Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fira Admojo

Legalisasi Perampasan Ruang Hidup Rakyat

Agama | Monday, 08 Jan 2024, 17:21 WIB

Distribusi lahan untuk PSN dan Pembangunan Infrastruktur terbukti hanya menguntungkan segelintir orang dan membuat rakyat semakin sengsara. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sedikitnya 73 konflik agraria meletus di berbagai wilayah sejak 2020, imbas beragam PSN. Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, menyoroti bagaimana pemerintah terus-menerus membentuk badan-badan baru guna mendukung PSN yang diberikan kewenangan dan kekuasaan yang begitu luas untuk menguasai dan mengatur tanah dalam skala besar, demi kepentingan oligarki.

Badan seperti Bank Tanah, Otorita Ibu Kota Negara, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, Otorita Labuan Bajo, dan lembaga-lembaga sejenis diberikan berbagai keistimewaan termasuk penguasaan, penggunaan, pengelolaan tanah dan modal, hingga kewenangan pengembangan bisnis serta kemudahan bertransaksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah dan Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021 Tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah dianggap kontroversi secara formil dalam proses pembentukannya. Pasal 6 menyatakan bahwa penetapan tanah yang dilakukan oleh pemerintah akan didistribusikan guna kepentingan pengembangan, dan berdasarkan Pasal 11 diantaranya untuk; penyiapan tanah untuk kegiatan; a) perumahan dan kawasan permukiman; b) peremajaan kota; c) pengembangan kawasan terpadu; d) konsolidasi lahan; e) pembangunan infrastruktur; f) pembangunan sarana dan prasarana lain; g) pematangan tanah untuk mempersiapkan tanah bagi tata kelola usaha Bank Tanah; dan h) proyek strategis nasional. Jelaslah bahwa Bank Tanah telah “mengangkangi” UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), bahwa; “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dalam kasus Rempang misalnya, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) selanjutnya diberi keistimewaan dalam bentuk regulasi dan infrastruktur penunjang yang kemudian diperkuat dengan nota kesepahaman penggunaan tanah dengan Xinyi Group guna mempercepat PSN. Kasus yang sama terjadi untuk proyek lain diantaranya sirkuit Mandalika di NTB, Kawasan Ekonomi Khusus Gresik, proyek Bendungan Bener di Wadas, proyek multiland MNC di Sukabumi, lumbung pangan di Sumatera Utara, hingga proyek cetak sawah baru di hutan Kalimantan. Belum lagi, pembangunan beragam infrastruktur penunjang IKN Nusantara di Kalimantan Timur.

Demokrasi Kapitalisme Menumbuhsuburkan Oligarki

Sistem demokrasi kapitalisme menumbuhsuburkan oligarki karena kepemimpinan lahir dari dukungan kuat pemilik modal. Bahkan para penguasa adalah bagian dari jaringan penguasa modal itu sendiri. Hingga persekongkolan yang sangat kuat antara penguasa dan pemilik modal akan menelorkan kebijakan yang mendukung kepentingan mereka. Beberapa laporan investigasi misalnya, menyebut Tomy Winata berada dibelakang pencalonan SBY tahun 2004 hingga mendapat kompensasi proyek nasional pengembangan Teluk Benoa di Bali yang diterbitkan melalui Perpres tahun 2014. Di era Jokowi maka ada nama-nama besar seperti LBP, Erick Thohir, Airlangga Hartarto dan para taipan penguasa properti tanah air, termasuk Tomy Winata.

Proyek-proyek negara adalah bisnis para oligarki, termsuk PSN. Maka penguasa membuat regulasi untuk memuluskan bisnis tersebut. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja, dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 Tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional menjadi contoh regulasi yang mengancam hak-hak dasar warga negara. Terbaru adalah Perpres No.78 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres No.62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional yang semakin memudahkan mengambil tanah masyarakat atas nama pembangunan. Tujuan proyek semacam pembangunan jalan tol, bendungan, PLTA, semata untuk memenuhi kebutuhan oligarki, bukan demi masyarakat. Klaim pembangunan industri untuk penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat nyatanya tidak demikian di lapangan. Kebijakan yang lain pun dibuat untuk menjamin keberlangsungan agenda oligarki, seperti revisi UU KPK, revisi UU Minerba, hingga revisi UU MK.

Maka menyandarkan perubahan pada demokrasi adalah kesalahan besar, karena jelas ujungnya adalah pemanfaatan dukungan rakyat demi legalisasi penguasaan proyek negara yng bekerjsm dengn pr oligrki. Penguasa terpilih tidak akan peduli pada kepentingan rakyat sekalipun mengklaim demi dan untuk rakyat. Sudah saatnya umat menyadari sepenuhnya, bahwa perubahan dalam sistem demokrasi adalah omong kosong belaka.

Konsep Politik Islam Mengharamkan Penguasaan Oligarki

Dalam konsep politik Islam, pengaturan urusan-urusan umat tersebut haruslah berdasarkan kepada hukum-hukum Islam, karena Allah SWT telah memerintahkan kita untuk terikat pada seluruh aturan-aturan Allah SWT, termasuk dalam mengatur kebijakan dan proyek-proyek dipemerintahan. Dalam surah Al-Maidah:48 Allah SWT berfirman,

“..Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu .”

Konsepsi politik Islam menyatakan bahwa kebijakan yang ada haruslah berstandar halal-haram dan demi kepentingan umat. Maka haram hukumnya menetapkan kebijakan demi kepentingan segelintir orang terlebih hingga mengorbankan rakyat seperti proyek-proyek oligarki. Bagi pejabat negara sebagai hukkam (penguasa) maka mereka telah mendapatkan kompensasi (tawidh) karena waktu mereka telah diminta untuk fokus mengurus negara, maka haram untuk terlibat dalam aktivitas bisnis. Hal ini tentunya akan menjauhkan penguasa dari konflik kepentingan. As Samnani dalam Raudhatu al Qudhat menjelaskan,

Penguasa adalah ‘ajir’ kaum Muslim, maka tidak selayaknya dia menyibukkan diri dengan bisnis ynag menghalanginya untuk mengurus urusan umat

Suksesi kepemimpinan dalam konsep Islam tidak melalui mekanisme berbiaya tinggi seperti halnya pemilu dalam sistem demokrasi, yang membuka peluang naiknya pemimpin akibat dukungan para pemilik modal. Syarat pemimpin sudah ditetapkan oleh hukum syariat, dan tim penyeleksi (ahlul halli wal aqdi) adalah tim yang memiliki kapasitas menentukan kandidat pemimpin sesuai syariat, bukan diserahkan kepada parpol dan publik yang akhirnya sekedar mengejar elektabilitas dengan berbagai cara demi dikenal publik.

Selanjutnya kebijakan investasi misalnya harus dilihat dari siapa yang melakukan, bagaimana pelaksanaan termasuk pembiayaan dan untuk kepentingan apa. Investasi asing tidak boleh masuk dalam pengelolaan sumber daya alam milik umum, masuk dalam kategori kebutuhan pokok rakyat, atau kebutuhan hidup orang banyak. Haram pula hukumnya negara asing berinvestasi ke daulah, apalagi ketika statusnya kafir harbi fi’lan dan pendanaan yang ribawi. Apalagi menjadi sarana terciptanya penjajahan dan monopoli ekonomi.

Pelaksanaannya juga haram hukumnya merampas hak orang lain tanpa ijin, termasuk merampas tanah warga terlebih dengan cara-cara kekerasan. Hak tanah menjadi miliknya ketika berhasil menghidupkannya, maka negara dalam hal ini wajib menjaga kepemilikan sahnya dengan menerbitkan legalitas atasnya, dan berhak mencabutnya ketika menelantarkannya lebih dari tiga tahun lamanya.

"Barangsiapa yang mengambil hak orang lain walau hanya sejengkal tanah, maka akan dikalungkan ke lehernya (pada hari kiamat nanti) seberat tujuh lapis bumi“ (HR Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu (menjadi) miliknya” (HR. Bukhari).

Negara dapat menetapkan wilayah lahan tak berpenghuni untuk kepentingan pembangunan dengan pertimbangan kemaslahatan umat. Maka kedepan pendataan atas kepemilikan lahan menjadi penting untuk menghindari praktik-praktik kedzaliman atasnya. Konsepsi tersebut tentunya hanya bisa terjadi dalam sistem pemerintahan islam, sebuah sistem negara yang berlandaskan akidah Islam dan kedaulatan ditangan hukum syariat.

Referensi:

https://mediaumat.id/advokat-senior-akar-masalah-rempang-arogansi-oligarki-dan-imperialisme/

https://www.faktakini.info/2023/09/rempang-eco-city-proyek-oligarki-usir.html

https://aktualnews.co.id/2022/02/14/wadas-potret-kekuasaan-olirgaki-gragas-yang-memanfaatkan-petugas-partai/

https://www.hukumonline.com/berita/a/perampasan-tanah-rakyat-melalui-peraturan-hukum-yang-timpang-lt6257861f6e0fd?page=all

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image