Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Keisha Kanaya

Rendahnya Gaji Guru Honorer: Isu Pendidikan yang tak Kunjung Usai

Sekolah | 2024-12-14 13:47:28
Rendahnya Gaji Guru Honorer di Indonesia: Isu Pendidikan yang Tak Kunjung Usai

Guru merupakan ujung tombak dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Guru memiliki peran penting dalam mencerdaskan dan membentuk karakter generasi penerus bangsa. Di tengah upaya meningkatkan kualitas pendidikan, terdapat kenyataan pahit yang dialami oleh guru honorer di Indonesia. Meskipun guru honorer memiliki peran yang penting, kesejahteraan hidup mereka masih menjadi isu yang kerap kali diabaikan. Banyak guru honorer masih mendapatkan gaji yang sangat rendah dan jauh dari kata layak. Persoalan ini menambah deretan masalah pendidikan di Indonesia, di mana kualitas pendidikan seharusnya didorong oleh kesejahteraan tenaga pendidiknya.

Rendahnya gaji guru honorer telah menjadi masalah yang berkepanjangan dan bukan lagi isu baru. Topik ini telah menjadi bahan perbincangan selama bertahun-tahun, namun belum ada solusi yang jelas. Guru honorer, yang sering kali mengajar di daerah terpencil, kerap menerima gaji yang jauh di bawah standar kehidupan yang layak. Sebagian besar dari mereka hanya memperoleh ratusan ribu rupiah setiap bulan—jumlah ini hampir tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, apalagi untuk menunjang profesionalisme mereka sebagai tenaga pendidik.

Berdasarkan data survei terkait kesejahteraan guru yang dilakukan oleh Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dengan Dompet Dhuafa secara daring terhadap 117 guru honorer pada bulan Mei 2024, didapatkan hasil bahwa hanya 25.4% responden yang mendapat gaji di atas Rp2 juta per bulan, sementara 74,6% responden memiliki penghasilan di bawah Rp2 juta per bulan bahkan 20,5% diantaranya masih berpenghasilan di bawah Rp500 ribu. Angka ini tentu sangat mengkhawatirkan bila dibandingkan dengan biaya hidup yang terus meningkat setiap tahunnya.

Ironisnya, beban tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh guru honorer tidak kalah berat dibandingkan dengan guru tetap. Mereka tetap diwajibkan untuk menyusun rencana pembelajaran, mengajar seoptimal mungkin, dan membangun hubungan yang baik dengan siswa. Namun, hanya karena perbedaan dalam status kepegawaian menyebabkan pengakuan terhadap kerja keras mereka menjadi tidak seimbang. Ketidakadilan ini menunjukkan bahwa penghormatan terhadap profesi guru seringkali hanya bersifat simbolis, tanpa adanya implementasi nyata dalam bentuk kesejahteraan.

Rendahnya upah guru honorer tentu akan memberikan dampak signifikan terhadap motivasi serta kinerja mereka. Ketika guru berada dalam kondisi tidak sejahtera, mereka tentu akan kesulitan untuk berkonsentrasi sepenuhnya pada tugas mengajar. Dengan gaji di bawah standar, banyak dari mereka yang harus mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini tentu dapat mengganggu fokus mereka dalam mengajar, yang kemudian akan memengaruhi kualitas pembelajaran. Sebab, waktu dan energi yang mereka miliki untuk mempersiapkan materi ajar yang berkualitas akan menjadi berkurang. Pada akhirnya, murid-muridlah yang dirugikan karena tidak menerima pembelajaran yang optimal. Sistem seperti ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan bagi para guru, tetapi juga berdampak negatif pada generasi penerus bangsa.

Lebih jauh lagi, rendahnya gaji yang diterima oleh guru honorer mencerminkan kurangnya apresiasi negara terhadap pendidikan itu sendiri. Jika negara benar-benar mengakui pentingnya pendidikan sebagai sebuah investasi jangka panjang, maka perhatian yang sama harus diberikan kepada seluruh guru, baik yang berstatus tetap maupun honorer. Memberikan kesejahteraan yang layak kepada para guru bukan hanya sekadar sebuah tindakan moral, melainkan juga merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tingkat nasional.

Banyak pihak berpendapat bahwa permasalahan ini disebabkan oleh anggaran pendidikan yang terbatas. Namun, jika kita menggali lebih dalam, dapat dilihat bahwa isu ini lebih berhubungan dengan prioritas kebijakan. Pendidikan sering kali hanya menjadi sebuah slogan dalam kampanye politik tanpa adanya implementasi yang nyata. Kebijakan pengalokasian anggaran yang tidak tepat sasaran menjadi akar permasalahan yang terus-menerus tidak terpecahkan. Dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan guru sering diserap untuk proyek-proyek yang kurang relevan atau untuk administrasi yang berlebihan.

Di sisi lain, terdapat masalah sistematik dalam mekanisme pengangkatan guru honorer. Banyak guru honorer yang telah bertahun-tahun mengabdi namun belum juga diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Proses seleksi yang rumit serta kuota yang terbatas menciptakan ketidakpastian bagi mereka yang seharusnya mendapatkan pengakuan atas jasa dan dedikasi mereka. Kondisi ini berpotensi membuat profesi guru honorer kehilangan daya tarik bagi generasi muda, yang pada akhirnya berisiko memperburuk krisis tenaga pendidik di masa depan.

Masalah rendahnya gaji guru honorer merupakan isu yang kompleks dan memerlukan solusi yang komprehensif. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan semua pemangku kepentingan untuk mengatasi tantangan ini. Dengan memberikan perhatian lebih pada kesejahteraan guru, kita dapat menciptakan generasi muda yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Sebab, guru memegang peranan yang sangat penting dalam membangun masa depan yang lebih baik bagi bangsa. Jika mereka mendapatkan penghargaan yang selayaknya, dampaknya tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga kualitas pendidikan bagi generasi penerus bangsa. Sekarang adalah waktu yang tepat bagi semua pihak untuk beraksi, memastikan bahwa dedikasi para guru honorer tidak lagi diabaikan. Sebab, tanpa adanya mereka, impian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa hanya akan menjadi angan-angan belaka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image