Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sindy Puspitasari

Tak Hanya Mengenyangkan, Makanan Kaya akan Kebudayaan

Sastra | Saturday, 09 Dec 2023, 13:25 WIB
Foto oleh Greta Hoffman : https://www.pexels.com/id-id/foto/keluarga-bahagia-makan-bersama-9706064/

Makna Terdalam Sebuah Makanan

Makanan tidak hanya memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga berkaitan erat dengan budaya. Makanan menjadi lebih bermakna bila dilihat melalui budaya dan jaringan interaksi sosial di dalamnya. Khan dkk. (1988) bahwa makanan memainkan peran sosial di Melanesia sebagai sarana transmisi adat istiadat, ukuran kekayaan, barometer status sosial, dan perantara simbolis dalam mendefinisikan dan memanipulasi kekerabatan dan hubungan sosial.

Selanjutnya Davis (1995), dalam penelitiannya di Minangkabau, menemukan bahwa makanan berfungsi sebagai entitas yang bermakna dalam komunikasi antarkelompok, dan merupakan ekspresi penting dari hubungan sosial seperti kepercayaan, ketidakpercayaan, konflik, harmoni, status, dan penciptaan yang baru, serta berkelanjutan Saya menyimpulkan bahwa ini berfungsi sebagai simbol hubungan yang kuat.

Oleh karena itu, perilaku konsumsi pasti dipengaruhi oleh aspek budaya seperti kepercayaan dan pantangan yang harus dipatuhi. Selain itu, sebagai sumber utama pengolahan pangan juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perilaku konsumsi yang menjadi kebiasaan menjadi ciri khas suatu kelompok masyarakat dan membedakannya dengan kelompok lain dalam masyarakat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai pola pemilihan, distribusi, dan konsumsi pangan yang berbeda-beda.

Di pedesaan, keluarga yang memiliki aktivitas ekonomi produktif seringkali menjadi yang pertama dalam memilih lauk pauk yang berkualitas. Berdasarkan analisis tersebut, beberapa ahli berpendapat bahwa kebiasaan makan sangat sulit diubah karena berkaitan dengan fungsi dan peran sosial serta merupakan ekspresi diri. DeWalt (1993) menulis bahwa salah satu faktor yang dapat mengubah hal ini adalah transisi dari pertanian subsisten ke komersialisasi telah menyebabkan perubahan dalam konsumsi pangan dan status gizi.

Dan menurut Eide & Steady (1980), perubahan peran ibu telah menyebabkan perubahan kebiasaan makan di pedesaan Afrika. Ibu berperan penting dalam mengatur perilaku konsumsi keluarga. Memasak dan makan mempunyai banyak arti, terutama jika berhubungan dengan banyak identitas pribadi, peribahasa, dan ideologi. Hal ini mempengaruhi kebiasaan makan setiap individu atau kelompok daerah.

Makanan Kaya Akan Makna

Beragamnya makna suatu makanan dapat menjadi pertimbangan bagi sekelompok orang yang mengkonsumsinya. Pertama, sifat fisik komponen makanan dapat bersifat simbolis. Misalnya, pada tahun 1972-1973, sebagai bagian dari rencana perdamaian, Amerika Serikat mengirimkan jagung kuning ke Boeswana untuk didistribusikan ke sekolah-sekolah sebagai bantuan kekeringan. Namun siswa di Serowe membakar mobil kepala sekolah dan menghancurkan tumpukan jagung kuning.

Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa hanya jagung putih saja yang dikonsumsi manusia dan jagung kuning merupakan pangan hewani (Jones, 2007). Kedua, orang mendefinisikan peristiwa melalui makanan. Misalnya, popcorn di bioskop menjadi bagian integral dari pengalaman menonton film dan menjadi simbol hiburan dan kegembiraan. Ketiga, Essen juga akan menampilkan lokasi mulai dari kota besar hingga kota kecil dan distrik.

Misalnya saja Ayam Bakar Taliwang yang merupakan makanan khas Lombok, Indonesia, yang terbuat dari ayam yang dipanggang dengan bumbu. Nama “Taliwang” berasal dari nama desa Taliwang di Lombok Barat. Keempat, makanan adalah teman, penghibur, dan hobi. Misalnya, memasak sebagai hobi adalah salah satu cara untuk mengekspresikan diri dan berkreasi, dan memasak makanan yang enak dan menggugah selera akan membuat Anda merasa puas dan membuat Anda merasa senang. Kelima, masyarakat juga menggunakan makanan sebagai hadiah.

Misalnya saja saat momen ulang tahun seorang teman, kue menjadi hadiah yang sangat spesial. Keenam, makanan juga merupakan ungkapan kasih sayang dan dukungan ketika seorang teman jatuh sakit atau ada anggota keluarga yang meninggal. Kehadiran makanan dari orang lain disaat sakit atau sedih dapat memberikan kenyamanan, nutrisi, serta membuat mereka merasa dicintai dan didukung.

Makanan sebagai simbol tertentu mempunyai arti khusus dalam berbagai kegiatan sosial. Misalnya makanan yang digunakan pada hari raya adat, upacara adat, dan pernikahan. Makanan bukan sekedar sesuatu yang dimakan atau dihidangkan kepada tamu dan sanak saudara yang menghadiri suatu perayaan, jenis makanan dan cara penyajiannya menjadi simbol suatu kebudayaan tertentu.

Misalnya saja penelitian Mohamed dkk. (2010) Tentang hantaran makanan dalam pernikahan Kelantan Malaysia. Penelitiannya menunjukkan bahwa makanan yang dihidangkan pada pesta pernikahan masyarakat Melayu di Kelantan merupakan simbol makna yang diyakini masyarakat hingga saat ini. Pesan-pesan yang disampaikan melalui makanan dan perilaku makan pada akhirnya memperluas kajian tentang makanan sebagai simbol.

Selain itu, pangan juga merupakan salah satu wujud identitas etnik yang dapat dikenali dari jenis pangan yang mempunyai ciri cita rasa tertentu. Misalnya masakan Minahasa yang ditandai dengan banyaknya penggunaan cabai untuk mengolah daging sehingga kehilangan cita rasa dari daging itu tersendiri. Makanan juga membentuk identitas pribadi dari segi kelas dan gender.

Goody (1982) menunjukkan bahwa hierarki kelas, kasta, ras, dan gender sebenarnya muncul melalui kontrol yang berbeda terhadap akses terhadap pangan. Makanan juga memainkan peran sosial, sebagai sarana transmisi adat istiadat, ukuran kekayaan, barometer status sosial, dan perantara simbolik dalam mendefinisikan dan memanipulasi kekerabatan dan hubungan sosial.

Kesimpulan

Jika kita melihat secara kultural, kita dapat menyimpulkan bahwa makan mempunyai arti lebih dari sekedar kenyang. Melalui penelitian ini, kami berharap dapat lebih menghargai pangan dan melihatnya dari sudut pandang yang lebih bermakna. Kebiasaan makan merupakan pola tingkah laku dan erat kaitannya dengan budaya, sehingga tidak meniadakan nilai sebenarnya dari makanan yang kita nikmati, serta memperkuat ciri dari kelompok sosial yang ada. Kebiasaan ini tentunya akan berkembang dan berubah menyesuaikan dengan kemajuan zaman yang ada saat ini.

Referensi:

Nurti, Yevita. (2017). Kajian Makanan Dalam Perspektif Antropologi. Jurnal Antropologi, Vol.19 (1):1-10.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image