Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wildan Pradistya Putra

Mewujudkan dan Meninjau Kembali Hak Bermain untuk Anak

Eduaksi | 2022-01-07 14:42:21
Ilustrasi anak-anak yang sedang bermain (sumber:shutterstock)

Pandemi yang telah berlangsung di Indonesia sejak Maret 2020 lalu ini masih menyisakan kekhawatiran. Sebab, covid-19 tidak hanya dapat menjangkit orang dewasa tapi juga anak-anak dan balita. Untuk itu, orang tua patut menjaga agar anak tidak terkena covid-19.

Menjadi orang tua di era pandemi memang serba dilematis dan penuh tantangan, terutama orang tua yang masih memiliki anak usia sekolah, utamanya tingkat taman kanak-kanak maupun sekolah dasar. Anak-anak pada masa pendidikan tersebut cenderung masih memerlukan perhatian ekstra. Terlebih di tengah pandemi, mereka perlu dipahamkan dan diingatkan berkali-kali terkait protokol kesehatan. Hal inilah yang membuat orang tua enggan mengizinkan anaknya ke luar rumah untuk bermain dengan teman-teman sebaya. Padahal, bermain merupakan hak setiap anak.

Pemenuhan hak anak untuk bermain sendiri telah telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 11 tentang Perlindungan Anak yang mengamanatkan bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Selain itu, dalam Undang-Undang tersebut dalam Pasal 56 ayat (1) menyebutkan pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.

Lingkungan tempat tinggal anak juga turut memengaruhi intensitas bermain anak. Orang tua yang tinggal di desa mungkin punya pilihan yang lebih banyak karena di desa cenderung masih banyak lahan kosong yang tidak dipakai. Namun, orang tua yang tinggal di kota mungkin harus memutar otak, sebab wahana bermain anak cenderung terbatas.

Urgensi Bermain bagi Anak

Jean Piaget, ilmuan dan psikolog asal Swiss yang terkenal lewat teori perkembangan kognitif pernah menjelaskan bahwa bermain bukan saja mencerminkan tahap perkembangan anak, tetapi juga memberikan sumbangan terhadap perkembangan kognisi itu sendiri. Perkembangan bermain berkaitan dengan perkembangan kecerdasan seseorang. Artinya, dengan bermain sebenarnya banyak hal positif yang dapat diperoleh oleh anak.

Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Hal ini terlihat ketika anak-anak kita bermain dengan ceria dan tanpa paksaan dari manapun. Selain sifatnya yang menyenangkan bagi anak, bermain juga memiliki beberapa manfaat diantaranya seperti mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak, mengasah kemampuan anak dalam memecahkan masalah, mempertajam kemampuan kognitif anak, dan menambah kecakapan sosial anak.

Bermain sendiri tidak hanya bersenang-senang saja. Namun, juga dapat dikemas dengan pendidikan. Dalam sebuah kesempatan Seto Mulyadi atau yang lebih dikenal dengan Kak Seto, seorang psikolog anak menjelaskan lima ciri utama mendidik anak dengan cara bermain. Pertama, bermain didorong oleh motivasi dari diri sendiri, sehingga apa akan dilakukan anak memang betul-betul memuaskan dirinya, bukan karena iming-iming hadiah atau karena diperintah orang lain.

Kedua, bermain dipilih secara benar sesuai keinginan anak. Ketiga, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan. Keempat, bermain tidak selalu harus menggambarkan hal yang sebenarnya, dan kelima, bermain senantiasa melibatkan peran serta aktif anak, baik secara fisik, psikologis maupun keduanya sekaligus.

Menciptakan Ruang Bermain

Orang tua pun perlu mendampingi ketika anak sedang bermain. Selain untuk melindungi anak, pendampingan orang tua juga dapat mempererat hubungan emosional dengan anak. Bentuk dampingan yang diperlukan orang tua perlu disesuaikan dengan usia dan tingkat pertumbuhan anak. Selain itu, pemilihan waktu bermain juga penting untuk mengoptimalkan mood anak. Lazimnya kegiatan bermain dapat dilakukan dipagi hari atau sore hari.

Meskipun dunia sekarang serba teknologi, orang tua dapat memilih permainan tradisional untuk dilakukan dengan anak. Referensi permainan tradisional kini banyak bertebaran di internet maupun pada platform youtobe. Atau orang tua dapat mengkombinasikan antara permainan tradisional maupun permainan modern yang mengedepankan teknologi.

Orang tua perlu meluangkan waktu khusus untuk menciptkan ruang bermain bersama anak-anak di tengah kesibukan. Selain itu, kreativitas orang tua dalam menciptakan permainan berbanding lurus dengan kreativitas yang tumbuh pada anak. Lebih jauh, jika dilakukan berulang-ulang, maka tanpa kita sadari dapat menemukan bakat anak. Yang tentu saja hal itu perlu pengamatan yang optimal dari orang tua.

Akhirnya, pada hakikatnya tidak ada anak yang tidak suka bermain. Pertanyaan sekarang muncul kepada orang tua. Apakah menempatkan bermain sebagai keutamaan untuk anak atau hanya menempatkan bermain sebagai opsional sehingga menomorduakannya? Mari temani anak kita bermain dan pandangilah senyum keceriaan mereka.

Wildan Pradistya Putra, Pendidik di Thursina International Islamic Boarding School (IIBS) Malang

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image