Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image NINDYA CIPTA KARIZA

Korupsi, Politik, dan Lingkungan Hidup

Politik | 2022-01-08 00:22:57

Sumber daya alam (SDA) Indonesia yang begitu melimpah, kerap menjadi sasaran empuk para pencari rente. Untuk mendapatkan keuntungan, mereka tak jarang menghalalkan segala cara, hingga berbagai praktik korupsi juga tumbuh di dalamnya. Berbagai kecurangan tersebut tidak saja merugikan keuangan negara, namun juga mengakibatkan rusaknya hutan Indonesia.

Selama beberapa dekade terakhir, deforestasi hutan Indonesia tercatat sangat memprihatinkan. Sejak 1985-1997, terjadi penyusutan hutan Indonesia sekitar 1,8 juta hektar per tahun atau setara dengan luasa negara Fiji. Itu belum seberapa. Pada 1997-2000, kerusakan yang terjadi bahkan lebih parah dan lebih miris. Selama periode itu, setiap tahun hutan Indonesia mengalami penggundulan setara Solomon Islands, atau sekitar 2,8 juta hektar per tahun.

Sejak tahun 2000 hingga sekarang, penyusutan hutan memang mengalami penurunan, hanya sekitar 1 juta hektar per tahun atau setara dengan luas negara Lebanon. Namun hal tersebut bukan semata-mata lantaran lenyapnya berbagai praktik kecurangan di sektor ini. Sebaliknya, keadaan tersebut terjadi, karena hutan Indonesia yang hampir habis tergerus.

Fenomena tersebut menjadi salah satu potret atas buruknya sistem tata kelola hutan di Indonesia. Dari hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sektor kehutanan yang telah dirilis beberapa waktu lalu, potensi kerugian negara dari produksi kayu saja, diperkirakan mencapai Rp598-799 triliun selama periode 2003-2014.

Sistem politik dan kebijakan yang cenderung transaksional mengakibatkan berbagai kecurangan muncul di sektor ini. Tata kelola yang buruk, perencanaan wilayah yang tidak konsisten antara pusat dan daerah, dan penegakan yang lemah merupakan masalah mendasar dalam pengelolaan hutan Indonesia dan menyebabkan kerusakan sumber daya alam.

Untuk mengatasinya, Pemerintah dan DPR tentu memegang peranan penting. Pemerintah dituntut lebih hati-hati dalam membuat kebijakan. Sementara itu, syahwat DPR dalam mengeluarkan undang-undang juga harus dikendalikan.

Tengok saja produk DPR tentang Penerbitan Daerah Otonom Baru, dalam undang-undang tersebut tidak ada batas wilayah yang jelas. Belum lagi, diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, mengakibatkan potensi tumpang tindih kebijakan semakin besar karena menarik kewenangan pemberian izin sumber daya alam dari bupati ke gubernur dan tanpa melalui kajian yang jelas. undang-undang ini sangat berpotensi menjadi celah korupsi dalam hal perizinan karena tidak adanya peraturan pelaksana dan tanpa kejelasan mekanisme transisi.

Tentu saja, beragamnya isu tersebut mencerminkan bagaimana praktik korupsi di sektor kehutanan semakin meluas dan sistematis. Banyak kebijakan dan peraturan yang ada tampaknya dimaksudkan untuk melegitimasi penipuan. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pengelolaan sektor kehutanan di masa depan. Kesepakatan antara Pemerintah dan Republik Demokratik Rakyat Korea harus segera dicapai agar Pemerintah dan Republik Demokratik Rakyat Korea lebih selektif dan tegas dalam mengusulkan resolusi baru.

Berbagai pelanggaran di bidang kehutanan tidak hanya membebani keuangan, tetapi juga merampas hak-hak masyarakat. Selain mengganggu perekonomian masyarakat dan tidak menjamin pengelolaan hutan, masyarakat sangat mudah terkena tindak kriminal.

Fenomena yang terjadi di salah satu desa di Sulawesi Tenggara misalnya, permasalahan tersebut mengakibatkan banyak masyarakat menjadi telantar karena buruknya sistem perizinan yang ada. Mencermati berbagai persoalan tersebut, pemerintah perlu memperhatikan penerbitan berbagai produk seperti peraturan menteri, peraturan pemerintah, dan peraturan presiden.

Masyarakat sebenarnya memiliki peran penting dalam mengawal berbagai kebijakan yang dikeluarkan, baik di eksekutif maupun di legislatif. kebijakan tersebut maka perlu mengkaji dalam naskah akademik terkait dengan intensifikasi isu lingkungan terhadap Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Salah satunya yakni dengan mencermati berbagai proses pembuatan peraturan di daerah masing masing, mampu mendorong transparansi di tingkat daerah, serta perlu mempertahankan segigih mungkin atas daerah yang menjadi tempat hidupnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image