluarga Abbasiyyah. Dimulai dari penyingkiran Isa bin Musa oleh Abu Ja’far sampai pada pertempuran yang terjadi antara putra-putra Harun Ar Rasyid yang akan penulis bahas kali ini. Harun Ar Rasyid melakukan kesalahan para pendahulunya dengan mengangkat beberapa putra mahkota. Ia bahkan mengangkat 3 putranya menjadi putra mahkota untuk menggantikan dirinya secara berurutan. Kebijakan ini nantinya akan memunculkan kekacauan besar dalama tubuh Abbasiyyah.
Harun Ar Rasyid adalah khalifah kelima dari Abbasiyyah dan ia adalah khalifah yang berhasil membawa Abbasiyyah mencapai puncak kejayaannya. Demikianlah yang diungkapkan banyak sejarawan mengenai Harun Ar Rasyid. Walaupun ia adalah khalifah yang berhasil membawa Abbasiyyah pada puncak kejayaannya bukan berarti ia tidak mempunyai kekurangan. Salah satu kekurangan ia adalah kebijakannya mengangkat 3 putranya sekaligus menjadi putra mahkota secara berurutan, yaitu Muhammad Al Amin lalu dilanjutkan dengan Abdullah Al Ma’mun dan yang terakhir adalah Al Qasim Al Mu’tamin. Syaikh Muhammad Al Khudhari mengatakan bahwa kebijakan yang dilakukan oleh Ar Rasyid ini telah menimbulkan benih konflik diantara para putra Harun Ar Rasyid[1]. Benih konflik lebih diperparah lagi ketika masing-masing calon khalifah mempunyai pejabat yang mendukungnya. Contohnya Al Fadhl bin Ar Rabi’ yang mendukung Al Amin, Yahya Al Barmaki yang mendukung Al Ma’mun dan Abdul Malik bin Shaleh bin Ali yang mendukung Al Mu’tamin[2].
Untuk meningkatkan kompetensi dari berbagai bakal calon khalifah ini Harun Ar Rasyid telah membagi wilayah Abbasiyyah menjadi 3 bagian untuk masing-masing anaknya. Wilayah barat yang mencakup Maghrib (Maroko, Aljazair Tunisia dan bagian barat Libya) serta wilayah Mesir dan Syam. Wilayah timur yang mencakup Khurasan, Sind dan wilayah Tranxosania (bagian dari Asia Tengah). Lalu bagian tengahnya yang mencakup Al Jazira (Sebagian wilayah Irak dan Turki) dipegang oleh Al Mu’tamin. Kalau di Indonesia ini seperti Anis yang memimpin Provinsi DKI Jakarta, Ganjar yang memimpin Provinsi Jawa Tengah.
Panasnya ketiga calon ini bagaikan panasnya kampanye pilpres 2024. Paslon 01, 02 dan 03 dengan segala pendukungnya sama dengan Puma (Putra Mahkota) Abbasiyyah dengan segala pendukungnya. Dalam perjalanannya benih-benih ini menjadi besar, terutama antara Al Amin dan Al Ma’mun. Ketika Ar Rasyid meninggal, otomatis diangkatlah Al Amin menjadi penggantinya. Al Amin ingin menyingkirkan saudara-saudaranya dari jabatan sebagai putra mahkota. As Suyuthi mengungkapkan bahwa Al Fadhl bin Ar Rabi’ adalah penasehat yang sangat memprovokasi Al Amin untuk mencopot jabatan kedua putra mahkota tersebut[3]. Mulanya Al Qasim dicabut dari gelar putra mahkota. Al Qasim tidaklah sekuat Al Ma’mun dalam kekuatan politiknya. Lagipula wilayah yang dikuasai oleh Al Qasim adalah wilayah yang dekat dengan pusat pemerintahan dan otomatis bisa langsung jatuh pada Al Amin. Perseteruan antara Al Qasim dengan kedua saudaranya tidaklah banyak disebutkan dalam sumber sejarah. Ini mungkin disebabkan karena Al Qasim bukanlah orang yang kuat dalam politik ataupun ia juga tidak terlalu minat menjadi khalifah. Pada intinya perseteruan ini menjadi runcing antara Al Amin dengan Al M’mun. Al Amin menghapus Al Amin dari jabatan putra mahkota, Al Ma’mun tidaklah diam dan menyatakan bahwa Al Amin telah melanggar wasiat yang ditinggalkan oleh ayah mereka. Menurut Dr. Yusuf Al Isy, ada dua orang penasehat yang membuat perselisihan ini semakin teruk, yaitu Al Fadhl bin Ar Rabi’dari Al Amin dan Al Fadhl bin Sahl dari Al Ma’mun[4].
Al Amin ingin mengahancurkan Al Ma’mun dengan mengirim tantara yang dipimpin oleh Ali bin Isa bin Mahan. Lalu Al Ma’mun menjawabnya dengan mengirim tentara yang dipimpin oleh Thahir bin Husain dan Hartsamah bin A’yun, dalam pertempuran itu pasukan Al Amin kalah, setelah itu Al Ma’mun mengumpul tantara yang lebih besar lagi untuk mengepung Baghdad. Akhirnya Baghdad berhasil dikepung dan dalam kekacauan itu Al Amin terbunuh. Oleh karena itu perang Al Amin dan Al Ma’mun merupakan salah satu perang saudara terbesar dalam sejarah Islam. Perselisihan yang awalnya dari jabatan menjadi calon khalifah atau putra mahkota.
[1] Al Khudhari, Syaikh Muhammad. 2023. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Abbasiyyah. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, hal. 61
[2] Ibid, hal. 61
[3] As Suyuthi, Jalaludin. 2020. Tarikh Khulafa. Jakarta : Pustaka Al Kautsar, hal. 358
[4] Al Isy, Yusuf.2008. Dinasti Abbasiyyah. Jakarta : Pustaka Al Kautsar, hal. 85-86
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.