Petualangan Mendalam: Menguak Makna Inner Child
Eduaksi | 2023-12-19 19:08:16Apakah kamu pernah mendengar istilah inner child? Atau mungkin sering mendengar istilah itu? Atau ketika ada teman yang merasa sedih, merasa kesepian, merasa tidak ada yang dukung, ataupun gampang marah. Lalu beberapa diantara mereka berkata “ini karna inner child ku terluka, kayak nya aku punya inner child yang dalem deh. Sembuhin nya gimana ya?” Namun, sebelumnya apa sih arti inner child itu? Mengapa inner child yang terluka dapat mempengaruhi sikap seseorang? Nah, kita bahas bareng-bareng yuk.
Apa itu Inner Child?
Secara umum, sebagian besar orang mungkin berasumsi jika self itu unity (Satu Individu Tunggal). Untuk memahami inner child kita harus memahami sebuah konsep yang berbanding terbalik bahwa diri kita bukan lah unity yang artinya kita tidak tunggal. Adapun konsep psikologi yang akan menjelaskan maksud diri kita tidak tunggal yaitu ego state. Sederhana nya saat saya akan belajar, dalam benak saya ada kalimat-kalimat yang berkata “lebih baik lanjut tidur dari pada belajar” namun ada bagian lain yang berkata “ayo belajar! kamu sudah komitmen untuk belajar hari ini” dua bagian ini saling bertentangan seakan-akan dalam tubuh kita ada beberapa bagian diri yang “jahat” ada juga bagian yang “baik”. Namun, pada dasar nya bagian dalam diri kita tidak ada yang jahat dan buruk, semua bagian diri kita “baik” karena setiap bagian memiliki tujuan yang baik walau pun mungkin dengan cara yang tidak sesuai degan apa yang kita tuju atau yang kita harapkan. Dapat di pahami bahwa ego state adalah bagian diri dalam tubuh yang membentuk diri kita saat ini. Baik kecil atau pun besar, dewasa atau muda, masculine atau pun feminime. Wajarnya, hanya ada satu ego state yang dominan bekerja dalam satu waktu, karena ego state bekerja secara bergantian seperti hal nya ego state yang A bergantian dengan ego state yang B, begitu seterusnya guna untuk membantu kita menjalankan fungsi kita sehari-hari. Contohnya, ketika sekarang saya sedang belajar maka ego state yang mendorong saya untuk belajar sedang aktif, dan ego state yang melarang saya untuk belajar sedang tidak aktif. Begitu banyak bagian yang ada dalam diri kita, setiap bagian memiliki tujuan dan emosi masing-masing dan mungkin memiliki luka nya masing-masing.
Richard C. Schwatrz, Ph.D penemu Internal Family System menemukan kasus yaitu ada seorang anak yang mengalami bulimia (gangguan makan) ketika berbicara dengan anak tersebut ditemukan ada satu bagian diri yang membuat anak tersebut mengalami bulimia atau selfharm (menyakiti diri sendiri) tentunya kejadian tersebut bukan atas dasar keinginan nya untuk menyakiti diri, namun ada satu bagian diri yang ingin melakukan selfharm. Menariknya, ketika bagian diri ini di dekati dengan rasa ingin tahu yang ramah, dengan penerimaan bukan penolakan, bukan kata-kata kasar dan keras, bagian diri ini bisa di mengerti dan ternyata memiliki tujuan yang baik, tujuan nya untuk melindungi dan melepaskan anak tersebut dari rasa sakit, dan yang lebih menarik bagian diri yang terkesan kasar dan melakukan selfharm bahkan yang membuat anak tersebut bulimia kenyataan nya bagian diri ini tampak dan terasa seperti anak kecil yang ketakutan dan ingin melindungi dirinya, se akan-akan anak tersebut terjebak di masa kecil, terjebak di masa trauma dan tidak bisa lepas dari sana. Nah, yang disebut Inner Child adalah ego state yang usia nya masih kanak-kanak, diri-diri kecil yang terluka dan terjebak di masa lalu dan mungkin ingin melindungi kita dari rasa sakit saat ini. inner child dalam diri bisa dilihat sebagai kepribadian lain yang bisa muncul jika seseorang dihadapkan dengan suatu masalah. Inner child dapat mempengaruhi diri seseorang ketika dewasa, mulai dari cara mengambil keputusan, mengelola emosi, dan sebagainya. Perlu di ingat, Inner Child bukan lah penyakit melainkan konsep psikologis yang mengacu pada bagian dari diri seseorang yang terbentuk pada masa kanak-kanak dan masih mempengaruhi kehidupan orang tersebut saat dewasa atau pun konsep yang digunakan untuk menggambarkan “sisi kekanak-kanakan” yang ada dalam diri seseorang.
Mengapa Inner Child yang terluka dapat mempengaruhi sikap seseorang?
Inner Child membawa kita kembali ke saat-saat ketika segalanya masih mungkin, ketika dunia terasa lebih besar dan ajaib. Mengajak kita untuk menjelajahi bagian kepolosan dan kegembiraan yang mungkin telah kita alami pada masa kecil. Menguak makna inner child adalah mengajak diri kita untuk merenung tentang kepolosan yang mungkin telah terkubur oleh tuntutan dan tekanan kehidupan dewasa, ini bukan sekedar nostalgia, melainkan merupakan upaya pemahaman mendalam terhadap bagaimana dinamika internal ini turut membentuk pola pikir, perasaan, dan perilaku kita saat dewasa. Dengan melepaskan diri dari kehidupan yang sibuk dan tuntutan rutinitas, kita dapat mengarahkan pandangan kita ke dalam, yang membuat inner child muncul sebagai pemandangan indah dari masa lalu.
Pengalaman masa kecil yang sudah di lalui, baik dan buruk mampu membentuk pribadi seseorang. Inner Child yang terluka mampu mempengaruhi perilaku saat dewasa. Pengalaman buruk di masa kanak-kanak dapat membuat Inner Child terus menanggung trauma itu bahkan meski seseorang telah berada di usia dewasa. Mengapa Inner Child bisa terluka? Inner Child bisa terluka akibat adanya pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi semasa kecil. Beberapa hal yang dapat menyebabkan Inner Child terluka adalah pola asuh yang salah, seperti orang tua yang berlaku otoriter atau justru mengabaikan anak sepenuhnya. Kekerasan fisik, emosional, seksual; Deskriminasi berbasis suku, agama, ras, dan antar golongan; Perundungan, kehilangan teman, anggota keluarga, atau orang terdekat. Perpecahan dalam keluarga; seperti pertengkaran, perceraian orangtua, kekerasan dalam rumah tangga. Kejadian traumatis lain nya seperti; bencana alam dan kecelakaan.
Seseorang dengan inner child terluka akan mudah ketrigger hal yang mirip dengan pengalaman masa kecilnya, contonya pada saat anak-anak, kamu sering mendapatkan kekerasan verbal dari orang tua kamu, lalu seiring berjalan nya waktu kamu tumbuh dewasa dan kamu memiliki pasangan. Tiba-tiba secara tidak sengaja pasanganmu membentak kamu, dalam keadaan seperti itu dan kamu belum berdamai dengan inner child mu, kamu akan mudah ketrigger dan kamu akan mudah menyimpulkan kalo pasangan kamu sama seperti orang tuamu.
Untuk kamu yang merasa inner child nya terluka kita ngobrol sebentar sama inner child yang ada di dalam tubuh kamu yuk! Sekarang tutup mata mu, tarik nafas dan keluarkan pelan-pelan. Boleh sambil peluk badanmu dan bilang sama inner child mu “maaf ya, kamu tidak merasakan masa kecil yang kamu impikan. Tapi sekarang kamu sudah dewasa, aku berusaha agar kamu mendapatkan hal yang dulu selalu kamu pinta. Kamu tidak perlu terlihat kuat setiap saat. Tidak apa-apa jika sesekali kamu rapuh, merasa sedih, dan butuh orang lain untuk bantu kamu. Maaf, kamu harus melewati banyak trauma di usia muda, tapi sebanyak apapun luka yang kamu punya, kamu masih pantas dicintai dan menerima hal baik di dunia ini.”
Mengakui dan menyembuhkan inner child yang terluka adalah langkah penting dalam perjalanan menuju kesehatan mental dan emosional. Proses ini bukan haya tentang mengenali pengaruh masa kecil, tetapi juga tentang memberi diri kita ruang untuk tumbuh dan membangun Kembali fondasi yang kuat untuk kesejahteraan masa depan. Dengan mendengarkan dan memahami inner child yang terluka, kita dapat merajut kembali bagian-bagian diri yang terpecah, mengarahkan pintu menuju pertumbuhan pribadi, dan mengarahkan kita menuju keseimbbangan dan kebahagiaan yang lebih utuh.
Inner child yang terluka memiliki dampak yang kurang baik bagi kehidupanmu. Yuk mulai sekarang cobalah untuk berdamai dengan inner childmu untuk hidup yang lebih baik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
