Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image AIVRE 2021

Keamanan Kendor, Data Bocor, Siapa Teledor?

Agama | Tuesday, 30 Jan 2024, 23:01 WIB

Kasus kebocoran data terjadi semenjak adanya tranformasi masyarakat dari pola transaksi dan komunikasi secara konvensional menjadi pola transaksi dan interaksi secara digital. Pada era ini mau tidak mau masyarakat akan berproses melakukan banyak hal di dunia digital. Ini kemudian membuka peluang bagi mereka yang mempunyai kemampuan dengan segala alasan dan segala cara mengambil data untuk kepentingan dan keuntungan pribadi, yang jelas jika ini merugikan masyarakat maka keresahan di masyarakat tidak bisa dipungkiri.

Deretan kasus kebocoran data diantaranya di tahun 2020, bulan Mei, pelanggan Bhineka.com berhasil diretas datanya oleh sekelompok yang menamakan dirinya ShinyHunters. Mereka menyampaikan telah terjual 1,2 juta data pelanggan dengan harga berkisar Rp. 17,8 juta. Tahun 2021, bulan Mei, BPJS Kesehatan sebagai lembaga pemerintah juga mengalami kebocoran data. Data itu besar dugaannya telah di jual belikan oleh oknum di forum online. (https://www.muslimahnews.com/2021/05)

Pada tahun 2022, ulah hacker Bjorka menghebohkan masyarakat karena mengklaim telah menjual data SIM card meliputi NIK, nomor telepon provider, dengan harga fantastis yaitu Rp. 743,5 juta. Dan di tahun 2023 juga terjadi kasus kebocoran data dari nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI). Ada sekitar 1,5 TB data pribadi nasabah dijebol. (https://www.metrotvnews.com/play/NA0CXWqa)

Keamanan Kendor

Rentetan kasus kebocoran data menunjukkan lemahnya keamanan data oleh pemerintah. Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang ada dan berjalan selama 1 tahun belum menunjukkan hasil signifikan dalam mencegah kebocoran data dan melindungi data. Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika baru mentargetkan akan membentuk Badan Pengawas UU PDP tahun ini dan maksimal beroperasi pada Bulan Oktober 2024. (katadata.co.id/28-1-2024)

Muhammad Iqbal. Anggota Komisi I DPR RI mengatakan bahwa yang terjadi saat ini, adalah krisis perlindungan data pribadi, disampaikan juga bahwa penyimpanan data di Indonesia cukup lemah. Ini disampaikan dalam diskusi Forum legislagi dengan judul “ Nasib RUU Perlindungan Data Pribadi” yang diselenggarakan di Media Center DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan Jakarta, Selasa, 31/8/1021. (https://www.dpr.go.id)

Siapa Teledor ?

Rakyat banyak menjadi korban dengan adanya kebocoran data ini, mulai dari menjadi sasaran penipuan dengan menguras saldo rekening, penipuan dengan alasan menang undian yang berujung pembayaran ini-itu, atau bahkan penyalahgunaan data dalam pinjaman online.

Sudah menjadi kewajiban negara dapat melindungi keamanan data masyarakat, karena hal demikian masuk pada salah satu dari sekian kewajiban negara terhadap rakyatnya dalam melindungi kemanan dan kenyamanan rakyat. Dengan berulangnya kasus bocornya data masyarakat yang kemudian merugikan ini menunjukkan teledornya negara dan belum maksimalnya pemerintah dalam membentuk sistem yang mampu mencegah dan mengatasi persoalan ini.

Indikasinya adalah kerja SDM yang ala kadarnya dalam bekerja sehingga belum memaksimalkan kemampuan dan amanah dalam menjalankan tugas. Ditambah dengan belum ada sarana prasarana memadai dari pemerintah untuk mewujudkan system IT yang tangguh dan bebas kebocoran, dana belum memadai untuk mewujudkan itu, sehingga peluang kebocoran data masih sangat mungkin terjadi dan terjadi lagi. Negara belum mampu mencetak tenaga IT yang mumpuni padahal sekolah kejuruan dan perguruan tinggi dengan jurusan IT sudah sangat menjamur. Belum tercetak tenaga ahli yang dapat diberdayakan.

Dengan sistem pendidikan ala Kapitalisme, output yang dihasilkan mental buruh dengan upah rendah sesuai kemampuan mereka, kalaupun ada yang berdedikasi menjadi pelopor atau kreator, mereka sering diabaikan karyanya untuk kemudian memilih ke luar negeri demi meraup pendapatan yang lebih besar disbanding di dalam negeri, bahkan di luar negeri karya-karya mereka lebih mendapat apresiasi daripada di negeri sendiri.

Butuh Solusi Mendasar

Lantas upaya seperti apa yang harus dilakukan ? dan siapa yang mengupayakan? Jawabannya adalah negara yang wajib mengupayakan segala bentuk kemanan dan perlindungan rakyatnya termasuk dalam kemanan dan perlindungan data pribadi. Negara harus mampu mencetak SDM yang mumpuni dalam segala aspek baik aspek ruhiyah maupun keilmuan, termasuk ahli IT melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam bukan sekuler. Jika SDM yang dihasilkan hanya ahli dalam keilmuan namun tidak ditopang oleh ruhiyah tinggi, maka peluang penyalahgunaan ilmu yang didapat lebih besar, ditambah dengan tidak ada landasan perilaku berbasis dosa pahala sebagai filter akan segala perilakunya. Ilmu yang didapat dari hasil pendidikan tidak dimaksimalkan untuk kepentingan kemajuan dan kemaslahatan negara.

Selanjutnya negara harus mampu membangun fasilitas digital yang memadai, handal, dan anti peretasan walau dengan biaya yang tinggi. Dalam system Islam pembiayaan ini dilakukan oleh baitul maal sebagai kas negara yang dibelanjakan untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Sumber dana baitul maal diambil dari pengelolaan sumber daya alam yang harus dikelola oleh negara, bukan swasta. Negara tidak akan kesulitan untuk membiayai infrastruktur digital ini karena pos-pos dari SDA yang terkelola semua oleh negara merupakan sumber dana yang besar.

Tak kalah penting, negara wajib menggaji SDM yang bekerja dengan upah yang tinggi, sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan ekonominya. Tidak merasa kekurangan yang ini menjadi peluang mereka mencari penghasilan tambahan untuk pemenuhan kebutiuhan baik primer maupun sekunder dengan segala macam cara. Bahkan termasuk peluang kejahatan digital dalam rangka meraup kekayaan. Karena tidak dapat dipungkiri, di era kapitalisasi ini, arti kebahagiaan adalah terpenuhinya materi. Juga kebebasan perilaku ala demokrasi menjadi dorongan utama tindakan kejahatan ini. Hasil kehidupan kapitalis juga mencetak kehidupan ekonomi sulit bagi rakyat kecil, yang justru sering kali mereka menjadi sasaran kejahatan ini.

Sungguh dalam meyelesaikan persoalan kebocoran data ini, memerlukan solusi mendasar dan meyeluruh, tidak tambal sulam. Ini biasa terwujud jika negara menerapkan sistem Islam paripurna. Data masyarakat aman, mereka merasa nyaman, dan negara memfungsikan dirinya dengan optimal dan maksimal.

Wallahu'alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image