Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zetta Devia

Pelecehan Seksual tidak Memandang Gender

Edukasi | Wednesday, 13 Dec 2023, 19:52 WIB
(llustrasi pelecehan seksual verbal sumber: Korantempo.co)

Jakarta – Miris, menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), dalam periode 1 Januari – 27 September 2023 tercatat 19.593 kasus keerasan yang terjadi di Indonesia. Salah satunya yang dialami oleh Nisa, seorang host di channel edukasi anak yang tayang pada aplikasi Youtube. Nisa bukannya mendapat dukungan dan feedback positif malah mendapatkan komentar negatif yang menjurus pada sexual harrasment. Bahkan kolom komentar hingga kini masih ditutup.

Kejadian ini sudah terjadi beberapa waktu lalu, namun menurut saya peristiwa pelecehan seksual ini tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, karena hal ini menyangkut banyak orang . Perbedaan kepentingan dan nafsu orang menjadi pengaruh adanya sexual harrasment. Banyak korban yang masih belum berani membuka suaranya ketika mengalami sexual harrasment, dan bahkan saksi pun terkadang tidak berani untuk melaporkan kejadian sexual harrasment. Namun, tak sedikit juga orang yang berani membuka suaranya dan melaporkan kejadian ini.

“Kalau aku pasti sedih merasa down. Cuma aku nggak mau berlarut dalam kesedihan dan aku juga mikir ngapain juga harus sedih,” kata Nisa dilansir dari Detikhot pada Selasa (7/11/2023). Ia mengatakan bahwa dirinya tidak ingin berlarut dalam kesedihan, ia ingin permasalahan ini diurus dengan sebaik – baiknya. Nisa juga harus bergerak maju dan terus membuat konten edukasi untuk membantu anak – anak.

Pelecehan seksual juga tidak hanya terjadi pada perempuan, bisa juga dialami oleh laki - laki. Banyak kasus yang beredar tentang pelecehan seksual kepada laki - laki. Seperti yang terjadi pada Nurdiansyah Dalidjo, seorang aktivis masalah - masalah sosial.

“Bukan hanya bullying. Celana aku sering dipelorotin. Orang-orang sering menyodok bagian selangkangan aku. Aku anggap itu kekerasan. Aku percaya diri untuk bilang bahwa hampir setiap individu queer di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Bahkan kekerasan itu terjadi dalam jangka waktu yang panjang dan dari kecil.”Itu pengakuan Nurdiyansah Dalidjo. Pengakuan ini hanya satu dari seribu pengakuan lainnya yang mungkin belum memiliki keberanian untuk menggunakan suaranya.

Dapat digarisbawahi bahwa pelecehan seksual dapat terjadi pada kaum perempuan dan kaum laki – laki. Peristiwa pelecehan sosial ini akan terus terjadi apabila edukasi tentang sexual harrasment di negara ini masih minim. Dunia sudah se-modern ini, tapi mengapa manusia masih belum bijak dalam menggunakan teknologi. Pada kenyataannya sudah banyak jurnal, berita, artikel, bahkan para psikolog yang membahas tentang isu sexual harrasment ini. Namun, semua itu ada pada tangan pribadi masing – masing. Bisakah mereka menyimpan nafsunya untuk diri sendiri? Bisakah mereka mempergunakan media sosial dengan hal – hal yang positif? Bisakah mereka tidak menjadi pelaku atau bahkan korban dari sexual harrasment?

Sexual harrasment atau pelecehan seksual adalah tindakan atau perilaku verbal maupun non verbal yang mengacu pada hal seksual yang tidak diinginkan dan dilakukan secara eksplisit ataupun implisit sehingga merugikan pihak lain, merasa tersinggung, terhina bahkan menjadi terintimidasi di dalam lingkungannya. Banyak hal yang dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual, yang terjadi oleh kak Nisa adalah salah satu bentuk pelecehan seksual verbal, yaitu pelecehan yang dilakukan melalui kata – kata ataupun secara visual. Sedangkan pelecehan seksual non verbal adalah pelecehan yang terjadi secara fisik, seperti menyentuh orang lain tanpa persetujuannya dan membuatnya merasa terintimidasi.

Perlu diketahui bahwa pelecehan seksual tidak hanya terjadi pada kaum perempuan saja, begitupun dengan kaum laki – laki. Mereka juga mengalami pelecehan seksual, yang seringkali saya lihat adalah pelecehan seksual verbal melalui komentar netizen pada unggahan para artis di sosial media. Terjadinya kasus pelecehan seksual hingga cara pencegahan dan penangannya berhubungan dengan teori komunikasi yang akan saya bahas.

Teman – teman pernahkah mendengar S-O-R Theory? Yuk kita bahas!

Teori ini sangat berhubungan dengan kasus pelecehan seksual yang seringkali terjadi. Teori ini memanfaatkan Stimulus – Organism – Response yang berasal dari psikologi. Ilmu komunikasi dan psikologi sama – sama membutuhkan manusia dengan jiwanya yang meliputi, sikap, opini, perilau, kognisi, afeksi dan konasi. Teori S-O-R dalam hal ini adalah sikap dan respon yang terjadi ketika seseorang mengalami pelecehan seksual baik untuk pelaku maupun korbannya. Tentu saja yang akan dipertanyakan bukanlah “apa” atau “kenapa” melainkan “bagaiamana”. Bagaimana kita bisa merubah perilaku tersbut? Bagaimana kita dapat merubah sikap tersebut? Bagaimana kita bisa mengedukasi masyarakat tentang topik ini? Bagaimana peristiwa itu bisa terjadi?

Manusia pasti memiliki sikap stimulus yang akan memberikan respon ketika suatu hal terjadi pada dirinya. Hal inilah yang harus dilakukan oleh korban dari sexual harrasment untuk memberikan respon berupa suaranya kepada orang dilingkungannya atau pihak – pihak yang berwenang. Dengan begitu, mereka yang mendengar cerita korban akan mengerti apabila mereka berada diposisinya. Hal itulah yang kemudian menjadi pengacu bagi masyarakat dan pihak berwenang untuk menciptakan sebuah perubahan baik untuk memberikan edukasi dengan harapan semakin berkurangnya kasus sexual harrasment di Indonesia. Perlu diketahui, semua orang berperan penting dalam kasus ini. Sedikit usaha yang dilakukan untuk mencegah adanya kasus ini sangat membantu semua pihak dan masyarakat akan lebih aware terhadap kasus ini. Mungkin suatu saat kita bisa menjadi saksi atau bahkan korban dari pelecehan seksual, maka untuk menghindari hal tersebut sebarkan sebanyak – banyak tentang edukasi pelecehan seksual karena lebih baik mencegah daripada mengobati.

“Ingat, Kamu tidak sendiri! Ceritakan dan laporkan kejadian sexual harrasment yang terjadi dilingkungan mu!”

“Pelecehan Seksual Tidak Memandang Gender!”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image