Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Peran Komunikasi Kelompok Sebaya terhadap Kesehatan Mental Generasi Z

Eduaksi | Tuesday, 16 Jan 2024, 12:47 WIB

Generasi Z dan Kesehatan Mental

Generasi Z atau sering disebut Gen-Z adalah mereka yang lahir diantara tahun 1997-2012. Rata-rata, orang yang lahir pada tahun ini berada pada usia remaja atau kuliah.

Gen Z sendiri berasal dari kata “zoomer”, hal ini dikarenakan mereka lahir dan besar dalam perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga mempunyai kesempatan untuk mengamati secara dekat perkembangan teknologi dan internet. Sebagai generasi yang tumbuh erat dengan kemajuan teknologi, Gen Z terbiasa hidup di lingkungan yang serba cepat, dan memiliki akses terhadap segala hal melalui perangkat smartphone yang membuat segalanya menjadi lebih mudah.

Gen Z tumbuh di masa ketika keluarga rata-rata lebih stabil secara ekonomi, sehingga umumnya mereka tumbuh dalam lingkungan yang sangat nyaman dan memuaskan, baik secara materi maupun pendidikan. Dalam hal pendidikan, Gen Z juga mempunyai kesempatan untuk bersekolah di sekolah pilihannya atau sekolah favoritnya, tergantung versi dirinya. Di sisi lain, karena Gen Z hidup di dunia yang serba cepat, mereka cenderung tidak sabar dan mengharapkan hasil yang segera.

Dalam hal keterampilan kognitif, Gen Z adalah pembelajar yang cepat. Namun, mereka kurang sabar dan mungkin cepat menyerah ketika menghadapi kesulitan. Sebagai kelompok yang tumbuh di era teknologi digital yang pesat, Generasi Z menghadapi tantangan kesehatan mental yang unik yang memerlukan perhatian khusus. Beragam aspek kehidupan modern seperti perkembangan teknologi yang pesat, tuntutan akademis dan karir, hingga pergejolakan sosial menjadi pengaruh yang cukup signifikan terhadap kesehatan mental generasi z.

Kesenjangan antara realitas online dan offline seperti dampak yang dihasilkan dari media sosial cukup memberikan tingkat kecemasan dan gangguan yang tinggi terhadap generasi z. Penggunaan teknologi canggih dengan jangkauan yang luas mendorong resiko cyberbullying serta lahirnya standar kecantikan dan kesuksesan yang dihasilkan dari eksposur orang lain yang terus-menerus ditampilkan melalui media sosial. Faktor-faktor ini bersama-sama menciptakan lanskap yang kompleks dan menantang bagi kesehatan mental mereka.

Kelompok Sebaya

Kelompok sebaya mengacu pada suatu kelompok dengan individu yang memiliki karakteristik atau latar belakang yang serupa atau setidaknya dapat berbagi pengalaman dan perspektif yang mirip satu sama lain. Dalam konteks pertumbuhan kesehatan mental generasi z kelompok sebaya sering kali terdiri dari individu yang berada dalam kelompok usia, tahap kehidupan, atau pengalaman yang serupa, baik dalam dunia maya ataupun nyata.

Kelompok sebaya yang terbentuk di kalangan generasi z biasanya terdiri dari teman sebaya di sekolah, mahasiswa di kampus, dan anggota komunitas baik luring maupun daring yang bersifat formal maupun informal. Interaksi yang terjadi dalam kelompok sebaya dapat memberikan pondasi pembentukan identitas diri, pengaruh emosional, dan pertukaran informasi yang dapat memengaruhi perkembangan individu dalam berbagai aspek, termasuk kesehatan mental.

Hubungan Antara Komunikasi Kelompok Sebaya dengan Pertumbuhan Kesehatan Mental Generasi Z

Hubungan antara komunikasi kelompok sebaya dan pertumbuhan kesehatan mental Generasi Z sangat penting dan kompleks. Komunikasi kelompok sebaya memiliki dampak besar pada aspek-aspek kesehatan mental, membentuk persepsi diri, mendukung kesejahteraan emosional, dan memberikan sumber daya untuk mengatasi tantangan psikologis. Dimulai dari peran penting kelompok sebaya dalam membentuk identitas individu generasi z. Melalui interaksi yang terjadi diantara mereka terdapat pertukaran minat, nilai, hingga preferensi yang mereka percayai sehingga menjadi bagian penting dalam membentuk identitas individu generasi z.

Proses pembentukan identitas diri ini dapat menjadi pondasi pertumbuhan kesehatan mental itu sendiri. Proses selanjutnya bagaimana keterlibatan teknologi dan media sosial dalam pertumbuhan generasi z. Generasi Z cenderung sangat terlibat dengan media sosial dan teknologi. Komunikasi kelompok sebaya di platform ini dapat memainkan peran dalam membangun atau merusak kesehatan mental.

Dukungan positif melalui media sosial dapat meningkatkan perasaan inklusi dan memperkuat ikatan sosial. Di sisi lain, tekanan sosial dan risiko cyberbullying juga dapat mempengaruhi kesehatan mental. Melalui interaksi ini, komunikasi kelompok sebaya dapat menjadi kekuatan positif yang membentuk pertumbuhan kesehatan mental Generasi Z. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua interaksi kelompok sebaya dapat berdampak positif, dan beberapa tantangan perlu diatasi, terutama di lingkungan online yang kompleks.

Dalam konteks kesehatan mental, kelompok sebaya dapat memberikan lingkungan positif di mana individu merasa didengar, dipahami, dan didukung. Diskusi terbuka tentang isu-isu kesehatan mental, pertukaran pengalaman, dan saling memberikan dukungan. Adapun lingkungan negatif dalam kelompok sebaya dapat memberikan pengalaman buruk melalui bullying seperti hinaan, membandingkan, hingga pengucilan. Keduanya merupakan elemen penting dalam pertumbuhan kesehatan memntal generasi z.

Dampak Bullying Kelompok Sebaya Terhadap Kesehatan Mental

Bullying dari kelompok sebaya di dunia maya maupun nyata memiliki dampak yang buruk terhadap masa depan seorang remaja khususnya generasi z. Hal ini karena bullying memiliki efek psikologis yang cukup buruk. Efek dari bullying akan meninggalkan luka yang cukup dalam yang akan terus ada sepanjang proses pendewasaan seorang remaja. kasus perundungan yang terjadi pun tidak sedikit. Penelitian yang diterbitkan dalam The Lancet Psychiatry ini mendefinisikan Bullying sebagai pelecehan fisik, seksual, atau psikologis. Dieter Woelke, profesor psikologi di Universitas Warwick, menemukan dalam penelitiannya bahwa anak-anak yang ditindas oleh teman sebayanya lebih mungkin menderita depresi dan kecenderungan untuk bunuh diri.

Bullying kelompok sebaya pada generasi z biasanya terjadi di lingkungan sekolah ataupun kampus. Berdasarkan data KPAI per-Oktober 2019, terdapat 127 kasus kekerasan yang terjadi di sekolah yang dikumpulkan dari pengaduan langsung dan media massa (ayobandung, 2019). Kondisi ini juga bisa terjadi di media sosial dan dikenal dengan istilah cyberbullying. Wolke mengatakan dalam penelitiannya bahwa anak-anak yang menjadi korban bullying cenderung tidak melaporkan kejadian tersebut, hal ini terjadi karena mereka merasa tidak mempunyai tempat yang aman untuk menyampaikan keluhan, atau karena takut akan ancaman dari pelaku bullying.

Faktanya, dampak perundungan yang dialami anak dari teman sebayanya bisa bertahan lama. Sekitar 16000 anak di Inggris tidak mau bersekolah karena merasa terus menerus diintimidasi oleh teman sekolahnya. Hal ini pada akhirnya menyebabkan korban bullying mengalami penurunan prestasi akademik. Anak-anak yang menjadi korban perundungan juga mungkin menderita gangguan serius, seperti kurangnya konsentrasi, hubungan sosial yang buruk, dan bahkan kesulitan mempertahankan pekerjaan hingga dewasa.

Artinya, dampak bullying pada remaja khususnya generasi z bisa menimbulkan masalah kesehatan mental serius yang bisa bertahan hingga dewasa. Tak heran, psikolog Ixan Bela Persada menyebut segala bentuk perundungan dan ancaman serupa tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, perilaku tersebut dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan psikologis seseorang. Selain itu, seorang remaja umumnya belum mampu mengenali, mengekspresikan, dan menstabilkan emosi dengan baik. Oleh karena itu, anak-anak cenderung menekan emosinya atau bertindak dengan cara yang tidak pantas.

Dampak Dukungan Kelompok Sebaya Terhadap Kesehatan Mental

Sebagaimana yang dipaparkan diatas, banyak dari kasus perundungan yang menyebabkan korbannya depresi, bahkan hingga berniat bunuh diri. Hal ini lah yang menjadikan bullying sebagai tiga teratas masalah yang paling banyak terjadi di Indonesia. Maka dari itu korban bullying khususnya di usia remaja membutuhkan temannya untuk dapat membantu korban baik secara fisik maupun emosional dalam menghadapi permasalahan yang sedang ia hadapi. Penelitian terhadap siswa SMP di kota Bandung menunjukkan dukungan teman sebaya ditemukan memiliki dampak signifikan terhadap depresi di kalangan korban bullying.

Artinya, ketika siswa korban bullying mendapat dukungan dari teman sebayanya, maka tingkat depresinya akan menurun. Hasil ini menunjukkan bahwa dukungan teman sebaya mungkin menjadi faktor yang mengurangi tingkat depresi akibat bullying. Ketika korban bullying mendapat dukungan dari teman-temannya, misalnya membantu saat ia diolok-olok atau bersedia berada di sisinya saat ia dihindari, hal-hal kecil seperti ini dapat menurunkan angka depresi dari korban bullying. Dimana korban lebih sedikit yang menunjukkan gejala depresi seperti perasaan murung yang berkepanjangan, kehilangan motivasi melakukan hal dasar sehari-hari seperti makan atau mandi, tidak memiliki pikiran untuk bunuh diri, dan tidak menunjukkan adanya kehilangan minat terhadap lingkungan sosialnya.

Hal ini sejalan dengan teori buffering hipotesis Sarafino dan Smith (2010) bahwa dukungan teman sebaya dapat menurunkan depresi. Ketika seseorang mendapat dukungan dari orang-orang disekitarnya, mereka merasa ada seseorang yang bisa dipercaya untuk memberikan solusi. Selain itu, orang tersebut akan melihat sisi positif dari permasalahannya dan menyelamatkan orang tersebut dari dampak negatif pemicu stres korban bullying.

Kesimpulan

Pola interaksi yang digunakan dalam komunikasi kelompok sebaya di kalangan generasi Z memiliki peran yang sangat vital dalam pertumbuhan kesehatan mental Generasi nya. Komunikasi kelompok sebaya sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap pembentukan pola pikir dan persepsi, pembentukan identitas diri, faktor pendukung terciptanya kesejahteraan emosional, serta dapat menjadi sumber daya individu untuk mengatasi tantangan psikologis. Sebab, pola komunikasi yang terjadi diantara mereka mayoritas berkutat pada pertukaran minat, nilai, hingga preferensi yang mereka percayai, sehingga pola komunikasi ini menjadi bagian penting dalam membentuk identitas individu generasi z.

Terciptanya komunikasi kelompok sebaya yang baik dapat diedukasi oleh para orang tua dan guru dari generasi z dengan memberikan contoh yang baik dalam melakukan interaksi komunikasi di sekitar anak, serta pentingnya untuk mengedukasi terkait bahaya dan dampak buruk perilaku bullying bagi korban.

Fairuz Firjatullah

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image