
Antara Tatib DPR dan Kepentingan Politik ke Depan
Politik | 2025-02-08 21:32:13Tepat hari jum at sekitar jam 10.00 pagi, Ketika membuka youtube. saya melihat judul yang menarik mengenai DPR RI melakukan revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Hasil dari revisi tatib DPR tersebut ialah penambahan kewenangan DPR yang ditambah untuk dapat mencopot pejabat negara seperti KPK,MK dan TNI/POLRI. Berlangsungnya pengesahan Peraturan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib ini tepat hari selasa bulan 2 tahun 2025.

Dilakukannya revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib tersebut, dengan alasan adanya pengevaluasian di DPR sehingga perlunya penambahan kewenangan dalam peningkatan pengawasan yang dilakukan DPR RI, dengan penambahan kewenangan dapat mengevaluasi, menunjuk dan memberikan rekomendasi pemberhentian oleh pejabat pejabat negara.
Disinilah banyak menuai kebingungan dan kekhawatiran pakar hukum tata negara, mahasiswa dan masyarakat. Dengan adanya penambahan kewenangan DPR melalui revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib ini dikhawatirkan DPR menjadi Lembaga “superbody” atau “superhero” dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Namun, saya tak begitu heran jika melihat DPR RI selalu melakukan kesalahan. Kalau kita ingat di tahun 2024 DPR melakukan kesalahan yang begitu fatal dalam pembahasan UU Pilkada dalam waktu yang sangat singkat dan tergesa-gesa demi mengesampingkan dua putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) tentang ambang batas partai politik untuk mengusung calon kepala daerah dan titik penghitungan syarat usia calon kepala daerah. Tentu hal ini sejalan dengan pembahasan Peraturan No 1 Tahun 2020 Tersebut karena menurut saya dari langkah Langkah yang dilakukan DPR RI selalu melakukan Langkah yang prematur, inkonstitusional, inprosedural, dan bertentangan dengan prinsip negara hukum.
Kalau kita lihat lebih jauh mengenai kewenangan DPR RI dalam Pasal 20A ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. DPR RI memiliki 3 kewenangan, yang pertama, legislasi, yang kedua, anggaran dan yang terakhir pengawasann. Selain itu, DPR juga memiliki hak hak tertentu, seperti hak interpretasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Dalam penjabaran pasal 20A ayat (1) point pengawasan hanya menjerumus kepada kinerja pemerintah. DPR dapat meminta keterangan dari pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk kepentingan bangsa dan negara. Jadi, penambahan kewenangan dalam pengawasan yang di revisi melalui Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 itu tentu tidak bisa di jalankan untuk mencopot pimpinan lembaga negara secara serampangan.
Seharusnya DPR dapat memahami batasan kewenangannya dalam menjalankan fungsi pengawasan. Karena penafsiran kewenangan pengawasan tidak boleh sampai mengamputasi, melakukan penetrasi, atau intervensi kepada Lembaga lain. Bisa saja adanya aturan ini sebagai kepentingan politik lain, semisal orang orang yang sejalan pemikirannya dengan elit diperjuangkan. dan yang tidak sejalan, dihambat melalui aturan ini karena tidak sesuai dengan visi dan misi penguasa kedepan.
Di lihat dari hirarki peraturan perundang undanganpun dengan adanya revisi melalui peraturan tata tertib ini tentu salah, dengan menambrak undang undang lembaga yang secara khusus sudah di atur, seperti MK dan KPK. Padahal Semua lembaga di negara ini memiliki kedudukan yang setara dalam sistem ketatanegaraan di indonesia, Tidak ada perlakuan disparitas atau diskriminasi. Jadi, tidak ada alasan lain yang secara logis dan hukum kecuali kita patut menduga bahwa jangan-jangan ada kepentingan kepentingan lain yang terjadi. Seperti halnya di tahun 2024 mengenai uu pilkada. Bisa saja kepentingan tatib tersebut sampai pada persiapan mengamankan dua periode presiden Prabowo untuk mengatur batas umur presiden. Sehingga dengan adanya revisi tatib ini tentu banyak sekali cela yang di dapat untuk menjatuhkan lawan lawan politik mendatang.
Terkahir, jika revisi ini terus dipaksa untuk diberlakukan. Tentu dampaknya akan sangat besar sekali. Pertama, malah menjadi lembaga yang mendominasi lembaga lainnya. Kedua, sistem negara hukum kita bisa runtuh karena aturan main yang telah disepakati dalam konstitusi tidak lagi diindahkan. Ketiga, sebagai alat pemimpin yang berkuasa sekarang cenderung akan mengekang kebebasan individu. keempat, cawe-cawe mengurus lembaga negara yang bukan kewenangannya.
Jadi, idealnya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia seharusnya dapat memberikan contoh ke masyarakat terkait tata cara pembuatan aturan yang baik dan sesuai dengan ketatanegaraan di Indonesia untuk dapat memberikan pencerahan ke masyarakat banyak. DPR juga dapat melakukan pekerjaan pekerjaan lebih urgent seperti bersuara lebih keras ke pemerintahan yang sedang berjalan sekarang ini, sehingga Checks and balances tetap ada. Dan harus mendengar aspirasi masyarakat yang selalu bersuara dijalanan, sehingga setiap masalah yang disuarakan dapat terselesaikan
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook