Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sherline

Hoax yang Populer Sebagai Kenyataan

Teknologi | Tuesday, 09 Jan 2024, 11:00 WIB

Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk terbanyak keempat di dunia, dengan persentase hampir 30% penduduknya adalah Gen Z. Gen Z sebagai generasi yang berhubungan erat dengan teknologi, pastinya tidak terlepas dari media sosial. Media sosial merupakan media komunikasi yang efektif, transparansi, efisien, serta berperan penting sebagai transformasi informasi. Pada era teknologi yang serba digital ini, sangatlah mudah untuk menyebarluaskan maupun mengakses sebuah informasi, yang dimana hal ini dapat membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap ketahanan negara.

Hambatan atau tantangan yang dialami seiring berjalannya waktu pastinya akan selalu berubah. Saat zaman dulu serangan yang dilakukan lebih secara fisik ke negara lain, bisa berbentuk agresi, invasi, dan lain-lain. Sedangkan kondisi sekarang jauh berbeda, serangan yang terjadi saat ini kian kompleks dan kebanyakan tidak terlihat, juga disebut serangan non fisik. Serangan yang dahulunya secara fisik sekarang berubah menjadi siber, disadari atau tidak keadaan Indonesia setiap harinya diserang oleh era teknologi ini.

Di era digital ini, berita palsu atau lebih sering disebut sebagai hoax, kian menjadi ancaman bagi negara kita. Berita hoax merupakan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, yang diragukan kebenarannya, yang tidak jelas sumbernya, ataupun clickbait. Kemajuan teknologi memudahkan para pengguna internet untuk membuat dan menyebarkan informasi yang tidak diketahui keasliannya. Dengan aneka aplikasi yang penggunanya sangat banyak seperti instagram, twitter, youtube, dan lain sebagainya menjadikan mereka pilihan utama untuk mengupload berbagai hal ke dunia internet. Hal ini lah yang menjadikan media sosial menjadi media yang paling efektif dalam penerimaan, pertukaran, serta penyebaran informasi-informasi baik yang asli maupun palsu.

Diketahui alasan utama pengguna internet melakukan penyebaran informasi palsu adalah untuk menggiring opini publik ataupun sikap masyarakat. Terdapat pula alasan lainnya yakni untuk mencari nama agar dapat menjadi terkenal (viral) dan memperbanyak pengikut ataupun penonton sehingga kemudian menghasilkan keuntungan dari sensasi yang didapatkan oleh konten yang dibuat. Padahal informasi-informasi hoax dapat memecah belah bangsa, apalagi jika berita yang beredar itu berkaitan dengan sosial politik, berunsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Selain itu, hoax dapat menimbulkan permusuhan atau kecurigaan antar etnis atau elemen bangsa, menghambat pembangunan negara, dan dampak buruk lainnya. Contoh sederhananya, hoax yang disebarkan untuk melunturkan ideologi. Jika penyebaran hoax tersebut berhasil mempengaruhi atau bahkan menghancurkan ideologi seseorang, kemungkinan terbesar orang tersebut akan memiliki paham yang baru dan merusak tatanan yang sudah ada. Itu sebabnya penting bagi para masyarakat untuk mengantisipasi dan menghindari kondisi seperti itu.

Diibaratkan dengan bola salju yang sedang menggelinding menuruni bukit, semakin digelinding maka semakin besar pula bolanya dan kemudian menjadi sulit untuk dihentikan. Semakin hoax disebarluaskan semakin besar pula dampak yang diberikan kepada masyarakat. Apabila dikaitkan dengan etika pada internet, maka penyebaran berita hoax merupakan penyalahgunaan dalam kebebasan berpendapat. Masyarakat kian langsung mempercayai berita yang beredar tanpa diperhatikan tingkat kebenarannya. Apalagi berita tersebut disampaikan oleh influencer ataupun orang-orang yang telah mempunyai nama. Masyarakat pastinya akan semakin gampang untuk mempercayainya tanpa dibedah terlebih dahulu, karena dianggap mereka yang menyebarkan sudah terpercaya. Bahkan terkadang informasi yang sudah masuk berita pun belum tentu adalah benar kenyataan.

Contohnya saja artis-artis yang membuat berita-berita hoax berupa pemutar balikan fakta, penyudutan ataupun lainnya. Dengan memanfaatkan ketenarannya, sehingga membuat informasi yang disampaikan tersalurkan oleh banyak orang, sehingga terkadang yang menjadi persaingan bukanlah fakta, melainkan kepopulerannya dan banyaknya jumlah pengikut. Semakin terkenal artis tersebut, semakin banyak juga orang yang mendukung informasi yang disampaikan. Bahkan terkadang meskipun sudah dipastikan informasi yang diberikan merupakan sebuah hoax, tidak jarang masih banyak yang mendukung penyebar hoax tersebut. Dengan membantunya dalam mencari alasan atas kesalahan yang diperbuat, karena diketahui beberapa masyarakat hanya ingin mempercayai apa yang ingin dipercayai. Fenomena ini menyoroti pentingnya kesadaran kolektif dalam melawan disinformasi dan menjaga integritas informasi di era digital.

Artis-artis yang terlibat dalam penyebaran berita hoax menjadi salah satu contoh bagaimana media sosial dan kepopuleran dapat disalahgunakan untuk menyebarkan informasi yang tidak benar. Keberadaan artis sebagai influencer di media sosial memberikan dampak besar terhadap persebaran informasi. Mereka memiliki jangkauan yang luas dan pengikut yang setia, sehingga apa pun yang mereka sampaikan dapat dengan cepat menjadi viral. Namun, masalah muncul ketika kepopuleran dijadikan alat untuk menyebarkan berita palsu demi kepentingan tertentu.

Pemutar balikan fakta, penyudutan, dan manipulasi informasi oleh artis dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang seharusnya objektif dan akurat. Persaingan untuk mendapatkan perhatian publik menjadi semakin intens, bahkan hingga mengorbankan kebenaran dan integritas informasi. Faktor-faktor seperti klik, like, dan retweet seringkali lebih diutamakan daripada kebenaran informasi itu sendiri. Perlu diakui bahwa fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan artis, tetapi juga melibatkan berbagai pihak di dunia maya. Namun, peran artis sebagai tokoh publik tentunya memberikan dampak yang lebih besar, karena mereka memiliki pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial menjadi hal yang krusial dalam hal ini.

Contoh lainnya berupa kejadian nyata saat tahun 2019, “justice for audrey” yang dimana ia memanfaatkan budaya masyarakat Indonesia yang gampang merasa iba, untuk mengasihani dirinya yang dibuli oleh teman sekolah hingga memar pada daerah intim. Berita tersebut sudah disebarluaskan ke seluruh Indonesia oleh berbagai situs berita maupun media, namun ternyata semua yang disampaikan hanyalah aksi kebohongan. Harusnya masyarakat menjadikan kasus ‘prank’ tersebut sebagai pembelajaran untuk tidak mudah percaya omongan-omongan tanpa bukti. Namun faktanya, hingga saat ini pun, Indonesia masih saja dihantui oleh berbagai berita palsu. Apabila informasi di berita terkenal bahkan tidak dapat langsung dipercaya, maka siapa lagi yang harus dipercaya?

Pada dasarnya, semua informasi haruslah melalui proses verifikasi, disaring dan dibedah terlebih dahulu dengan menggunakan pemikiran yang kritis. Sehingga sejujurnya tidak ada jawaban pasti atas pertanyaan ‘siapa yang sebenarnya harus dipercayai’. Dengan menganalisis kebenaran berita-berita barulah berita hoax dapat dihambat. Tetapi yang menjadi masalah besar dalam kasus hoax ini adalah kebanyakan dari masyarakat belum tentu cerdas dalam menyikapi informasi yang diterima. Sebaiknya dilakukan pembekalan dari pemerintah kepada masyarakat mengenai pengetahuan akan internet sehat dengan literasi dan edukasi media sehingga dapat mengenali apa saja ciri-ciri berita hoax, dan penerima berita dapat mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dalam mengambil makna dari suatu berita. Dengan cara ini, warga negara dapat menghindari menyebarkan informasi palsu yang dapat merugikan negara dan masyarakat.

Di era digital yang terus berkembang, komitmen untuk membela negara menjadi semakin krusial. Dalam dunia online yang begitu kompleks dan terkadang penuh dengan informasi yang salah, warga negara perlu memiliki tekad yang kuat untuk melindungi dan mendorong kemajuan negara. Salah satu cara utama untuk mencapai ini adalah dengan menjadi pengguna internet yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab dalam menggunakan internet tidak hanya berarti menjaga keamanan diri sendiri, tetapi juga berkontribusi pada keamanan dan kemajuan bangsa dan negara.

Penting untuk meningkatkan literasi media dan informasi di kalangan masyarakat, sehingga mereka mampu menyaring dan menilai informasi dengan bijak. Sosialisasi mengenai cara memeriksa keaslian suatu informasi, memahami sumber berita, dan tidak terlalu mudah terpancing emosi menjadi kunci dalam melawan penyebaran hoax, serta konsekuensi penyebaran hoax juga tidak kalah penting untuk dibicarakan. Sanksi hukum terhadap penyebar berita palsu juga perlu diperkuat untuk mencegah penyebaran informasi yang merugikan masyarakat dan mencoreng citra bangsa.

Dalam menghadapi tantangan ini, kerjasama lintas sektor menjadi esensial. Pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan media harus bekerja bersama untuk menciptakan lingkungan digital yang sehat, dimana informasi yang disebarkan dapat dipercaya dan bermanfaat bagi kemajuan bersama. Dengan demikian, kita dapat membentuk masyarakat yang kritis, cerdas, dan berdaya guna dalam menyikapi informasi di era digital yang terus berkembang.

Pengguna internet yang bertanggung jawab juga harus mempraktikkan etika dalam berinteraksi online. Menghormati perbedaan pendapat, mencegah perundungan daring, dan mempromosikan diskusi yang sehat adalah langkah-langkah yang dapat mendukung pembangunan negara yang berlandaskan pada toleransi dan keberagaman. Dalam konteks ini, penting bagi pengguna internet untuk menjadi agen perubahan positif dalam membangun kesadaran kolektif tentang nilai-nilai kewarganegaraan digital.

Selanjutnya, mendukung dan berpartisipasi dalam kebijakan publik yang berkaitan dengan dunia digital adalah bentuk nyata dari komitmen untuk membela negara. Mengikuti perkembangan undang-undang dan regulasi terkait keamanan siber, privasi data, dan hak digital merupakan langkah awal dalam mendukung pembentukan aturan yang dapat melindungi kepentingan bersama. Terlibat dalam dialog publik, baik secara daring maupun luring, juga memberikan kontribusi positif dalam membentuk kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Selain itu, memajukan kemajuan negara melalui pemanfaatan teknologi dan inovasi menjadi tanggung jawab bersama. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat merupakan pondasi utama dalam menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan.

Dalam kesimpulannya, di era digital yang terus berkembang, komitmen untuk membela negara bukan hanya terbatas pada ranah fisik, tetapi juga melibatkan keterlibatan aktif dalam dunia online. Sebagai pengguna internet yang bertanggung jawab, individu memiliki peran besar dalam membentuk masa depan negara mereka. Dengan tekad yang kuat untuk melindungi dan mendorong kemajuan, warga negara dapat bersama-sama menciptakan lingkungan digital yang aman, inklusif, dan berdaya guna untuk generasi yang akan datang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image