Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aqilah Najwa

Marak Aborsi, Buah Busuk Sekularisme dan Liberalisme

Agama | Monday, 15 Jan 2024, 23:33 WIB

Tahun 2023 telah berlalu. Pilu yang ditinggalkan sungguh nyata. Praktik aborsi kembali mencuat di pergantian tahun ini. Pada hari Rabu bulan Desember lalu (20/12/2023), polisi berhasil mengungkap praktik aborsi ilegal di Apartemen Gading Nias, Kelapa Gading, Jakarta Utara dan menangkap lima orang perempuan yang terduga pelaku. Lima orang pelaku ini berinisial D (49), OIS (42), AF (43), AAF (18) dan S (33). Menariknya, beberapa terduga pelaku diketahui hanyalah lulusan SMA dan SMP, tanpa memiliki latar belakang di bidang medis.

Dari hasil penyelidikan praktik aborsi di apartemen di Kelapa Gading, Jakarta Utara, diketahui sudah beroperasi selama 2 bulan. Para pelaku mengakui bahwa selama ini sudah mengaborsi puluhan janin dan meraup hasil sekitar Rp 200 juta dalam waktu 2 bulan. Pasien yang datang ke klinik ini berasal dari berbagai daerah dan dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar hingga ibu rumah tangga (rri.co.id, 21 Desember 2023). Sungguh miris tahun 2023 ditutup dengan peristiwa kejahatan generasi harapan bangsa.

Praktik aborsi seperti ini sudah bukan hal yang asing terdengar dan marak terjadi di masyarakat. Hal ini menunjukkan betapa parahnya kerusakan yang terjadi di masyarakat. Liberalisasi seksual menjadi faktor penyebab utamanya. Berdasarkan dari laporan Australian Consortium Foreign Country Indonesian Studies pada tahun 2013 menunjukkan hasil penelitian di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia terjadi 43% aborsi per 100 kelahiran hidup. Pelaku aborsi pada umumnya berusia 15 tahun hingga 19 tahun. Sebagian besar aborsi dilakukan karena terjadi kehamilan di luar nikah.

Fakta mengerikan ini adalah buah dari penerapan kehidupan sekuler di negeri ini. Kesehatan perempuan dan hilangnya nyawa dipertaruhkan untuk memenuhi kepuasan seks belaka. Kehidupan sekuler telah menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Kebebasan berperilaku menjadi pedoman utama tanpa memperhatikan norma-norma agama. Perilaku masyarakat dibiarkan tanpa batas yang yang berujung pada kerusakan. Aktivitas ikhtilat, pacaran dan perzinaan menjadi hal yang lumrah dilakukan. Aborsi dan pembuangan bayi pun tak terhindarkan.

Saat ini kita hidup dalam sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalis, Tuhan dipensiunkan (retired God) dan tuhan baru dalam sistem kapitalis adalah materi (uang). Konsep “laissez faire” dan “invisible hand” mengakar kuat dalam sistem ini. Dalam pandangan laissez-faire, kewajiban negara bukanlah melakukan intervensi untuk melindungi rakyatnya agar tercapai kemakmuran melainkan sistem pasar yang memegang peranan utama. Dari sini kita bisa melihat tujuan ekonomi kapitalis hanya sekadar pertumbuhan ekonomi demi tercapainya kepuasan individu. Maka tidak heran jika para korporasi lebih memilih untuk menyuguhkan konten yang mereka pikir akan mendatangkan pundi-pundi uang tanpa memikirkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari apa yang telah mereka hasilkan. Mereka sengaja menciptakan segala sesuatu yang bersifat adiktif seperti konten yang membangkitkan nafsu seksual sebagai ajang bisnis untuk mendatangkan keuntungan besar. Selain itu juga maka tidak heran jika penguasa sendiri terkesan berlepas tangan dalam mengontrol media dan cenderung membiarkan para kapitalis (pemilik modal) memproduksi konten negatif dan membiarkan masyarakat mengaksesnya dengan mudah. Walhasil nafsu seksual akan mudah bangkit dan berujung pada freesex, hamil di luar nikah hingga aborsi.

Dalam konsep kapitalis juga terdapat ketidak-harmonisan dalam hubungan antara kelas pekerja dengan para kapitalis. Muchtar Habibi Dosen MKP UGM, serta editor buku Kelas Pekerja dan Kapital Indonesia menyebutkan bahwa dalam sistem kapitalis “Semakin efektif labour regime (kerja paksa) bekerja, semakin tinggi laba yang diterima pemilik modal. Berbeda dengan itu, semakin efektif labour regime bekerja, semakin buruk pula nasib para buruh”. Maka untuk mengoptimalkan produksinya para kapitalis akan berupaya keras memaksimalkan sumberdaya yang dimilikinya, termasuk para pekerjanya. Sehingga seringkali para pekerja dituntut untuk bekerja melebihi batas kewajaran. Dengan demikian maka tidak heran jika kemudian para orang tua kehilangan perannya dalam menjaga moral generasi karena tuntutan ekonomi saat ini, para orang tua yang juga sebagai pekerja dituntut untuk bekerja melebihi batas kemampuan mereka sehingga mereka seperti kehilangan waktu dan tenaga untuk mendidik dan menjaga generasi agar terhindar dari kerusakan.

Berbeda dengan konsep Islam. Dalam Islam, negara wajib mencegah terjadinya perzinaan dan pemerkosaan dengan menetapkan perzinaan sebagai perbuatan kriminal. Bahkan mendekati zina pun telah dilarang. Sehingga segala sesuatu yang memicu terjadinya perzinaan akan ditutup rapat-rapat. Semua itu diwujudkan atas dasar pandangan khas dalam Islam tentang hubungan pria dan wanita. Islam memandang hubungan pria dan wanita bertujuan untuk melestarikan jenis manusia dalam kehidupan suami-istri. Bukan pandangan yang bersifat seksual semata, serta membatasi tolong-menolong antara pria dan wanita dalam kehidupan umum. Adapun Islam telah melarang pria dan wanita berkhalwat, melarang wanita bertabaruj dan berhias di hadapan laki-laki asing atau non-mahram. Sebab Islam menganggap adanya pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual pada suatu komunitas sebagai perkara yang dapat mendatangkan bahaya dan kerusakan. Semua ini dapat diwujudkan dengan dorongan ketakwaan pada setiap individu untuk terikat dengan hukum Allah, Dzat yang menciptakan.

Islam juga mewajibkan negara untuk menyelenggarakan pendidikan yang kurikulumnya yang berasaskan akidah Islam. Sistem pendidikan ini memastikan warga negaranya dibentuk sehingga menjadi sosok berkepribadian Islam, dengan demikian mereka memiliki kontrol individu yang kuat. Kemaksiatan juga wajib dicegah dalam dengan terbentuknya masyarakat islami, yaitu masyarakat yang senantiasa melakukan amar ma'ruf nahi munkar, saling menasehati dalam kebaikan dan mengingatkan untuk menjauhi maksiat. Mereka terbentuk menjadi individu yang saling peduli satu sama lain dan tidak akan ridho apabila terdapat individu atau kelompok orang di sekitarnya yang melakukan kemaksiatan.

Negara wajib menerapkan sistem pergaulan, media, dan sanksi sesuai syariah Islam. Alhasil, masyarakat akan terhindar dari perilaku maksiat dan selalu dalam suasana takwa. Orang tua tidak perlu cemas akan pergaulan anak-anaknya karena selalu dalam penjagaan dan dalam sistem pergaulan yang terjaga.

Negara juga wajib untuk memastikan media tidak menyajikan konten yang merusak. Sebaliknya, media akan digunakan sebagai sarana edukasi dan dakwah untuk meningkatkan kualitas generasi dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan umat serta memberi informasi yang benar untuk umat.

Islam mewajibkan negara untuk memberikan sanksi yang tegas untuk pelaku kemaksiatan berdasarkan syariat Islam. Apabila negara menemukan pelaku maksiat dalam hal ini adalah zina, maka sanksi tegas akan diberlakukan. Bagi pelaku zina, sanksinya adalah hudud, yaitu dicambuk 100 kali bagi pelaku yang belum menikah dan rajam hingga meninggal bagi pelaku yang sudah menikah. Pembuat dan penyebar konten merusak seperti porno akan diberikan sanksi ta’zir, yang jenisnya akan ditentukan oleh khalifah. Seluruh sanksi ini akan menjadi zawajir atau pencegah dan jawabir atau penghapus dosa bagi pelaku.

Dalam Islam diwajibkan adanya penghormatan atas kehidupan, meskipun pada janin hasil pemerkosaan sekalipun. Karena itu, Islam melarang praktek aborsi. Pengecualian aborsi hanya pada kondisi tertentu demi menyelamatkan nyawa ibu atau pada kehamilan di bawah 40 hari. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar (QS. Al Isra’ ayat 31)

Dengan demikian maka tidak dimungkinkan adanya peluang bisnis haram seperti klinik aborsi, konsep Islam dalam naungan institusi Khilafah memiliki perangkat hukum komprehensif dalam mencegah maksiat dan menindak pelaku berdasarkan syariah Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image