Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taufik Akbar

Menghidupkan Kelas dalam PTM 100%

Eduaksi | 2022-01-08 21:43:09
Ilustrasi/foto: freepik

Horee, pembelajaran tatap muka di sekolah sudah diperbolehkan seratus persen. Masuk sekolah setiap hari (lima atau enam hari dalam sepekan) membuat anak-anak sekolahan seolah kembali hidup ke dunia. Meskipun anak-anak sudah akrab dengan dunia maya, sejatinya mereka lebih membutuhkan dunia nyata untuk berkembangnya semua potensi serta dimensi manusia seutuhnya.

Kebijakan terbaru pemerintah melalui SKB Empat Menteri telah memperbolehkan bahkan mewajibkan sekolah-sekolah untuk memberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM) 100%. Tentunya syarat dan ketentuan tetap berlaku. Guru dan orang tua merasa lega. Guru bisa lebih fokus mendidik siswanya yang didepan mata dibanding didepan layar dunia maya. Sementara orang tua juga bisa lebih fokus dengan pendampingan dan pemantauan. Maklum karena saat pembelajaran daring banyak orang tua yang mencoba jadi pengajar dengan modal ilmu yang bisa dingat-ingat saja. Alhasil anak bengong orang tua bingung.

Meskipun sebelumnya sekolah sudah melaksanakan PTM terbatas, tetap saja tidak bisa membuat pembelajaran efektif seratus persen. Terutama pada siswa yang mendapat giliran belajar di rumah. Guru tidak bisa memastikan apa yang dilakukan siswa di rumah saat guru mengajar dengan strategi atau metode hybrid learning maupun blended learning. Mungkin guru hanya bisa memastikan siswa hadir dan mengisi absen di awal pembelajaran. Namun setelah itu apakah siswanya tidur atau main game dengan gadget yang lain tidak bisa dipantau. Jika guru bertanya dan respon siswanya lama atau tidak menjawab maka sinyal jadi alasan.

Disisi lain sebagian besar orang tua pun masih mengeluhkan dampak negatif dari sisa-sisa pembelajaran jarak jauh. Informasi tersebut saya dapatkan saat wawancara dengan calon orang tua murid SMP yang akan melanjutkan ke SMA. Dampak paling nyata adalah megang handphone atau maen hp (istilah dari orang tua.pen) yang berlebihan. Dan yang paling lama dimainkan di gadgetnya apalagi kalo bukan maen game.

Maka kebijakan pemberlakuan PTM full di sekolah untuk semua peserta didik laksana segarnya menghirup oksigen tanpa masker di kawasan Puncak Bogor. He he he ini mah gurunya pengen liburan kali ya. Agar udara fresh ini berkelanjutan maka para guru perlu mengelola PTM 100% ini dengan baik dan berdampak sesuai tujuan dari kebijakan tersebut.

Hampir dua tahun anak-anak Indonesia tidak belajar sebagaimana mestinya. Oleh karena itu pemulihan sangat mendesak untuk dilakukan. Dalam perkembangan terakhir, situasi pandemi yang terkendali menumbuhkan optimisme untuk bersama memulihkan pendidikan. Penyesuaian SKB Empat Menteri tentang pembelajaran di masa pandemi covid-19 ditetapkan melalui berbagai pertimbangan yang matang demi kemaslahatan bersama, khususnya masa depan anak-anak Indonesia. Demikian informasi yang saya tangkap dari tulisan awal dalam infografis SKB Empat Menteri tersebut.

Secara implisit tujuan kebijakan pendidikan teranyar ini untuk memulihkan pendidikan. Pulihnya pendidikan jika siswa mendapat layanan yang baik dan pembelajaran yang berkualitas. Layanan yang baik memang tidak efektif jika guru dan siswa tidak berinteraksi secara langsung. Interaksi langsung antara guru dan siswa sangat dibutuhkan guru untuk melaksanakan perannya sebagai pendidik. Interaksi tersebut juga dibutuhkan siswa untuk melihat langsung kesungguhan gurunya secara kasat mata serta merasakan tutur kata motivasi dan sentuhan hati gurunya.

Pembelajaran jarak jauh sebelumnya selain mereduksi peran mendidik guru juga membatasi peran guru sebagai pengajar. Bagi guru di perkotaan dengan fasilitas memadai mungkin mengajar daring tidak terlalu masalah. Untuk menjaga kualitas pembelajaran daring bisa disiasati dengan aplikasi tatap maya seperti zoom meeting, google meet dan lainnya. Untuk menjelaskan lebih detail terkait ilmu-ilmu eksakta mereka menggunakan pentab dan sejenisnya. Juga ada aplikasi semacam papan tulis virtual dimana siswa juga bisa berpartisipasi menjelaskan, bertanya dan menjawab. Untuk beberapa materi juga ada demo dan praktikum virtual.

Bagi guru-guru di daerah dengan keterbatasan fasilitas, hal-hal tersebut dalam paragrap di atas bisa jadi baru sebatas mimpi. Sehingga pandemi ini semakin melebarkan jurang kesenjangan pendidikan antara anak-anak perkotaan dengan anak-anak di daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan.

Kembali ke peran mengajar guru, peserta didik akan lebih mudah memahami pelajaran pada pembelajaran tatap muka. Namun pembelajaran akan kurang bermakna jika guru lebih banyak menerapkan metede ceramah. Kelas cenderung monoton dan pembelajaran jadi berpusat pada guru. Ini bukan berarti meniadakan sama sekali metode ceramah. Metode ceramah diperlukan untuk penjelasan dan pemahaman terkait hakikat pelajaran, nilai-nilai sikap atau karakter serta refleksi dari kegiatan pembelajaran.

Agar kelas menjadi hidup dan peserta didik mendapatkan pembelajaran yang bermakna maka sekolah dan para guru seyogyanya mengembangkan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik. Maka peran-peran guru sebagai fasilitator, dinamisator, katalisator menjadi penting untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Tentunya peran-peran tersebut bisa diaplikasikan jika menggunakan metode dan model pembelajaran yang mendukung. Yaitu metode dan model yang membuat siswa aktif dalam pembelajaran seperti diskusi, kerja kelompok, eksperimen dan lainnya

Metode diskusi dan kerja kelompok dengan presentasi akan membiasakan siswa bersuara, mengungkapkan gagasan. Debat bisa menjadi pilihan dalam pembelajaran bahasa dan ilmu-ilmu sosial. Sikap kritis juga bisa diasah dengan menerapkan model problem based learning pada beberapa materi pelajaran. Pendekatan sains dengan metode eksperimen juga akan mengasah sikap kritis dan terbiasa dengan data dan sikap ilmiah.

Pendekatan dengan STEM (science, technology, engineering, and mathematics) juga patut dicoba. Pendekatan yang mengintegrasikan Sains, Teknologi, Enjiniring, dan Matematika ini berfokus pada pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan professional. Dengan STEM siswa akan belajar berpikir kritis, kemampuan pemecahan masalah, kepemimpinan, penemuan, imajinasi, kecerdikan serta keterampilan komunikasi

Meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik juga dilakukan dengan memanfaatkan beragam media dan sarana prasarana yang ada di lingkungan sekolah. Perpustakaan, laboratorium, lapangan upacara dan olahraga, taman, dan berbagai media pembelajaran sudah saatnya dimanfaatkan kembali setelah sekian lama tak tersentuh. Semoga dengan kesungguhan guru untuk menghidupkan kelasnya, pendidikan dapat segera pulih dan anak-anak Indonesia semakin dekat dengan mimpinya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image