Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Televisi Dorong Munculnya Perilaku Sensorik yang tidak Lazim pada Anak

Gaya Hidup | Wednesday, 10 Jan 2024, 18:39 WIB
Televisi dapat membawa perubahan perilaku pada anak. Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara via republika.co.id.

BAYI dan balita yang terpapar televisi atau menonton video dapat menunjukkan perilaku sensorik yang tidak lazim dan mengalami kesulitan dalam memproses dunia di sekitar mereka. Demikian hasil sebuah penelitian terbaru yang dilakukan tim Drexel University, Philadelphia, Amerika Serikat.

Perilaku sensorik yang tidak lazim yang dimaksud dalam penelitian ini termasuk melepaskan diri, mencari stimulasi yang lebih intens, atau kewalahan oleh input sensorik seperti suara keras atau cahaya terang.

Berdasarkan penelitian, anak-anak yang terpapar menonton TV lebih banyak pada tahun kedua mereka menunjukkan peningkatan kemungkinan mengembangkan perilaku pemrosesan sensorik yang tidak lazim, seperti mencari sensasi, menghindari sensasi, dan registrasi yang rendah -- kurang responsif terhadap rangsangan seperti saat namanya dipanggil.

Keterampilan pemrosesan sensorik, yang sangat penting untuk merespons informasi sensorik secara efisien (seperti suara, pemandangan, dan sentuhan), tampaknya dipengaruhi oleh aktivitas di depan layar.

Para peneliti menganalisis data dari National Children's Study terhadap 1.471 balita, dengan fokus pada kebiasaan menonton TV atau DVD pada usia 12, 18, dan 24 bulan.

Hasil pemrosesan sensorik dinilai pada usia 33 bulan dengan menggunakan Infant/Toddler Sensory Profile (ITSP), kuesioner yang diisi oleh orang tua/pengasuh.

Pada usia 12 bulan, setiap paparan layar dikaitkan dengan kemungkinan 105 persen lebih besar untuk menunjukkan perilaku sensorik "tinggi" yang terkait dengan registrasi rendah pada usia 33 bulan.

Pada usia 18 bulan, setiap jam tambahan waktu penggunaan layar setiap hari meningkatkan kemungkinan perilaku sensorik "tinggi" yang berkaitan dengan penghindaran sensasi dan registrasi yang rendah sebesar 23 persen.

Pada usia 24 bulan, setiap jam tambahan waktu layar dikaitkan dengan peningkatan 20 persen kemungkinan pencarian sensasi "tinggi", sensitivitas sensorik, dan penghindaran sensasi pada usia 33 bulan.

Karen Heffler, penulis utama penelitian yang juga seorang profesor Psikiatri di Fakultas Kedokteran Universitas Drexel, menyoroti implikasi potensial dari temuan ini untuk gangguan seperti ADHD dan autisme.

"Hubungan ini dapat memiliki implikasi penting untuk gangguan hiperaktif defisit perhatian dan autisme, karena pemrosesan sensorik atipikal jauh lebih umum pada kelompok ini," kata Heffler.

Menurutnya, perilaku berulang, seperti yang terlihat pada gangguan spektrum autisme, sangat berkorelasi dengan pemrosesan sensorik atipikal dan penelitian di masa depan dapat menentukan apakah waktu penggunaan layar di awal kehidupan dapat memicu hiperkonektivitas otak sensorik yang terlihat pada gangguan spektrum autisme, seperti respons otak yang meningkat terhadap stimulasi sensorik."

Penelitian ini menambah daftar masalah perkembangan dan perilaku yang terkait dengan waktu penggunaan gawai pada bayi dan balita. Ini termasuk keterlambatan bahasa, gangguan spektrum autisme, masalah perilaku, gangguan tidur, masalah perhatian, dan keterlambatan dalam keterampilan pemecahan masalah.

"Mempertimbangkan hubungan antara waktu penggunaan gawai yang tinggi dan daftar masalah perkembangan dan perilaku yang terus bertambah, mungkin akan bermanfaat bagi balita yang menunjukkan gejala-gejala ini untuk menjalani periode pengurangan waktu penggunaan gawai, bersama dengan praktik pemrosesan sensorik yang diberikan oleh terapis okupasi," jelas Heffler.

American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan untuk tidak menggunakan gawai untuk anak-anak di bawah 18-24 bulan, dengan penggunaan media digital yang terbatas untuk mereka yang berusia 2 hingga 5 tahun.

"Pelatihan dan pendidikan orang tua adalah kunci untuk meminimalkan, atau bahkan diharapkan dapat menghindari, penggunaan gawai pada anak-anak di bawah dua tahun," tegas penulis senior penelitian tersebut, David Bennett.

Penelitian ini berfokus pada aktivitas menonton televisi atau DVD, tidak termasuk media yang dilihat di ponsel pintar atau tablet. Para penulis menyerukan penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme di balik hubungan antara waktu penggunaan layar di awal kehidupan anak dan pemrosesan sensorik yang tidak lazim.

Hasil lengkap penelitian diterbitkan dalam jurnal JAMA Pediatrics.***

--

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image