Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naila Ghina

Perspektif Muhammad Talbi: Islam dan Hubungannya dengan Politik.

Agama | Saturday, 30 Dec 2023, 14:16 WIB
Sumber : leaders.com

BIOGRAFINama lengkapnya adalah Muhammad Talbi, beliau merupakan seorang peneliti muslim dan sejarawan asal Afrika Utara. Ia dilahirkan di kota yang bernama Tunisia pada tanggal 13 Muharram 1340 H atau bertepatan dengan tanggal 16 September 1921. Di sebuah universitas yang bernama al-Jami’ah al-aTunisiyah, Talbi memulai pendidikannya dengan belajar bahasa Arab. Pada akhir tahun 1945, ia mulai bekerja sebagai mu'allim (guru) di sebuah madrasah tsanawiyah. Dia menganggap bidang ini sebagai pekerjaan yang sangat mulia (‘amalun ‘adzhimun). Talbi merasa tidak cukup dengan pendidikan yang diterima di negaranya. Dia mulai tertarik dengan sejarah dan akhirnya memutuskan untuk belajar lebih banyak mengenai ilmu tersebut. Ia pergi ke Paris pada tahun 1947 untuk melanjutkan studi pascasarjana tentang sejarah Afrika Utara. Alasan ia memilih negara Perancis adalah karena negara tersebut dipandang sebagai negara yang penuh dengan peradaban dan pemikiran yang kuat. Setelah menyelesaikan disertasinya yang berjudul L‟Emirat aghlabid: histoire politique 184-296 / 800- 900 (Imarat Aghlabiyah: sejarah politik 184- 296 / 800-900) (Paris: A. Maisonneure, 1966), setebal 765 halaman, Talbi pulang ke Tunisia dan memulai karir intelektualnya. Fokus penelitiannya ini beralih dari sejarah Islam Afrika Utara pada abad pertengahan ke dinamika agama dan politik dalam konteks yang lebih luas dari pertumbuhan masyarakat muslim modern. Hal ini telah mendorongnya sejak akhir tahun 1960-an untuk mengabdikan dirinya pada tugas dialog antar-budaya dan antar agama, melakukan penelitian tentang situasi dan kebutuhan, serta gambaran penting dari dialog antar-budaya dan antar agama.Beberapa buku yang ditulis Muhammad Talbi adalah Islam et dialogue: réflexion sur un thème d'actualite (Islam dan dialog refleksi terhadap sebuah tema aktual), Ummah al-Wasaṭ: al-Islām wa Taḥaddiyah al-Mu‟āṣirah (Umat Moderat: Islam dan Tantangan Kontemporer) 1966, Al-Islām: Ḥurriyah wa Ḥiwār (Islam : Kebebasan dan Dialog), 1999.
Hubungan Politik dan IslamDilihat dari segi historisnya, islam dalam bidang politik menganjurkan “syura” untuk mencapai kesepakatan. Syura merupakan cara untuk menemukan pendapat yang kolektif untuk masyarakat, yaitu dengan berkumpulnya umat dalam suatu forum kemudian melakukan musyawarah, dimana peserta syura ini saling mengeluarkan pendapatnya. Hal tersebut bisa dilakukan untuk persoalan politik, suku, klan, bahkan keluarga. Kegiatan syura ini sudah dilakukan di mekah sebelum masa Rasulullah, karena di mekah terdapat sebuah rumah yang dipakai para pimpinan suku untuk berunding atau bermusyawarah mengenai kepentingan umat.Menurut Muhammad Tabli, sistem syura ini sudah ada sebelum sistem demokrasi, oleh karena itu syura dan demokrasi itu berbeda dan tidak bisa disamakan, karena alasan-alasan berikut : Demokrasi merupakan pemerintahan dari banyak pihak, sementara syura tidak menentukan keputusan dari banyak pihak melainkan dari hasil musyawarah.“Islam mendorong musyawarah, dan biasanya disepakati bahwa musyawarah bisa dikonsepsikan sebagai kehendak seseorang, dan terdapat banyak konsepsi syura di sepanjang sejarah islam” (Talbi 1992 : 91).Dalam peradaban Islam, model demokrasi secara utuh tidak pernah ada.Syura tidak ada kartu suara, kotak suara, pemungutan suara, penyortiran surat dan sebagainya.Dilihat dari segi historisnya, demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang bukan dari ajaran Islam, dan mungkin ada sistem politik lain yang lebih sesuai dengan ekspresi Islam liberal di masa depan. Talbi menyerukan pentingnya bagi kaum muslim untuk memahami realitas politik dan historis saat ini dan masa lalu, hal ini karena Kesatuan politik Islam dan negara Islam adalah gagasan yang sulit diwujudkan dalam satu hal. "Dalam pemikiran modern. Kita harus selalu dan senantiasa menyadari realitas, mengambil realitas sebagai telah dibuat titik berangkat kita" (Talbi 1992: 99)Sistem politik yang terbaik menurut Talbi adalah sistem yang menghormati manusia dan dalam pandangannya, Islam perlu untuk menjadi sistem tersebut (Talbi 1992: 101). Menurutnya persoalan yang lebih penting itu bukanlah pemerintahan tersebut Islam atau tidak, melainkan apakah pemerintahan itu memberikan kebebasan penuh kepada rakyatnya dan "menghormati" mereka atau tidak.
Agama dan Al-Qur’an menurut TalbiMuhammad Talbi mengatakan, "Agama bukan identitas budaya atau bangsa. Akan tetapi, agama adalah hubungan pribadi dengan Tuhan, sebuah jalan menuju Kepada-Nya." Selain itu, Talbi berpendapat bahwa "manusia secara alami adalah seorang pluralis" dan bahwa Islam dianggap sebagai bagian dari tradisi Ahli Kitab, Yudaisme, Kristen, dan Islam sebagai satu-satunya tritunggal dari monoteisme Semit. Oleh karena itu, dia mendorong orang Islam untuk dengan senang hati berbicara dengan orang-orang dari agama lain.Menurut Talbi, al-Qur'an adalah kata-kata "theandric" (une parole theandrique), di mana yang ilahi dan manusiawi bertemu. Dia percaya bahwa segala kemukjizatan al-Qur'an tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang sakral. I‟jāz dan keajaiban-keajaiban al-Qur'an bukanlah semata-mata bahasa, menurut Talbi firman Allah swt itu sebagai teguran dan perintah ilahi bagi manusia, tetapi dengan cara manusiawi. Al-Qur’an itu tidak terlepas dari sejarah, dan isinya itu mengikuti zaman hingga saat ini dan yang akan datang. Muhammad Talbi menekankan dalam memahami Al-Qu’an, kita perlu mengkaji dari segi historisnya, hal ini dikarenakan penerjemahan tiap bahasa bisa berbeda-beda. Nabi menerima firman Allah swt dalam bahasa yang belum bisa memformulasikan melebihi rumusan Allah swt. Pada aliran atas atau sumbernya, firman Allah sepenuhnya ilahiah. Namun, karena ditafsirkan kembali melalui sejarah, akhirnya manusia dapat memahaminya, sehingga jika mereka mengungkapkannya dalam bahasa mereka pada aliran bawah atau muara, maka ia menjadi perkataan yang sepenuhnya manusiawi.
Penulis : Naila Ghina (Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

Daftar Pustaka :Rahman, A. HERMENEUTIKA AL-QUR’AN MUHAMMAD TALBI.Nettler, R. L., Mahmoud, M., Cooper, J., & Effendi, W. N. (2002). Pemikiran Islam. Erlangga.

Karim, M. I. (2018). Hermeneutika Historis Humanistik Mohamed Talbi. Maghza: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 3, 1-13.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image