Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Chaesarea Aini Rusdah

Dhaman: Teori Tanggung Jawab dan Ganti Rugi dalam Ajaran Islam

Agama | Friday, 15 Dec 2023, 12:33 WIB

Dalam tinjauan terhadap prinsip-prinsip hukum Islam, konsep dhaman (jaminan) dan ganti rugi memegang peranan penting dalam membangun masyarakat yang adil dan berkeadilan. Islam menekankan tanggung jawab, keadilan, dan pemulihan hak-hak yang terlanggar sebagai landasan utama dalam bertransaksi dan berinteraksi antarindividu.

Hukum Islam, atau yang dikenal sebagai syariah, menetapkan pedoman yang jelas terkait dengan kewajiban memberikan jaminan dan mengganti rugi atas kerugian yang timbul akibat tindakan atau perjanjian tertentu. Keterlibatan dhaman dan ganti rugi mencerminkan nilai-nilai moral dan etika Islam yang bertujuan untuk melindungi hak-hak individu serta mendorong praktik-praktik yang berlandaskan keadilan.

Dalam beberapa kasus, praktik dhaman dan ganti rugi telah menjadi sorotan di berbagai sektor, baik dalam transaksi bisnis, keuangan, maupun masyarakat umum. Perdebatan mengenai implementasi prinsip-prinsip ini di tengah dinamika masyarakat kontemporer menunjukkan pentingnya kembali ke akar nilai-nilai Islam dalam menanggapi perubahan zaman.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi konsep dhaman dan ganti rugi dalam perspektif Islam, menganalisis bagaimana nilai-nilai ini tercermin dalam praktik sehari-hari, dan melihat peran mereka dalam membentuk sebuah masyarakat yang adil dan beradab menurut tuntunan Islam.

1. Pengertian Dhaman

Secara bahasa, dhaman berarti menjamin, menanggung, atau mengganti. Dalam konteks hukum Islam, dhaman berarti kewajiban seseorang untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya kepada korban.Dhaman atau ganti rugi dalam Islam adalah kewajiban seorang pelaku untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya kepada korban. Dhaman merupakan salah satu bentuk tanggung jawab yang melekat pada diri setiap orang, baik secara individu maupun kolektif.Dalam hukum Islam, dhaman dapat terjadi dalam berbagai konteks, baik dalam konteks perdata maupun pidana. Dalam konteks perdata, dhaman dapat terjadi akibat wanprestasi atau kelalaian dari salah satu pihak dalam suatu perjanjian. Dalam konteks pidana, dhaman dapat terjadi akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang.

2. Dasar Hukum Dhaman

  • Q.S Yusuf Ayat 72

قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاۤءَ بِهٖ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَّاَنَا۠ بِهٖ زَعِيْمٌ72Artinya : Mereka menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu.” {Q.S Yusuf : 72}

  • Q.S An-Nisa Ayat 29

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا 29Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S An-Nisa : 29)

  • As-Sunnah
  • Rasulullah Saw “Pinjaman hendaklah dikembalikan dan orang yang menjamin hendaklah membayar” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi)
  • Hadis lain juga menjelaskan bahwa sekelompok orang yang membawa jenazah seseorang kehadapan Rasulullah. Sebelum Rasulullah menyuruh mereka untuk menshalatkannya, karena dia punya utang, beliau bertanya siapa yang akan menanggung utangnya. Kemudian Abu Qatadah berkata “Utangnya saya yang menjamin”. Lalu Rasulullah melakukan shalat atas mayat itu (H.R. Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari dan Nasai).
  • Ijma’ Ulama

Adapun dasar hukum menurut ijma’ ulama bahwa kaum muslimin telah berijma’ atau sepakat atas pembolehan al-dhāmān atau kāfalah karena keperluan manusia untuk saling tolong menolong dan menolah bahaya berhutang. Selain itu, para ulama membolehkan al-dhāman atau kāfalah karena hal ini sudah dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad.

3. Rukun dan Syarat Dhaman

  • Adh-Dhamin (orang yang menjamin). Adh-Dhamin disyaratkan sudah baligh, berakal, merdeka dalam mengelola harta bendanya. Dengan demikian anak-anak, orang gila dan orang yang di bawah pengampuan tidak dapat menjadi penjamin.
  • Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang). Syaratnya yang berpiutang diketahui oleh orang menjamin, hal ini dilakukan bertujuan untuk menghindari kekecewaan pihak penjamin apabila orang yang dijamin membuat ulah.
  • Al-Madhmun’anhu (orang yang berhutang). Orang yang berhutang harus dikenal oleh penjamin dan juga disyaratkan sanggup atau rela menyerahkan tanggungannya kepada penjamin.
  • Madhmun bih (objek jaminan). Objek jaminan baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya, serta tidak bertentangan dengan syariah
  • Sighat atau Lafadz. Pernyataan yang diucapkan oleh pihak penjamin disyaratkan mengandung makna menjamin dan tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara. (Wiranto. 2020. Alamisharia.co.id, 6 Desember 2023)

4. Sebab Dhaman

Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai sebab adanya dhaman, tepatnya ada dua macam sebab terjadinya ganti rugi (dhaman), yaitu antara lain :

  1. Dhaman pada aqad dapat terjadi ketika ada pihak yang melakukan interprestasi terhadap ketentuan eksplisit dari redaksi perjanjian atau makna implisitnya sesuai dengan keadaan dan situasi (al-‘urf atau al-‘adah) yang berlaku.
  2. Al-yad gairu al-u’tamanah yang melakukan sesuatu terhadap harta orang lain tanpa izin dari pemilik seperti pencuri dan perampas, atau dengan seizin pemilik seperti al-yad al-ba’i terhadap barang yang dijual sebelum serah terima, atau almusytari setelah serah terima barang, dan penyewa hewan tunggangan atau semisalnya jika melakukan al-ta’addi terhadap syarat-syarat yang sudah ditentukan atau ketentuan yang sudah biasa berlaku. Mereka ini wajib memberikan ganti rugi terhadap kerusakan barang pada saat berada di tangannya, apapun penyebab kerusakan sekalipun terpaksa seperti bencana alam dan lainnya.
  3. Al-itlaf menjadi sebab ganti rugi baik langsung maupun hanya sebagai penyebab. Al-itlaf biasanya diartikan mendisfungsikan barang. Al-itlaf dibagi menjadi dua yaitu al-itlaf al-mubasyir (perusakan langsung) dan al-itlaf bi al-tasabbub (perusakan tidak langsung)

5. Contoh Dhaman

Berikut adalah beberapa contoh dhaman dalam Islam:

  • Seorang pengendara mobil yang menabrak pejalan kaki wajib mengganti kerugian yang dialami pejalan kaki, seperti biaya pengobatan, biaya perawatan, dan biaya ganti rugi atas kerusakan barang milik pejalan kaki.
  • Seorang pedagang yang menjual barang yang ternyata cacat wajib mengganti kerugian yang dialami pembeli, seperti biaya perbaikan barang atau pengembalian uang.
  • Seorang penjamin wajib mengganti kerugian yang dialami pihak yang dijaminnya, jika pihak yang dijaminnya tidak mampu memenuhi kewajibannya.

Jadi pada intinya, Dhaman atau ganti rugi dalam Islam merupakan salah satu bentuk tanggung jawab yang melekat pada diri setiap orang. Dhaman wajib dilaksanakan oleh pelaku, kecuali jika ada alasan yang dapat membebaskannya dari kewajiban tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image