Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image quina aika

Dampak Pelecehan Seksual Verbal Terhadap Rasa Aman Perempuan di Ruang Publik

Edukasi | Tuesday, 19 Dec 2023, 18:21 WIB

Dampak Pelecehan Seksual Verbal Terhadap Rasa Aman Perempuan di Ruang Publik

Pelecehan seksual verbal adalah salah satu dari banyak bentuk pelecehan seksual yang dapat dilakukan oleh pelaku kepada korban. Lalu, apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual verbal? Pelecehan seksual verbal adalah bentuk pelecehan seksual yang dilakukan secara verbal atau secara omongan. Tentunya, ada cukup banyak bentuk-bentuknya.

Beberapa bentuk pelecehan seksual verbal yang sering ada di sekitar kita tanpa kita sadari ataupun kita sadari adalah seperti, berkomentar tentang sesuatu yang berbau atau berkonteks seksual kepada orang lain dan orang tersebut (korban) merasa tidak nyaman. Bentuk lainnya adalah candaan. Candaan seksual pun sudah termasuk pelecehan seksual verbal dikarenakan hal tersebut dapat membuat orang lain tidak nyaman dan merasa rishi.

Apa tujuan seseorang melakukan pelecehan seksual verbal? Terkadang, ada beberapa orang (pelaku) yang melakukan hal ini dengan sengaja dengan tujuan untuk merendahkan atau mempermalukan korban. Alasan mereka melakukan ini ada banyak hal seperti, merasa mereka lebih superior dari korban, mencemooh korban untuk kesenangan pribadi, menanggap bahwa hal-hal seperti itu adalah hal yang “normal” dan “biasa”, dan masih banyak alasan lainnya.

Walaupun demikian, ada beberapa orang (pelaku) yang tidak menyadari bahwa melakukan hal-hal tersebut sudah termasuk ke dalam pelecehan seksual verbal. Meskipun sult untuk dipercaya, tetapi hal ini sangat mungkin untuk terjadi. Adanya kemungkinan bahwa mereka sebelumnya kurang teredukasi seputar apa itu pelecehan seksual dan lain-lainnya.

Di Indonesia sendiri masih cukup banyak kasus pelecehan seksual verbal. Hal ini dikarenakan masih minimnya edukasi seputar hal ini atau seputar sex education. Pelecehan seksual verbal ini dapat terjadi kepada siapapun, dimanapun, dan juga kapanpun.

Salah satu contoh kasus pelecehan seksual verbal yang terjadi di Indonesia Adalah kejadian antara Ketua RW dan pegawai kelurahan. Dilansir dari detik.com, ada seorang ketua RW di daerah Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara yang melakukan pelecehan seksual kepada salah satu pegawai kelurahan. Kronologinya dimulai dengan pelaku (ketua RW) bertanya kepada pegawai kelurahan (korban) tersebut tentang keberadaan korban dan bertanya tentang apa yang sedang dilakukan oleh korban pada saat itu. Korban pun menjawab bahwa ia akan mandi karena baru selesai berolahraga. Namun, pelaku bertanya apakah ada orang lain di rumah korban selain korban. Walaupun sang korban sudah berusaha untuk mengalihkan pembicaraan dan topik, pelaku masih terus berusaha untuk mempertahankan percakapan dan bertanya tentang perbaikan jalan yang sedang berlangsung di daerah tersebut. Pelaku pun menambahkan “komentar” bahwa lubang-lubang yang rusak di jalanan tersebut sudah diperbaiki namun masih ada lubang lain yang belum “ditambal”. Disini, pelaku memberikan komentar tersebut dengan maksud “lubang” yang belum “ditambal” adalah daerah intim (vagina) pelaku.

Mengapa kasus tersebut termasuk ke pelecehan seksual verbal? Hal ini dikarenakan pelaku memberikan komentar berkonteks seksual yang tidak menyenangkan dengan embel-embel “bercanda” kepada korban. Mengaapa para pelaku cenderung berlindung di balik alasan “bercanda”? Alasannya adalah karena menurut para pelaku hal itu adalah hal menyenangkan dan mereka tidak melihat hal yang salah tentang hal tersebut. Alasan lainnya adalah para pelaku cenderung melakukan hal-hal tersebut untuk mendapatkan perhatian para korban atau karena mereka (para pelaku) membutuhkan validasi bahwa mereka cukup “menarik” di mata korban.

Dilansir dari cnnindonesia.com, pelecehan seksual verbal dilakukan sebanyak 70% oleh orang atau pelaku yang tidak dikenal oleh korban. Data juga menunjukkan bahwa ada sekitar 84% responden perempuan yang penang mengalami pelecehan seksual verbal. Selain itu, mayoritas korban mengalami hal-hal seperti ini saat masih berumur dibawah 18 tahun.

Apa dampak dari pelecehan seksual verbal ini untuk para perempuan terutama di ruang publik? Hal-hal ini dapat menyebabkan para korban (mayoritas perempuan) merasa tidak aman dan tidak nyaman untuk pergi keluar sendiri. Para perempuan pun cenderung merasa gelisah jika perlu melewati sekelompok laki-laki saat sedang bepergian, terutama saat bepergian sendiri. Perlu diingat bahwa pelecehan seksual verbal dilakukan oleh siapapun, dimulai dari orang asing yang kemungkinan hanya akan kita temui sekali seumur hidup, teman, atau bahkan anggota keluarga terdekat sekalipun. Kejadian-kejadian seperti ini semakin lama semakin membuat para perempuan untuk bersikap curiga dan tidak mempercayai laki-laki dikarenakan mereka (para perempuan) sering kali menilai sesuatu didasari oleh rasa takut, gelisah, curiga, dan masih banyak lagi.

Ada beberapa cara menghadapi pelecehan seksual verbal. Contoh pertama yaitu, jika pelaku telah melakukan aksinya, segeralah menghindar atau menjauhi sang pelaku. Hal ini dilakukan agar meminimalisir interaksi yang akan terjadi. Cara kedua, jangan diam atau jangan tunjukkan reaksi yang cukup jelas saat menghadapinpelecehan seksual verbal. Jika situasi yang dihadapi memungkinkan kita untuk merespons atau mengutarakan ketidaknyamanan kita terhadap pelaku, ucapkan dengan lantang dan berani. Namun, jika dirasa situasi tersebut dapat membahayakan diri baik secara fisik atau psikis, segera menjauh dari pelaku atau beritahu baik-baik dengan tegas. Cara yang terakhir, tenangkan diri. Seringkali saat menghadapi situasi ini, kita cenderung panik dan mematung sehingga tidak dapat berpikir jernih. Pentingnya untuk menenangkan diri adalah karena jika kita tenang, kita dapat memutuskan tindakan kita selanjutnya dalam menghadapi situasi tertentu akan bagaimana.

Kesimpulannya, pelecehan seksual verbal tidak kalah penting dari berbagai macam bentuk kekerasan seksual lainnya dan bentuk kekerasan seksual ini perlu diberantas. Mengapa perlu diberantas? Jawabannya adalah karena semua orang, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan rasa aman yang sama dalam beraktivitas sehari-hari seperti orang lain pada umumnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image