Kartu Sakti, Adakah untuk Menghentikan Perang?
Politik | 2024-01-22 13:16:41Kelompok pendukung Capres dan Cawapres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD (GAMA) wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), mensosialisasikan program KTP sakti, penghapusan kredit macet petani hingga honor dan jaminan kesehatan bagi guru semua agama, termasuk guru ngaji (Republika co.id, 20/1/2024).
Tokoh pendidikan Lombok Timur, Alwi mengatakan sebelumnya masyarakat punya banyak kartu untuk bantuan. Sekarang, dengan KTP Sakti, semuanya bisa dicakup dalam satu kartu, praktis dan cepat. "Ini sangat luar biasa, karena tidak perlu lagi ngurus A, ngurus B, C, karena sudah ada di KTP sakti itu. Sehingga, itu artinya mempermudah akses, karena semuanya dapat diperoleh melalui satu kartu saja. Itu pun kartu yang dimiliki oleh masyarakat," ujar Alwi di Desa Tebaban, Kec. Suralaga, Kab. Lombok Timur, NTB, Jumat (19/1/2024).
Sukarelawan GAMA (Ganjar-Mahfud) di NTB, Dedi Irawan mengatakan program ini menjadi bagian dari visi Ganjar-Mahfud untuk membangun Indonesia lebih baik jika terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029.
Dedi menjelaskan, KTP sakti adalah kartu pintar yang menggabungkan semua manfaat pemerintah dalam satu kartu. Ini bertujuan memudahkan masyarakat dalam mendapatkan bantuan dengan administrasi yang lebih sederhana. Kartu pintar ini menjadi salah satu program unggulan pasangan Ganjar-Mahfud dari total 21 program.
Program Tambal Sulam Ala Kapitalisme
Begitu polosnya rakyat kita, tanpa melihat lagi jejak digital dari calon pemimpin, padahal kelak pilihan mereka akan dirasakan sepanjang lima tahun berkuasa, dalam akidah Islam, memilih atau dipilih sama-sama memiliki tanggungjawab yang besar di hadapan Allah swt. Terlebih kepemimpinan, sebagaimana sabda Rasulullah saw.," Tidaklah seorang penguasa yang diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Segala macam kartu hanyalah cara penguasa menutupi ketidakmampuan mereka mengurusi kita. Terlebih lagi, sumber dana dari kartu adalah dari hasil pengumpulan pajak rakyat dan utang luar negeri. APBN negara ini sebetulnya sudah morat-marit ( berantakan), dengan kewajiban membiayai IKN dan proyek strategis nasional lainnya.
Akhirnya terlontar keinginan penguasa untuk menaikkan tarif pajak guna memberi subsidi kepada rakyatnya, di antaranya yang terbaru adalah wacana kenaikan tarif motor. Belum lagi tambahan utang luar negeri yang sudah mencapai Rp 8.000 triliun lebih. Kiblat penguasa atas ini adalah posisi rasio utang negara ini terhadap APBN negara yang masih relatif dibandingkan dengan negara ASEAN bahkan tingkat G20.
Kartu sakti yang fungsinya sama persis dengan subsidi ini rentan terhadap penyelewengan, baik dari sisi pembagiannya maupun peruntukan. Secara administrasi pun ternyata melihat pengalaman pada kartu pintar seperti Jakarta, tidak semua warga bisa mengakses. Sehingg harapan kesejahteraan kian jauh panggang dari api.
Penguasa sibuk berbagi, sedang rakyat yang sibuk berjibaku dengan kehidupan nyata yang keras. Pun saat kampanye, visi dan misi berputar pada persoalan nasionalisme saja, sementara di belahan dunia lain, banyak dari kaum muslim yang menderita, di Palestina, Rohignya, Xin Jiang dan lainnya, mereka tak hanya miskin tapi nyawa mereka setiap saat terancam oleh ganasnya penjajahan. Adakah kartu sakti bagi mereka yang mampu menciptakan perdamaian?
Nasionalisme Sekat Persatuan Kaum Muslim
Sejatinya, jika kaum muslim bersatu di bawah akidah dan syariat yang satu keadaannya pasti jauh lebih baik. Sebagaimana firman Allah swt.yang artinya," Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”. (TQS al-Araf:96).
Hari ini justru kaum Muslim dikuasai kapitalisme, sistem ekonomi buatan manusia yang asanya sekuler, dimana segala sesuatunya diatur berdasar siapa yang bermodal besar. Pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan bukan lagi diurus negara secara penuh, tapi dilimpahkan kepada asing. Walhasil biaya hidup semakin mahal.
Jika hanya kartu pintar yang jadi andalan akan bertahan berapa lama, sementara APBN hampir 80 persen terkuras untuk pembiayaan Proyek Strategis Nasional berikut pembiayaan partai. Terlebih lagi, nasionalisme menjadikan penderitaan muslim di negara lain bukanlah urusan pokok, mereka dibatasi teritorial yang sangat sempit. Padahal, militer kaum Muslim terbaik di dunia, mudah saja mengomando para tentara mereka untuk menumpahkan penjajahan.
Tapi inilah faktanya, negeri-negeri kaum muslim bukan terjajah secara fisik tapi secara pemikiran. Sehingga ketika menghadapi kesulitan hidup pun solusinya bukan kembali kepada Islam. Sebaliknya, nasionalisme juga menjadikan Islam sangat buruk. Bukankah ini sebuah penyimpangan yang sangat besar? Iman Islam yang tertanam dalam benak dan pikiran, tak mampu menjadikannya tunduk kepada yang Maha Kuasa, pun ketika mereka disumpah jabatan sebelum memegang kekuasaan
Islam Solusi Hakiki
Tak ada jalan lain selain kembali kepada solusi Islam. Yang sebenarnya menempatkan fungsi negara , yaitu pengurus rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, Imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya" (HR. Al-Bukhari). Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, syariat mewajibkan setiap penguasa tidak hanya memberikan solusi praktis dan temporal. Namun mengubah sistem yang batil dan menggantinya dengan yang shahih. Sebab, persoalan apapun di dunia hari ini berasal dari penerapan hukum yang bukan berasal dari Allah Sang Mudabir (Maha Pengatur).
Islam memerintahkan penguasa untuk mengelola langsung kekayaan alam yang menjadi milik negara dan umum kemudian mengembalikannya dalam bentuk pelayanan sarana umum ( pembangunan sekolah, masjid, jembatan, jalan tol, rumah sakit, bandara dan lainnya) untuk bisa dimanfaatkan oleh rakyat secara gratis. Haram hukumnya menjual kepada asing.
Negara juga akan membukan lapangan pekerjaan seluas mungkin, memberikan subsidi, baik materi maupun non materi, pelatihan, modal, dan lainnya secara gratis hingga individu rakyat itu mampu mandiri. Sumber pembiayaan terhimpun dalam Baitulmal. Tanpa pajak dan tanpa utang. Tidakkah kita merindukan sistem Islam itu?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.