Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rochma Ummu Satirah

Syair Rindu di Malam Hari Mengubah Kebijakan Militer Negara

Sejarah | 2024-01-14 16:58:54

Syair Rindu di Malam Hari Mengubah Kebijakan Militer Negara

Rochma Ummu Satirah

Umar bin Khattab dikenal sebagai sahabat kedua dari Khulafaur Rasyidin. Beliau menjadi khalifah kedua menggantikan sahabat Abu Bakar yang meninggal karena sakit. Abu Bakar-lah yang berwasiat untuk menjadikan Umar sebagai pengganti beliau. Hal ini mengingat apa yang terjadi sepeninggal Rasulullah saw. di mana khalifah pengganti beliau masih belum ada. Wasiat Abu Bakar ini pun disetujui oleh kalangan kaum muslim pada saat ini melihat tingkat keimanan dan kredibilitas Umar sebagai pemimpin.

Kepemimpinan Umar

Satu ciri khas dari kepemimpinan Umar pada saat itu adalah seringnya beliau patroli malam. Beliau berjalan di malam hari mengelilingi kota Madinah pada saat itu untuk melihat keadaan nyata dari rakyatnya. Juga untuk menemukan siapa saja yang mendapatkan pengurusan negara yang kurang optimal atau belum terpenuhinya kebutuhan hidup mereka.

Cerita yang amat masyhur tentang seorang ibu yang ditemukan oleh Khalifah Umar pada saat itu memasak batu karena kelaparan. Dengan sigap, Umar pun kembali ke Baitul Mal, tempat penyimpanan harta negara untuk mengambil gandum dan daging untuk diberikan kepada Sang Ibu tersebut.

Ketika pengawal Khalifah Umar pada saat itu menawarkan untuk membantu Khalifah dalam memanggul karung gandum itu, beliau dengan tegas menolak. Serta bertanya apakah si pengawal sanggup menggantikan pertanggungjawaban beliau sebagai pemimpin kelak di hari penghisaban atas kekurangan yang dialami rakyatnya.

Syair Rindu

Satu kisah lain yang juga banyak dikenal saat Khalifah Umar berpatroli pada malam hari adalah didengarnya satu syair yang dinyanyikan oleh seorang wanita. Khalifah Umar mendengar sang wanita sedang melantunkan syair yang berbunyi, "Malam ini terasa panjang dan gelap gulita... Hatiku pilu karena tiada kekasih mendampingi... Andaikan saja aku tak memiliki rasa takut di hatiku kepada Rabb-ku, maka pasti saja malam ini, ranjang ini akan bergoyang..."

Mendengar apa yang dilantunkan oleh sang wanita, Khalifah Umar pun menghampiri rumah wanita tersebut dan menanyakan perihal syair tersebut. Kemudian si wanita itu menjawab bahwa di malam itu, ia sedang sendirian di rumah karena suaminya sedang pergi berperang. Kalau bukan karena rasa takutnya kepada Allah jika ia melakukan kemaksiatan, sangatlah memungkinkan bahwa malam itu ia akan bersama dengan laki-laki lain selain suaminya. Karena rasa rindu yang sudah sangat membuncah.

Khalifah Umar pun kemudian bertanya kepada anak perempuan beliau, Hafshah, mengenai berapa lama seorang wanita bisa menahan rindu kepada suaminya. Hafshah pun menjawab bisa dua, tiga atau empat bulan.

Mendengar jawaban sang putri, seketika Khalifah Umar pun membuat keputusan tentang kebijakan pasukan yang pergi berperang. Setiap muslim yang pergi berperang diharuskan untuk kembali setelah empat bulan masa tugasnya. Jadi, perginya seorang pasukan tidak boleh lebih dari empat bulan.

Rakyat Sangat Diperhatikan

Dari dua kisah di atas, sebenarnya sudah sangat menggambarkan bagaimana kepedulian seorang pemimpin negara yang berlandaskan Islam terhadap apa yang terjadi kepada rakyatnya. Satu rakyat saja sangat diperhatikan sampai-sampai mampu mengubah sebuah kebijakan militer sebuah negara.

Semuanya dijalankan atas landasan keimanan Sang Pemimpin yang diwarnai oleh rasa tanggung jawab dan keimanan kepada Allah. Sehingga sangat takut untuk melakukan hal zalim kepada rakyatnya. Berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan atau bahkan keinginan rakyat yang sesuai dengan syariat.

Pemimpin dan seluruh jajaran penguasa menjalankan tugas karena dorongan keimanan dan rasa takut kepada Allah Swt. Berupaya sebaik mungkin untuk membuat keputusan dan kebijakan berdasarkan syariat Islam bukan atas hawa nafsu dan kepentingan pribadi.

Berbeda Dengan Sekarang

Gambaran mengenai kehidupan dan rasa tanggung jawab besar pemimpin di masa Islam ini tentu sangat berbeda dengan apa yang ada saat ini. Jarang sekali menemukan pemimpin dan jajarannya yang memberikan perhatian kepada rakyatnya, meneliti satu per satu apakah ada di antara rakyat yang belum terpenuhi haknya. Jarang sekali penguasa yang mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan dirinya dan golongannya.

Justru apa yang ditampilkan penguasa saat ini adalah menghalalkan segala macam cara untuk kepentingan mereka sendiri dan golongannya. Bahkan hal ini tetap dilakukan walaupun harus mengkhianati rakyat atau tidak amanah terhadap rakyat.

Sangatlah berbeda dengan sistem Islam yang selalu mengutamakan kepentingan umat di atas segalanya. Kekuasaan dan jabatan yang dimiliki adalah amanah Allah yang harus dijalankan dalam bentuk memberikan riayah atau pengurusan terhadap segala urusan rakyatnya. Bukan menjadi kesempatan untuk memperkaya diri dan golongan serta mengambil kesempatan sebesar-besarnya untuk diri sendiri.

Sistem Islam menjadikan kesejahteraan rakyat menjadi target utama yang harus dicapai oleh seluruh penguasa dan pelaksanaan tugas penguasaa. Kesejahteraan yang dimaksud pun tidak hanya terkait hitungan di atas kertas. Tapi bermakna nyata sampai dilihat satu per satu rakyat yang ada apakah sudah terpenuhi semua kebutuhan hidup mereka.

Sungguh dengan ini, sangatlah layak jika sistem ini diinginkan. Sistem di mana syariat Islam dijadikan sebagai landasan dan dibingkai secara institusional dalam sebuah Negara Islam. Wallahu alam bishowab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image