Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alieqa Puan Shalsabilla

Krisis Kesehatan Mental: Ada Apa dengan Gen Z?

Info Terkini | 2023-12-22 09:43:55
Sumber gambar: freepik.com

Kasus bunuh diri remaja kian hari kian marak. Baru baru ini terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi Negri (PTN) Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Andalas (Unand) Padang. Kedua korban diantaranya berinisial BC mahasiswi Unair yang ditemukan tidak bernyawa di mobilnya dan korban inisial HAN mahasiswa Unand yang ditemukan tergantung tidak bernyawa di kamar kosnya. Menurut pengamatan ahli faktor utama kasus bunuh diri ini adalah gangguan kesehatan mental.

Indonesia National Adolescent Mental health Survey (I-NAMHS) dalam surveinya menyatakan satu dari tiga remaja Indonesia (usia 10-17 tahun) memiliki masalah kesehatan mental dan satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental. Gangguan yang paling banyak ditemui adalah kecemasan dan depresi.

Generasi Z atau Gen Z merupakan sebutan yang ditunjukan untuk generasi yang lahir antara pertengahan tahun 1990 hingga awal tahun 2000. Menurut penelitian American Psychological Association (APA) tahun 2018, diketahui bahwa Gen Z adalah kelompok manusia paling rentan mengalami permasalahan kesehatan mental. Generasi ini berbeda dari generasi sebelum-sebelumnya. Gen Z adalah generasi yang pertama kali lahir di era baru dimana ternologi berkembang pesat. Mereka akrab dengan teknologi modern, seperti internet dan media sosial.

Dibalik kemudahan akses dan kemajuan teknologi ini, sebenarnya Gen Z menghadapi tantangan kesehatan mental yang serius. Setiap harinya gen Z dihadapkan dengan berbagai tantangan sosial yang berbeda-beda dari berbagai aspek, tuntutan sosial, tuntutan akademik, peralihan dari masa kanak kanak menuju dewasa, perubahan iklim hingga kasus ekonomi. Tantangan yang cepat dan kompleks ini lah pemicu timbulnya permasalahan mental. Salah satu tantangan yang membedakan Gen Z dengan generasi sebelumnya adalah media sosial.

Melansir dari Data Repontal, di tahun 2023 lebih dari 79% pengguna media sosial adalah remaja usia diatas 18 tahun. Dari total 167 juta pengguna media sosial di Indonesia, 153 juta diataranya adalah remaja. Disatu sisi media sosial memang dapat mempermudah akses komunikasi dengan banyak orang di mana pun dan sejauh apapun. Namun, disisi lain dampak negatifnya dapat menggangu kesehatan mental mereka. Media sosial yang menjadi tempat hiburan pun sebenarnya tidak sepenuhnya memberikan dampak yang positif. Atau membawa kesenangan seperti yang diharapkan.

Semakin lama seseorang menggunakan media sosial maka semakin rentan juga terhadap gangguan mental. Dalam media sosial informasi terkait hal negatif sangat mudah diakses, sehingga hal tersebut dapat membangkitkan emosi negatif. Bahkan, hal yang nampak positif pun dapat menimbulkan tekanan ketika adanya perbandingan sosial.

Di dunia dengan perubahan yang cepat ini generasi Z dituntut untuk unggul dan kompetitif. Mereka terbiasa dengan dunia yang selalu menuntut kesempurnaan, menjadi sukses, terobsesi mengejar tren atau Fear of Missing Out (FOMO) dan berusaha mengejar standar tidak realistis lainnya. Untuk itu mereka berlomba lomba meningkatkan usaha, kerja keras dan produktivitas. Namun, jika dilakukan secara terus menerus tanpa adanya keseimbangan dan perhatian terhadap kebutuhan hidup lainnya lama kelamaan mereka akan mengalami kecemasan, kelelahan, dan depresi. Pada kasus tertentu dapat berujung bunuh diri.

Untuk menghadapi masalah ini perlu ditegaskan pentingnya menanamkan kesadaran terhadap perawatan kesehatan mental. Gen Z harus memiliki rasa tangung jawab terhadap kualitas kesejahteraan hidupnya. Dengan mengatur pola hidup yang teratur, pola makan sehat, olahraga yang cukup, work life balance, dan mengurangi penggunaan media sosial secara berlebihan. Tak kalah penting juga untuk melakukan deteksi dini dan memahami bahwa permasalahan mental tidak membuat seseorang menjadi lemah.

Dalam praktiknya isu ini memerlukan dukungan ku at dari lingkungan. Oleh karena itu, peran keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan dan pemerintah sangat penting. Dilihat dari dampak yang mengiringi, pemerintah harus lebih konsern mengatasi permasalahan mental ini. Perlu adanya sumber daya yang cukup dan layanan kesetahan mental dengan akses mudah dan juga penyediaan program dan forum edukasi mengenai mental health baik itu dilingkungan pendidikan maupun masyarakat. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya kesadaran akan kesehatan mental, harapannya keseluruhan masyarakat dapat bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan mental Generasi Z.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image