Gultik Pak Agus Budi : Gultik Murah Legendaris di Pengkolan Blok M Plaza
Sejarah | 2025-01-14 13:42:42Artikel ini mengeksplorasi fenomena kuliner Gulai Tikungan (Gultik), khususnya Gultik Pak Agus Budi (ABG), sebagai ikon kuliner kaki lima legendaris khas Sukoharjo di kawasan Blok M, Jakarta. Gultik Pak Agus Budi menawarkan cita rasa autentik gulai dengan daging empuk dan kuah rempah yang khas. Harganya yang terjangkau, rata-rata Rp10.000 per porsi, menjadikannya favorit di berbagai kalangan, dari anak muda hingga orang dewasa, serta menarik minat pengunjung internasional dari Malaysia hingga Rusia. Keberadaan Gultik di Blok M tidak hanya merepresentasikan kekayaan kuliner lokal, tetapi juga menggambarkan dinamika sosial, budaya, dan urbanisasi di Jakarta. Pedagang Gultik yang sebagian besar berasal dari Sukoharjo, Jawa Tengah, membawa tradisi kuliner daerah yang dipadukan dengan inovasi modern. Inovasi ini meliputi variasi menu seperti daging ayam, bebek, dan vegetarian, serta promosi yang masif melalui media sosial, menjadikan Gultik sebagai simbol perpaduan budaya tradisional dan modern.
Keunikan kuliner ini terletak pada penyajiannya yang sederhana, cepat, dan praktis di trotoar dengan suasana malam hari yang ramai dan hidup. Sejarah Gultik mencerminkan perkembangan kuliner jalanan dan dinamika sosial budaya Jakarta, dengan pengaruh dari tradisi kuliner Jawa Tengah. Adaptasi dan inovasi seperti varian menu modern juga menjadi daya tarik tersendiri, menjadikan Gultik Blok M tidak hanya sebagai makanan, tetapi juga medium komunikasi antarbudaya. Gultik Pak Agus Budi menonjol di antara lebih dari 30 pedagang Gultik lainnya di Blok M, dengan reputasi pelayanan yang ramah dan rasa yang khas. Selain itu, keberadaan media sosial semakin memperluas popularitasnya di kalangan anak muda dan pengunjung dari berbagai latar belakang. Artikel ini juga menyoroti peran Gultik sebagai medium komunikasi antarbudaya dalam masyarakat multikultural Jakarta. Dengan penggunaan media sosial, popularitas Gultik meluas hingga ke luar Jakarta, bahkan luar negeri, menjadikannya salah satu kuliner jalanan yang ikonik. Lebih dari sekadar makanan, Gultik menghadirkan pengalaman sosial yang unik dan menyenangkan bagi pelanggan, menjadikannya simbol kuliner yang menyatukan berbagai elemen budaya di tengah kehidupan kota yang dinamis.1. Sejarah Gultik Legendaris ABG singkatan dari Agus Budi Gultik yang berdiri 32 tahun lama nya atau sekitar tahun 1990-an. ABG yang berada di Blok M biasanya memperoleh seribu porsi gultik setiap malam sabtu dan malam minggu dan di hari senin sampai kamis biasanya habis sekitar 500-800 porsi gultik. Resep Blok-M ABG ini mendapatkan resep dari keluarga nya sendiri. Pelanggan ABG ini mulai dari anak-anak, anak smp, hingga orang dewasa dan sampai ke ibu-ibu juga bisa untuk semua kalangan untuk mencoba Gultik Blok-M ABG ini.
Makanan ini telah menjadi ikon dalam dunia kuliner jalanan Indonesia, terkenal karena cita rasanya yang kaya dan bumbu yang gurih. Sejarah Gultik di Blok M tidak hanya mencerminkan perkembangan kuliner, tetapi juga menggambarkan dinamika sosial dan budaya di Jakarta. Pada awalnya, Blok M adalah daerah yang relatif sederhana dan tidak terlalu ramai. Namun, pada tahun 1970-an, seiring dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi, kawasan ini mulai berkembang pesat. Infrastruktur yang dibangun di sekitar Blok M, seperti jalan raya dan transportasi umum, turut memfasilitasi pertumbuhan kawasan ini. Seiring waktu, Gultik Blok M mulai dikenal sebagai pusat perbelanjaan yang menawarkan berbagai produk dan layanan. Mal-mal seperti Blok M Plaza, Melawai, dan berbagai toko ritel mulai bermunculan, menjadikan kawasan ini sebagai salah satu tujuan belanja utama di Jakarta. Di samping itu, tempat-tempat hiburan seperti bioskop, restoran, dan kafe juga muncul, menjadikan Blok M sebagai tempat berkumpul yang populer bagi masyarakat. Namun, yang membuat Gultik Blok-M menonjol bukan hanya rasanya yang lezat, tetapi juga kenyamanan yang diberikan oleh para pedagang kaki lima yang melayani pelanggan dengan cepat dan ramah, menjadikannya pilihan tepat untuk makan malam setelah beraktivitas seharian.
Asal usul dari Gultik mulai dari populer di Blok M sekitar tahun 1997. Meskipun demikian, makanan ini sebenarnya sudah ada jauh sebelumnya. Banyak pedagang awal Gultik di Blok M berasal dari Sukoharjo, sebuah daerah di kota Solo, Jawa Tengah. Mereka membawa resep dan tradisi kuliner yang kaya, yang kemudian diadaptasi dan berkembang di Jakarta. Pedagang gulai di sini awalnya berjualan di Bulungan, sebelum pindah ke Mahakam. Mereka mulai berjualan akhir 1980-an dan mulai ramai di awal 1990-an. Bahkan, beberapa pedagang adalah generasi kedua yang meneruskan usaha orang tuanya. Istilah gultik mulai populer di tahun 1997. Para pedagangnya berjualan dengan gerobak pikul yang di naungi dengan payung warna-warni. Di sepajang trotoar mereka memasang kursi dan meja kecil untuk pelanggan yang ingin makan di tempat.
Gulai ini tampak sederhana, berisi beberapa potong daging sapi dan tetelan dengan kuah santan yang encer. Cita rasa gultik mirip dengan gulai khas solo yang berkuah encer dengan bumbu rempah rempah seperti jahe, lengkuas, kunyit, cengkih, kemiri, jintan, pala, dan bawang merah bawang putih. Gulai ini biasanya disajikan dalam satu piring dicampur dengan nasi. Bisa dinikmati dengan tambahan sate jeroan dan kerupuk. Porsinya kecil, cukup untuk orang yang tidak terlalu lapar. Tapi jika perut sedang kosong, mungkin perlu tambah beberapa porsi sampai terasa kenyang. Deretan pedagang gultik ini umumnya mulai buka pukul 17:00 hingga pukul 01:00. Banyak yang menikmati sebagai menu makan mala mya g tidak terlalu mengenyangkan. Harga satu porsi gultik rata-rata Rp 10.000, tergantung pedagangnya.
Salah satu ciri khas yang paling menonjol dari Gultik Blok M adalah cara penyajiannya yang sederhana dan praktis. Gulai disajikan di dalam piring atau mangkuk kecil yang terbuat dari keramik atau plastik. Biasanya gulai kambing, sapi, atau ayam di sertai dengan potongan daging yang cukup besar, disajikan dengan nasi hangat atau ketupat sebagai pelengkap. Beberapa warung juga menyediakan kerupuk sebagai tambahan untuk memberikan tekstur renyah pada hidangan yang berkuah ini. Hal yang membedakan Gultik Blok M dengan jenis gulai lainnya adalah penyajiannya yang cepat dan mudah, tanpa perlu menunggu terlalu lama, cocok untuk mereka yang ingin makan dengan praktis di tengah kesibukan kota.
Biasanya, makanan ini dimakan di tempat duduk sederhana di pinggir jalan atau langsung di kendaraan, karena banyak penjual Gultik yang menjual hidangannya secara kaki lima. Gultik Blok M terkenal dengan suasana yang hidup dan ramai, terutama pada malam hari. Banyak pengunjung yang datang untuk menikmati makanan ini, menciptakan atmosfer yang penuh kehidupan. Pedagang Gultik biasanya berjualan di pinggir jalan, dan keramaian ini menjadi bagian dari pengalaman kuliner yang tidak terlupakan. Suasana ini membuat Gultik bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga pengalaman sosial yang menyenangkan.
Gultik Blok M, tidak hanya menjadi representasi dari kekayaan cita rasa masakan lokal, tetapi juga mencerminkan dinamika interaksi sosial dan komunikasi antarbudaya di tengah masyarakat urban. Gultik Blok M adalah fenomena yang dapat dilihat sebagai bentuk komunikasi antarbudaya dalam konteks kota Jakarta yang sangat multikultural. Jakarta adalah kota yang dihuni oleh orang-orang dari berbagai suku, agama, dan budaya, baik dari berbagai daerah di Indonesia maupun dari luar negeri. Dalam situasi ini, makanan menjadi salah satu cara yang efektif untuk menghubungkan dan membangun komunikasi antarbudaya. Gultik Blok M, sebagai bagian dari budaya kuliner Jakarta, menjadi medium yang menyatukan berbagai elemen budaya yang beragam. Gultik Blok M, meskipun berasal dari tradisi kuliner Indonesia yang kuat (khususnya gulai kambing dan rempah-rempah), juga mengalami adaptasi yang mencerminkan perpaduan antara budaya tradisional dan modern. Ini terlihat dari inovasi yang dilakukan oleh para pedagang Gultik dalam menyediakan berbagai variasi menu, seperti daging ayam atau bebek, serta pilihan menu vegetarian, yang disesuaikan dengan selera masyarakat Jakarta yang semakin beragam.
Inovasi ini mengakomodasi perbedaan budaya konsumsi, baik dari segi agama (misalnya konsumsi daging kambing atau sapi yang lebih umum di kalangan Muslim) maupun preferensi gaya hidup modern yang lebih fleksibel. Di sisi lain, penggunaan media sosial untuk mempromosikan Gultik Blok M juga menciptakan ruang pertukaran budaya yang lebih luas. Pengguna media sosial yang berasal dari berbagai latar belakang dapat berbagi pengalaman mereka menikmati Gultik, menciptakan jembatan komunikasi antarbudaya di tingkat digital. Hal ini memungkinkan orang dari luar Jakarta, bahkan luar negeri, untuk mengenal dan tertarik mencicipi kuliner khas ini, meskipun mereka berasal dari budaya yang berbeda.
Ada puluhan penjual gultik dengan tampilan yang sama, nyaris tidak ada bedanya. Tapi dari sekian banyak yang berjualan gultik di daerah Blok M, salah satu yang paling laris bisa dibilang Gultik Pak Agus Budi. Gultik Pak Agus Budi ini memiliki rating nyaris sempurna di Google Reviews. Dengan ulasan sudah mencapai 2,4 ribu. Patokannya, Gultik Pak Agus Budi berjualan persis depan perempatan Blok M Plaza, di bawah lambang Matahari.Ciri khas Gultik, semua pedagang menjajakan jualannya menggunakan pikulan sederhana. Lengkap dengan kursi-kursi plastik untuk pembeli makan di tempat.
Beberapa sering makan di mobil. Harganya murah sekitar Rp 10 ribu saja dengan porsi yang minimalis. Terhitung lebih dari 30 penjual gultik yang tersebar di daerah Blok M ini. Hal ini makin mengukuhnya istilah 'tikungan'. Salah satu nya yang paling laris adalah Gulai Tikungan Pak Agus Budi. Gultik yang satu ini sudah berjualan sejak tahun 1982, berarti sudah berdiri sejak awal penjual Gultik di Blok M masih sepi dan belum seramai sekarang.Dalam teori komunikasi antarbudaya, makanan sering dianggap sebagai simbol budaya yang menyampaikan lebih dari sekadar rasa atau cita rasa. Gultik Blok M, dalam hal ini, menjadi simbol identitas budaya Jakarta yang multikultural. Ketika seseorang menikmati Gultik, mereka tidak hanya mencicipi masakan, tetapi juga merasakan pengalaman budaya Jakarta yang kaya dan beragam.
Di sini, Gultik Blok M berfungsi sebagai simbol kesatuan di tengah perbedaan. Melalui makanan ini, seseorang yang berasal dari suku, agama, atau daerah yang berbeda dapat merasakan persamaan dalam kenikmatan dan kelezatan. Bahkan bagi wisatawan asing, mencicipi Gultik Blok M bisa menjadi cara untuk mengenal dan memahami budaya Jakarta lebih dekat. Dalam teori adaptasi budaya, kesederhanaan sering menjadi jembatan antarbudaya. Gultik ABG, dengan format sederhana dan ramah, memungkinkan komunikasi yang inklusif tanpa hambatan formalitas. Proses ini menciptakan keterhubungan yang autentik di antara pengunjung.Salah satu cara komunikasi nonverbal yang kuat antarbudaya adalah kuliner.
Pengalaman budaya yang dapat "diketahui" tanpa perlu penjelasan verbal diciptakan oleh rasa gulai yang asli dan cara penyajiannya yang unik. Pendatang dapat mengetahui kekayaan budaya lokal melalui makanan. Komunikasi dalam budaya yang tidak memiliki konteks biasanya lebih langsung, sementara komunikasi dalam budaya yang memiliki konteks cenderung menggunakan simbolisme dan konteks untuk menyampaikan pesan. Gultik ABG menunjukkan kombinasi dari keduanya: konteks rendah dan kesederhanaan layanan bersama dengan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam hidangan.
2. Popularitas ABG
Banyak pelanggan dari luar negeri yang sudah pernah makan di ABG Blok M untuk mencoba kuliner khas Indonesia ini. Baru-baru ini, ada yang berasal dari Malaysia dan Rusia. Bisa dibilang Gultik ABG terkenal di Kawasan Blok M Plaza dan cukup ramai dibanding gultik lain. Biasanya pelanggan kita itu dari anak kecil yang masih SMP hingga orang dewasa (segala umur). Mereka biasanya memesan lebih dari 1 porsi karena rasanya yang enak. Selain Gultik, kita juga menyediakan sate-satean seperti sate usus, telur puyuh dan ampela.Gultik Blok M tidak hanya digemari oleh kalangan pekerja kantoran dan masyarakat sekitar, tetapi juga menjadi tempat nongkrong favorit anak muda. Hal ini didukung oleh lokasi strategis di pusat keramaian Blok M, yang juga terkenal dengan tempat hiburannya seperti bar, kafe, dan pusat perbelanjaan. Banyak anak muda memilih Gultik sebagai destinasi kuliner murah meriah setelah beraktivitas.
Pak Agus Budi juga dikenal dengan pelayanan yang ramah, membuat pelanggan merasa nyaman untuk kembali. Lokasi Gultik ini berada di sekitar Blok M Plaza, yang selalu ramai pengunjung, terutama pada malam hari hingga dini hari. Suasana di sini sangat khas dengan keramaian orang-orang yang duduk di kursi plastik di bawah lampu jalan, menikmati makanan sambil berbincang santai.Selain Pak Agus Budi, ada beberapa pedagang Gultik lain di area Blok M yang juga populer, seperti Gultik ABG (singkatan dari "Anak Blok G").
Mereka menawarkan cita rasa yang sedikit berbeda, tetapi tetap dengan harga yang bersaing. Persaingan ini justru membuat area Gultik semakin menarik, karena pelanggan dapat memilih berdasarkan selera masing-masing. Gultik Blok M, terutama Gultik Pak Agus Budi, adalah salah satu destinasi kuliner yang wajib dicoba di Jakarta. Dengan cita rasa khas, harga terjangkau, dan suasana yang unik, Gultik menjadi bagian dari pengalaman kuliner jalanan yang ikonik di ibu kota. Jika Anda mencari tempat makan yang sederhana namun memuaskan, Gultik adalah pilihan yang tepat.
3.Review Dari Pelanggan ABG“Saya baru pertama kali makan disini. Saya tau Agus Budi Gultik ini dari trend di media sosial dan penasaran sama rasanya. Ternyata tidak beda jauh sama gultik lain dari segi porsi, tetapi dari segi rasa memang lebih enak disini dan dagingnya lebih empuk serta harga gultik disini masih masuk dikantong, yaitu, Rp.10.000 per porsi. Kemungkinan saya akan sering makan disini.”
“Saya tau Gultik ini dari media sosial, karena liat banyak yang makan disini jadi penasaran gitu mau coba. Kalau menurut saya sih, rasa gultik disini lebih enak, pedas dan satenya juga lengkap. Kalo makan gultik ini, kayaknya tidak cukup hanya satu porsi, pasti akan nambah terus. Ga heran sih kalo viral di media sosial, saya juga akan balik kesini lagi untuk makan gultiknya.”
Written by :
Muhammad Iqbal Hilmi - 23010400045
Dhaffa Rizqi Nurhakim – 23010400016
Indira Dwi Kusumawardani - 23010400007
Regita Mutiara Winri - 23010400037
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.