Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rafil Hafiz Azkia

Peningkatan Kualitas Guru Di Indonesia

Edukasi | Sunday, 31 Dec 2023, 15:00 WIB
Sumber : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.uinjkt.ac.id%2Fid%2Fpermasalahan-guru-di-indonesia%2F&psig=AOvVaw16Y9kJX8QnSTOcWVgcmxEw&ust=1704095455061000&source=images&cd=vfe&opi=89978449&ved=0CBEQjRxqFwoTCKjgrIGZuYMDFQAAAAAdAAAAABAE

Guru ialah elemen penting dalam pendidikan. Saking pentingnya peran dan tanggung jawab guru, UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) yang harus menjadi fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Angka indeks pembangunan manusia (IPM) dari United Nations Development Programme (UNDP) 2016, Indonesia hanya meraih 0,689 dan berada di peringkat ke-113 dari 188 negara. Begitu pula UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016, menempatkan pendidikan di Indonesia berada peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sementara itu, komponen guru menempati urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Hingga di sini, mungkin ada masalah dengan kompetensi guru.

Sementara itu, anggaran pendidikan 2018 nilainya mencapai Rp444 triliun, atau 20% dari total APBN. Ironisnya, sebagian besar anggaran pendidikan tersebut digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan guru. Rata-rata tingkat penghasilan guru mengalami lonjakan tiga kali lipat. Sementara itu, alokasi untuk pembangunan maupun renovasi sekolah masih sangat kecil. Faktanya, kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari memadai. Besarnya anggaran pendidikan tidak serta-merta menjadikan kualitas pendidikan meningkat. Mengapa? Karena kualitas guru masih bermasalah. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015, rata-rata nasional hanya 44,5, berada jauh di bawah nilai standar 55. Bahkan, kompetensi pedagogik, yang menjadi kompetensi utama guru pun belum menggembirakan. Masih banyak guru yang cara mengajarnya masih text book, cara mengajar di kelas yang membosankan.

VILLEGA-REIMER (2004) dalam Fachruddin (2021) menyatakan guru merupakan aspek utama dan penentu kunci keberhasilan pembelajaran, implementasi kebijakan dan usaha-usaha kreatif, inovatif, serta demokratisasi pendidikan. Pasi Sahlberg dalam bukunya, Finnish Lessons (2011), menyatakan bahwa salah satu faktor fundamental keberhasilan pendidikan di Finlandia ialah kualitas guru. Guru adalah pemain utama sekaligus ujung tombak dalam semesta pendidikan. Karena itu, adanya program-program yang secara konkret selalu mendukung, mendampingi, serta membantu untuk terus mengembangkan kualitas personal dan kualitas profesional para guru adalah sebuah garansi bagi pendidikan yang gemilang.

Kualitas guru

Sri Utami (2019) menunjukkan beberapa hal yang menjadi sebab buruknya kondisi pendidikan Indonesia, antara lain kualifikasi guru yang belum setara sarjana, program peningkatan keprofesian dan penelitian guru yang rendah, serta rekrutmen guru yang belum efektif. Hal-hal tersebut sebenarnya sudah sama-sama dimaklumi. Namun, tindakan konkret untuk paling tidak membenahi satu per satu hal tersebut, jika dirasa belum mampu membenahi semuanya, masih abai dilakukan insan pendidikan Tanah Air. Sebagai akibatnya, hal-hal tersebut senantiasa menjadi momok inferioritas pendidikan Indonesia yang konsisten berada jauh di bawah negara-negara seperti Finlandia, Tiongkok, dan Jepang.

Sahlberg (2011) mengidentifikasi bahwa jalan menuju kesuksesan dari negara Finlandia dimulai dengan pendekatan pendidikan yang berbasis pada otonomi dan independensi guru. Seterusnya karier guru di Finlandia sangat didamba oleh mayoritas lulusan terbaik sekolah menengah. Karena itu, dari puluhan ribu pendaftar, hanya 10% yang diterima di kampus-kampus keguruan. Kaire (2018) menyatakan bahwa guru di Tiongkok diwajibkan melakukan kolaborasi dengan sesama rekan guru selama beberapa jam dalam seminggu untuk memupuk sisi profesionalitas guru dan melatih guru untuk saling mengamati best practices.

Patut disepakati, persoalan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tentu tidak bisa dijawab dengan cara mengubah kurikulum, atau bahkan mengganti menteri atau dirjen. Kualitas pendidikan hanya bisa dijawab oleh kualitas guru. Guru yang profesional, guru yang berkualitas ialah jaminannya. Kita masih ingat penerapan sekolah 5 hari yang menimbulkan polemik. Bahkan, penerapan Kurikulum 2013 yang ‘terpaksa’ dibatalkan akibat guru yang belum paham betul. Banyak guru yang bingung sehingga pembelajaran tidak berjalan optimal. Maka, upaya meningkatkan kualitas guru sebagai pelaksana kurikulum di kelas sangatlah penting karena sebaik apa pun kurikulum yang ada, tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa didukung guru yang berkualitas.

Jujur menurut saya, harus diakui bahwa kualitas rekrutmen dan pengembangan guru di Indonesia masih jauh dari yang digambarkan di atas. Karena itu, merupakan sebuah keniscayaan untuk terus berbenah dan menguatkan komitmen dalam rangka menanggulangi lini yang paling signifikan tersebut. Selanjutnya, kualitas guru terkait langsung dengan kualitas personal dan kualitas profesional. Sebab itu, langkah pembenahan berikutnya harus difokuskan pada pengembangan sisi personal dan profesional para guru.

Personal guru

Kualitas personal guru erat kaitannya dengan panggilan jiwa untuk membantu mengembangkan orang lain serta mengembangkan dan memenuhi kapasitas diri sebagai pribadi. Guru yang mempunyai tekad untuk mengembangkan dan membantu para siswa akan mencari berbagai cara agar bisa terus memotivasi anak-anak didiknya untuk belajar. Komitmennya untuk memberikan pengalaman belajar yang berharga kepada murid tidak akan terhenti dengan aral dan masalah klasik semisal kenakalan dan kurangnya motivasi belajar dari para siswa.

Darajat (2015) mengungkap bahwa para siswa merindukan kualitas personal guru yang demokratis, baik hati, sabar, adil, konsisten, bersifat terbuka, suka menolong, suka humor, menguasai bahan pelajaran, fleksibel, dan menaruh minat yang baik terhadap siswanya. Guru juga punya kapasitas panggilan untuk mengembangkan dirinya sendiri. Guru adalah sosok yang digugu dan ditiru. Karena itu, penting untuk terus mengembangkan karakter personal dirinya agar ciri uswatun hasanah semakin nyata dalam diri seorang guru. Ia perlu terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan dirinya secara jasmani, rohani, personal, dan profesional.

Profesional guru

T Situmorang (2019) menyatakan kualifikasi profesional guru antara lain memiliki kompetensi dalam ilmu pengetahuan, kredibilitas moral, dedikasi dalam menjalankan tugas, kematangan jiwa (kedewasaan) serta memiliki keterampilan teknis mengajar, mampu membangkitkan etos dan motivasi anak didik dalam belajar dan meraih kesuksesan. Untuk meningkatkan kualitas profesional guru tersebut, Sri Utami (2019) menyarankan untuk melakukan hal-hal berikut: memastikan kualitas guru, memaksimalkan peran lembaga pengembangan kualitas guru, dan menggagas komunitas masyarakat praktisi.

Guru yang profesional juga akan mampu mengembangkan tes dan sistem pengujian yang tepat. Guru yang profesional juga akan mau terus mengembangkan wawasannya untuk menunjang profesinya. Sebaliknya, calon guru yang selama ini berasal dari generasi muda kelas bawah (karena gaji guru rendah), walaupun diikutkan dalam berbagai kegiatan penataran dan lokakarya, mereka akan tetap tidak beranjak. Karena secara akademis kemampuan dasar mereka memang lemah.

Meningkatkan kualitas guru

Penelitian Bank Dunia menyatakan bahwa salah satu cara paling efektif untuk meningkatkan kualitas guru di Indonesia adalah dengan merekrut calon guru dengan kualitas terbaik dari banyaknya pelamar. Untuk mendukung hal itu, sistem perekrutan guru mesti diperbaiki. Sistem perekrutan harus dirancang untuk dapat menjaring calon guru yang memiliki panggilan jiwa (passion) dan kecintaan untuk menjadi pendidik.

Guru adalah elemen kunci dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Di tengah perubahan iklim, globalisasi, kemajuan teknologi, dan berbagai krisis dan ketimpangan yang terjadi di dunia, meningkatkan kapasitas guru menjadi hal yang semakin mendesak. Guru mesti menguasai topik-topik seputar Keberlanjutan, pedagogi transformatif gender, inklusivitas, dan kesehatan, serta mampu membekali siswa dengan keterampilan abad ke-21.

Untuk itu, perbaikan dalam sistem pendidikan guru serta perbaikan dalam sistem pengembangan kapasitas guru merupakan faktor yang krusial. Pendidikan guru harus dikembangkan secara komprehensif dan didasarkan pada kebutuhan jangka panjang. Kebijakan dan insentif yang mendukung program pengembangan profesionalitas guru harus diartikulasikan dalam kerangka kerja yang mendefinisikan peraturan, struktur, dan sumber daya yang diperlukan untuk menjadi guru yang berkualitas.

Pemerintah juga perlu memastikan bahwa guru-guru berkualitas tidak hanya direkrut dan dilatih, namun juga dikerahkan ke semua daerah yang membutuhkan untuk mewujudkan pendidikan berkualitas secara merata di seluruh Indonesia.

Saya berharap Semoga, dengan ikhtiar bersama para ahli pendidikan, pemerintah, swasta, serta masyarakat, kualitas pendidikan Indonesia akan semakin gemilang kelak. Salah satu indikasinya ialah semakin banyaknya putra-putri terbaik bangsa yang cerdas ingin menjadi guru yang berkualitas di masa depan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image