Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Eksayyidi Ikhsan

Pria Melambai Belum Tentu Homoseksual

Edukasi | 2024-01-15 22:28:52
Foto : Sutterstock

Homoseksual menjadi isu yang sangat sering ditemui di berbagai tempat khususnya sosial media, banyak yang menghujat banyak juga yang mendukung, namun saat ini khususnya di negara kita, apalagi mayoritas agama di Indonesia adalah Islam, hujatan untuk homoseksual adalah hal yang wajar terjadi, apalagi semua agama melarang penyimpangan tersebut, namun sayangnya istilah homoseksual sering kali ditujukan kepada pria dengan kepribadian melambai, padahal faktanya pria melambai belum tentu homoseksual, kepribadian seseorang tidak sama sekali berhubungan dengan orientasi seksualnya.

Mengapa seseorang memilih untuk menjadi homoseksual?

Homoseksual adalah sebuah orientasi seksual di mana seseorang akan suka pada lawan jenis kelaminnya, pada artikel ini kita akan fokus pada pria. Perlu diketahui bahwa homoseksual adalah sebuah pilihan, hanya sebuah keinginan yang membuat seseorang menjadi homoseksual, dan karakter pribadi seseorang tidak berhubungan dengan orientasi seksualnya. Diperkirakan rata-rata sekitar 3,5 orang dewasa di Amerika Serikat mengidentifikasi sebagai homoseksual, pria sangat jarang mengubah orientasi seksual mereka dibandingkan wanita (Kalat, 2019).

Orang dengan orientasi homoseksual dan heteroseksual atau orang dengan orientasi seksual yang normal, berbeda secara anatomis dalam beberapa hal. Rata-rata, bentuk hidung dan bentuk dahi berbeda antara pria homoseksual dan heteroseksual (Skorska, 2015). Rata-rata pria heteroseksual sedikit lebih tinggi dan lebih berat daripada pria homoseksual (Bogaert, 2010). Namun, mari kita tekankan istilah "rata-rata" dan "sedikit" perbedaan rata-rata hanya 1,5 cm. Berlawanan dengan stereotip tersebut, beberapa pria homoseksual justru bertubuh tinggi, atletis, dan berpenampilan maskulin. Rata-rata, orang yang berbeda orientasi seksualnya juga berbeda dalam perilaku tertentu yang tidak terkait langsung dengan seks. Misalnya, pria homoseksual lebih cenderung memilih karier seperti wanita seperti berkerja di toko bunga atau penata rambut (Semenyna & Vasey, 2016).

Isu mengenai prima melambai pasti homoseksual

Seperti penjelasan yang ada di atas, terdapat penjelasan bahwa pria homoseksual rata-rata berpenampilan maskulin, sedangkan pria melambai sangat jauh dari tampilan maskulin. Kita masuk ke pelajaran biologi untuk mengetahui tentang apa yang terjadi pada pria melambai, pria normal memiliki hormon androgen yang stabil dan lebih dominan dibandingkan hormon estrogen, hormon androgen dihasilkan oleh testis, sedangkan pada wanita hormon estrogen dihasilkan oleh ovarium, namun pria pasti memiliki hormon estrogen begitu pula wanita yang memiliki hormon androgen.

Pada pria melambai hormon estrogen mereka lebih banyak dari seharusnya, sehingga sifat mereka cenderung seperti wanita. Wanita yang terpapar banyak hormon androgen juga akan terlihat maskulin seperti pria. Hal tersebut dapat dilihat sejak dini, anak laki-laki yang terpapar hormon estrogen yang banyak cenderung memilih mainan yang dimainkan oleh wanita, begitu juga dalam memilih warna, sifat feminin pada pria adalah hal wajar terjadi karena hormon tidak bisa diatur semau kita, dan karakter kepribadian tersebut sangat susah sekali untuk diubah bahkan cenderung mustahil.

Mengapa banyak penolakan terhadap pria melambai?

Homoseksual merupakan penyimpangan yang akan selalu ditolak oleh masyarakat, apalagi masyarakat Indonesia, masyarakat yang sangat berpegangan erat dengan agama. Namun sayangnya hingga saat ini stigma mengenai pria melambai itu sangat buruk, mereka dianggap identik dengan penyimpangan homoseksual. Padahal tidak, pria melambai hanya memiliki sedikit masalah mengenai hormon mereka seperti yang sudah penulis jelaskan di atas.

Stigma mengenai pria melambai memiliki penyimpangan homoseksual membuat mereka mengalami banyak sekali penolakan. Stigma inilah yang wajib kita hilangkan, karena penolakan dan tuduhan tersebut sama sekali tidak bisa dibenarkan, justru akan membuat kesehatan mental mereka menjadi terganggu, kita semua dilahirkan tanpa keinginan kita, kita tidak bisa memilih akan terlahir seperti apa nantinya, kita harus tetap menghargai orang-orang yang berbeda dari kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image