Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fadlyatul Zanat sunandar

Pemikiran dan Biografi Muhammad Bin Abdul Wahhab

Agama | 2023-12-28 10:57:53
Muhammad bin Abdul Wahab

Biografi Muhammad bin Abdul Wahhab

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin 'Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rashid Al Wuhaibi At Tamimi. Gelar yang diberikan oleh murid-muridnya padanya adalah Shaykh Al Islam, Allama Al Muham, Al Mujaddid Lii Din Al Islam. Beliau adalah keturunan salah satu Qabilah Arab yang dicintai oleh Nabi, yaitu Qabilah Tamim. Beliau lahir pada tahun 1115 H atau bertepatan dengan tahun 1703 M di wilayah 'Uyainah.

Wilayah ini berdekatan dengan wilayah Riyadh, ibu kota Kerajaan Arab Saudi. Muhammad bin Abdul Wahhab dibesarkan dalam asuhan ayahnya. Beliau adalah keturunan seorang Hakim dan Ahli Fiqih di wilayah Huraimila. Anak yang cerdas ini terkenal karena belajar dari ayahnya sejak kecil, sehingga bahkan sebelum berusia sepuluh tahun, beliau sudah menghafal Al-Qur'an.

Selain itu, beliau juga mempelajari fiqh perhambaan, tafsir, hadis, dan Aqidah. Selama masa mudanya, beliau sebagian besar sibuk dengan mempelajari karya-karya Shaykh Al Islam Ibn At Taimiyyah dan Imam Ibn Al Qoyyim. Banyak pemikirannya yang dipengaruhi oleh kedua ulama tersebut. Bahkan, beliau mengumpulkan esai-esai Shaykh Al Islam Ibn At Taimiyah dan merangkumnya menjadi hanya beberapa buku.

Selain belajar dengan ayahnya, Muhammad bin Abdul Wahhab juga belajar dengan beberapa guru di luar tanah airnya. Selama melakukan ibadah Haji, beliau belajar dengan beberapa guru yang hadir di sana. Kemudian, beliau pergi ke Irak untuk mempelajari agama dengan Shaykh Muhammad Al Majmu'i di wilayah Basrah. Di sana, beliau menjalani studi agama yang paling lama, sebelum akhirnya melanjutkan studi di wilayah Ahsa. Inilah wilayah yang dilewati olehnya ketika ingin kembali ke tanah airnya.

Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal sebagai individu yang cerdas dan berani dalam berdakwah. Saat berada di Basrah, beliau memberikan ceramah kepada orang-orang yang terlibat dalam perbuatan syirik, bid'ah, dan khurafat. Sebagai akibat dari dakwahnya, banyak dari penganut Syiah dan pelaku syirik yang menyiksanya, bahkan hampir menyebabkan kematian di sana. Awal dakwahnya di tanah airnya adalah memberikan nasihat kepada keluarganya dan lingkungan sekitar tentang larangan syirik dan bid'ah.

Beliau juga mengajarkan kepada masyarakat tentang bahaya perbuatan yang menyimpang dari ajaran Islam. Oleh karena itu, tantangan dan tentangan yang dihadapinya tidak sedikit. Sebab, banyak dari ajaran yang beliau sampaikan bertentangan dengan keyakinan yang berlaku di masyarakat sekitar.

Situasi mencapai puncaknya ketika beberapa orang berkumpul dan sepakat untuk mengusir dan bahkan membunuhnya karena perbedaan ajarannya. Atas saran dari berbagai pihak, akhirnya beliau meninggalkan Huraimila' dan pergi ke wilayah 'Uyainah. Ini merupakan titik balik signifikan dalam upaya dakwahnya karena beliau mencari lingkungan yang lebih responsif untuk melanjutkan penyebaran pesan dakwahnya. Berbeda dengan wilayah Huraimila, di mana sebagian besar penduduknya menentang dakwahnya, di 'Uyainah, dakwahnya mendapat dukungan dari pemimpin wilayah tersebut.

Beliau mengundang pemimpin 'Uyainah yang bernama Uthman bin Mu'ammar untuk menerapkan Sharia Islamiyah di masyarakatnya. Beliau berjanji kepada pemimpin untuk membantu menyebarkan dan mengajarkan ajaran murni monoteisme dan hukum syariat yang sejati kepada rakyatnya. Dengan jaminan keamanan dari pemimpin, beliau memulai dakwahnya dengan menghancurkan tempat-tempat yang diagungkan dan dianggap suci oleh masyarakat setempat. Tidak hanya itu, beliau juga menerapkan "hudud" di wilayah 'Uyainah.

Berita tentang dakwahnya yang dianggap menyimpang ternyata sampai ke telinga Hakim Wilayah Ahsa' yang bernama Sulaiman bin Muhammad. Hakim tersebut mengirim surat kepada pemimpin 'Uyainah untuk membunuh Muhammad bin Abdul Wahhab. Karena pemimpin 'Uyainah khawatir terhadap ancaman dari Hakim Ahsa', akhirnya beliau memberitahukan hal tersebut kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Sekali lagi, beliau harus meninggalkan wilayah dakwahnya, demi menyelamatkan diri dari ancaman kematian.

Muhammad bin Abdul Wahhab tiba di wilayah Dir'iyah dan tinggal di rumah salah satu muridnya yang bernama 'Ali bin Abdurrahman As Suwailim. Berbeda dengan tempat sebelumnya, di sini beliau hanya memberikan dakwah dan menyebarkan ajarannya di rumah muridnya. Orang-orang yang ingin belajar agama dari beliau datang dan belajar di rumah tersebut. Hingga suatu hari, Muhammad bin Su'ud datang dan menanyakan tentang ajarannya. Muhammad bin Su'ud merupakan pemimpin wilayah Dir'iyah. Setelah memahami dan dijelaskan mengenai ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau setuju dan senang dengan dakwah tauhid yang dibawa olehnya. Dari pertemuan ini, ajaran yang disebarkannya di wilayah Dir'iyah masih tetap eksis hingga saat ini.

Muhammad bin Abdul Wahhab meninggal pada akhir tahun 1206 H, pada usia 91 tahun. Setelah berdakwah selama beberapa dekade dengan ancaman kematian di mana-mana, beliau akhirnya dapat tersenyum di akhir hidupnya. Beliau dimakamkan di 'Uyainah, dekat kota Riyadh, Kerajaan Arab Saudi.

Gerakan Wahabi

Hasil dari perjalanan Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab ke berbagai wilayah kekuasaan Islam, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tampaknya menjadi indikator mengapa beliau mendirikan suatu gerakan yang kemudian dikenal dengan nama "Gerakan Wahabi." Di setiap negara Islam yang dikunjunginya, beliau menyaksikan berbagai macam tradisi, kepercayaan, dan adat-istiadat yang dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk ritual keagamaan. Beliau juga melihat secara langsung besarnya pengaruh ahli tarekat pada masa hidupnya, sehingga kuburan-kuburan syaikh tarekat tersebar di setiap kota, bahkan kampung-kampung, menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh orang-orang yang mencari berbagai macam pertolongan.

Dengan pengaruh tarekat ini, permohonan dan doa tidak lagi langsung ditujukan kepada Tuhan, melainkan melalui syafaat para syaikh atau wali tarekat yang dipandang sebagai orang yang dapat mendekati Tuhan untuk memperoleh rahmat-Nya. Menurut keyakinan orang-orang yang melakukan ziarah ke kuburan para syaikh dan wali tarekat, Tuhan tidak dapat didekati kecuali melalui perantara. Bagi mereka, sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Amin, Tuhan menyerupai "Raja Dunia Zalim" yang untuk memperoleh belas kasih-Nya harus didekati melalui orang-orang besar dan penguasa yang ada di sekitarnya.

Muhammad ibn 'Abd al-Wahhâb dengan gerakannya untuk memurnikan ajaran Islam, terutama dalam bidang tauhid sebagai ajaran pokok Islam, tidak bermaksud mengubah ajaran Islam dengan penafsiran baru terhadap wahyu. Sebaliknya, beliau membawa misi untuk memberantas unsur-unsur asing dari ajaran Islam, seperti bid'ah, khufarat, dan takhyul yang masuk ke dalam ajaran Islam. Dengan demikian, tujuannya adalah mengajak umat Islam untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Yang dimaksud dengan ajaran Islam yang murni adalah ajaran yang dianut dan dipraktekkan pada zaman Nabi, sahabat, dan tabiin, yaitu sampai abad ke-3 Hijriah.

Meskipun begitu, pengaruh pemikiran pembaruan Muhammad ibn 'Abd al-Wahhâb yang banyak dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyah tidak seharusnya diartikan bahwa Ibnu Taimiyah identik dengan kelompok Wahabi. Seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Amin, "meskipun dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran reformis Ibnu Taimiyah, Gerakan Wahabi tidak sepenuhnya merupakan duplikat pikiran-pikiran Ibnu Taimiyah." Ini menegaskan bahwa Gerakan Wahabi bukanlah gerakan yang hanya meniru Ibnu Taimiyah dan menolak pemikiran keagamaannya sendiri, sebagaimana dituduhkan oleh beberapa pihak, termasuk Husyn Hilmi Isikh dalam bukunya "Advice for the Wahhabi."

Gerakan Wahabi yang dipelopori oleh Muhammad ibn 'Abd al-Wahhâb muncul, tampaknya, sebagai respons terhadap kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam umat Islam di tempat ia dibesarkan dan di tempat-tempat lain yang dikunjunginya. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain meliputi praktik pemujaan terhadap kuburan para syaikh atau wali, dan aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu, Muhammad ibn 'Abd al-Wahhâb terpaksa menghadapi realitas dari kemapanan tradisional para ulama yang mentolerir masuknya bid'ah ke dalam ajaran Islam. Para ulama tersebut telah lama beradaptasi dengan masyarakat dan menjadikan bid'ah sebagai sandaran kekuatan moral.

Dengan demikian, gerakan pemurnian akidah dan pembaruan Islam yang digagas oleh Muhammad ibn 'Abd al-Wahhâb tidak hanya dihadapkan pada dilema para ulama tersebut, melainkan juga pada persoalan-persoalan yang lebih luas dalam masyarakat. Muhammad ibn 'Abd al-Wahhâb, sebagai tokoh yang penuh antusiasme dalam menyampaikan gagasan-gagasannya, berupaya mendekati kalangan atas, dan ternyata ia berhasil dalam upayanya. Dari penjelasan sebelumnya terlihat bahwa Gerakan Wahabi, selain merupakan gerakan pemurnian, juga disebut sebagai gerakan pembaruan.

Konsep Tauhid Muhammad bin Abdul Wahhab

1. Tauhid Rububiyah

Bahwa Allah sebagai Khalik dan Malik, Pencipta segala sesuatu, Pemberi rizki, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang Memberi Petunjuk, Yang Mengurus dan Menetapkan aturan. Keyakinan seperti ini, bisa dikatakan tauhid bila telah bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan Allah adalah yang berhak disembah tanpa mempersekutukanNya dengan sesuatu. Segala sesuatu selain Allah adalah makhluk. Allah adalah yang memberi manfaat dan madharat kepada makhlukNya. Tidak ada orang yang bisa menolak dan menghalangi kehendakNya.

Menurut Ja'far bin Jarir, Allah adalah adalah yang mengikat aktivitas seorang Muslim. Kata "Allah adalah yang diibadahi oleh segala sesuatu dan oleh semua ciptaanNya". Dalam riwayat lain, Abdullah bin Abbas, berpendapat: "Allah adalah yang memiliki hak untuk diibadahi oleh semua makhlukNya". Bahkan, Isa bin Maryam, ketika disumpah oleh Ibunya masuk Islam, berpendapat: "Allah adalah Tuhannya tuhan-tuhan". Dari argumentasi di atas, pernyataan bahwa Allah Tuhan semua makhluk danTuhannya tuhan-tuhan, menunjukan adanya nilai yang sangat mendasar dan prinsip. Karena, segala yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah SWT, yang tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan kepadaNya yang Maha Rahman dan Maha Rahim.

2. Tauhid Uluhiyah

Bahwa Allah Mabud, yaitu yang berhak untuk diibadahi dengan tanpa mempersekutukanNya. Allah SWT adalah yang berhak untuk dipatuhi secara mutlak. Manusia tidak boleh memperbudak manusia. Semua yang ada di langit dan di bumi harus taat kepada Allah sebagai Penguasa Tunggal. Ketaatan manusia kepada manusia bersifat relatif dan berada dalam bayangan ketaatan kepada Allah. Manusia yang memposisikan diri sama seperti Allah, dalam ajaran tauhid disebut thaghut (melampaui batas).

3. Tauhid Asma wa Sifatihi

Bahwa Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang baik. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Baihaqi disebut asmaul husna berjumlah 99 nama, seperti alRahman (Maha Pengasih), dan al-Rahim (Maha Penyayang). Adapun sifat-sifat Allah seperti al-Hayah (Hidup), al-Ilm (Ilmu), al-Iradah (Berkehendak), alQudrah (Berkemam-puan), al-Ikhtiyar (Memilih), al-Wahdah (Satu), al-Samiyah (Mendengar), dan al-Kalam (Berbicara), adalah pekerjaan Allah yang bersumber dari ilmu dan kehendakNya, tersusun dalam hukum alam dan rahasianya, yang tidak terlepas dari hikmah dan kehendakNya (alAnbiya: 16-18).

dalil naqli pada al-Anbiya: 16-18 ini, secara general mengandung teori sifat-sifat yang wajib bagi Allah. Kemudian, ayat-ayat itu dijelaskan oleh ayat-ayat lain, sepeti Wujud atau Ada (al-Radu: 2-3), Qidam dan Baqa atau Dahulu dan Kekal (al-Hadid: 3); Mukhalafatu lil Hawadits atau berbeda dengan makhluk (al-Ikhlas: 1-4); Qiyamun Binafsihi atau Berdiri Sendiri (Fathir: 15); Wahdaniyah atau Esa (al-Anbiya: 22); Qudrah atau Kuasa (al-Furqan: 53-54); Iradah atau Berkehendak (Yasin: 82), alKhabir atau Maha Mengetahui (Saba: 1); Hayyun atau Hidup (al-Baqarah 255); Sama dan Bashar atau Melihat dan Mendengar (al-Alaq: 14); dan Kalam atau Berbicara (al-Nisa: 164).

Kesimpulan

Muhammad bin Abdul Wahhab, lahir pada tahun 1115 H atau 1703 M di 'Uyainah, memainkan peran utama dalam gerakan pembaruan dan pemurnian ajaran Islam. Pendidikannya yang mencakup pemikiran Ibn At Taimiyyah memengaruhi pemikiran dan dakwahnya. Dalam perjalanan dakwahnya, beliau dihadapkan pada tantangan berat di Huraimila, di mana ia hampir mati akibat penyiksaan. Pindah ke 'Uyainah membawa perubahan signifikan, dengan dukungan pemimpin setempat, Uthman bin Mu'ammar. Dakwahnya fokus pada pemurnian tauhid dan pemberantasan praktik bid'ah dan khurafat.

Muhammad bin Abdul Wahhab meninggal pada akhir tahun 1206 H, usia 91 tahun, setelah berdakwah selama beberapa dekade di tengah ancaman kematian. Pemikirannya memunculkan Gerakan Wahabi, respons terhadap kelemahan umat Islam, dengan fokus pada pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing.

Konsep tauhid, seperti tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa sifatihi, menjadi inti pemikiran dan dakwahnya. Gerakan Wahabi tetap relevan hingga saat ini, mempertahankan ajaran murni monoteisme dan prinsip-prinsip Islam.

DAFTAR PUSTAKA

DAMPAK PEMIKIRAN TAUHID MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB. Unang Setiana, Zouhrotunni’mah, S.Ag., M.Si, Yono, S.H.I., M.H.I. 2018. Bogor : Journal of Communication Science and Islamic Da'wah, 2018, Vol. 2.

KONSEPSI TAUHID MENURUT MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB DAN IMPLIKASINYA BAGI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM. Ulum, Itah Miftahul. 2013. s.l. : Jurnal Lemlit Unswagati , 2013. 216-84995.

MUHAMMAD IBN ‘ABD AL-WAHHÂB DAN GERAKAN WAHABI . Mangasing, Mansur. 2008. Palu : Jurnal Hunafa, 2008, Vol. 5.

Teachings, Epistwmology, and Thoughts of Muhammad Bin Abdul Wahhab at- Tamimi in Islamic Law. Eko Kholistio PutrHai, Zaenul Mahmudi,Ali Hamdan. 2017. 2, Malang : ISTAWA:Jurlal Pendidikan IslaM(IJPI), 2017, Vol. Vol. 6. . 2502-573.

WAHHABIS, SUFIS AND SALAFIS IN EARLY TWENTIETH CENTURY DAMASCUS. Commins, David. 2019. s.l. : s of the CC BY 4.0 license, 2019.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image