Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nurina Hasanatuludhhiyah dr., M.Si

Eksperimen Israel yang Gagal

Politik | Saturday, 09 Dec 2023, 08:30 WIB

Anthony Lowenstein adalah satu di antara Yahudi yang menolak zionisme, selain halnya nama Ilan Pappe dan Norman Flinkenstein serta banyak nama lainnya. Ia adalah keturunan Yahudi yang orang tuanya bermigrasi ke Australia, namun mengaku “atheis” (saya meyakini sebagai agnostik).

Jangan heran karena banyak di antara Yahudi adalah atheis, kabarnya Theodor Herzel, pencetus zionisme, juga demikian. Sebagaimana seniornya Illan Pappe dan Norman Flinkenstein, Anthony Lowenstein banyak menulis buku yang mengulas konflik Israel-Palestina, satu di antaranya adalah “The Palestine Laboratory: How Israel Exports the Technology of Occupation Around the World”.

Tak heran jika buku yang diterbitkan Mei 2023, mendapat respons positif di tengah upaya genosida oleh Israel dan bull-dognya, Amerika Serikat dan sekutunya. Buku ini tentu akan menambah rasa solidaritas bagi yang pro Palestina dan sepatutnya membalikkan atau setidaknya menggoyahkan pemahaman mereka yang pro Israel. Penulisnya adalah seorang Yahudi, jurnalis independen dan pembuat film bereputasi, yang telah menulis di the New York Times, the Guardian, The Washington Post dsb.

Ia juga telah diwawancarai di media televisi mainstream seperti CNN, dan bahkan berbicara dalam forum diskusi di Harvard University. Buku The Palestine Laboratory telah masuk dalam jajaran best seller di New Zealand, dan telah dicetak ulang di UK, US dan Australia, dan meraih penghargaan sebagai finalis dalam Moore Prize dan Walkley Book Award, yang bisa dikatakan sebergengsi the Pulitzers.

Begini bunyi sinopsis buku tersebut yang saya kutip dari goodreads “Selama lebih dari 50 tahun, pendudukan Tepi Barat dan Gaza telah memberikan pengalaman berharga bagi negara Israel dalam mengendalikan populasi ‘musuh’, yaitu warga Palestina. Di sinilah mereka menyempurnakan arsitektur kontrol, menggunakan wilayah Palestina yang diduduki sebagai tempat uji coba persenjataan dan teknologi pengawasan yang kemudian mereka ekspor ke seluruh dunia.

Laboratorium Palestina menunjukkan secara mendalam dan untuk pertama kalinya bagaimana Israel menjadi pemimpin dalam mengembangkan teknologi mata-mata dan perangkat keras pertahanan yang memicu beberapa konflik paling brutal di dunia — mulai dari perangkat lunak Pegasus yang meretas ponsel Jeff Bezos dan Jamal Khashoggi, serta senjatanya dijual kepada tentara Myanmar yang telah membunuh ribuan warga Rohingya, hingga drone yang digunakan oleh Uni Eropa untuk memantau pengungsi di Mediterania yang dibiarkan tenggelam.

Dalam investigasi global yang mengungkap dokumen-dokumen rahasia, berdasarkan wawancara terbuka dan pelaporan di lapangan, Antony Loewenstein menunjukkan bagaimana, seiring dengan tumbuhnya etno-nasionalisme di abad ke-21, Israel telah membangun alat yang ampuh untuk para penguasa zalim dan “demokrasi”. Para pembaca buku ini memberi rating yang baik di goodreads (rata-rata 4.4 dari skala 1-5). Beberapa ulasan dapat saya bagikan melalui tulisan ini.

Dari MergCal yang memberi bintang 5 “Buku ini lebih dari sekedar judulnya. Ini tentang perdagangan senjata internasional. Tulisan ini bermula dari pandangan miring penulisnya, seorang Yahudi sekuler Australia terhadap Israel.

Ia sangat terkejut menyaksikan perlakuan Israel terhadap warga Palestina di Israel dan wilayah penjajahan. Istilah laboratorium tersebut merujuk pada “eksperimen perang” Israel yang menjual senjatanya dengan etalasenya adalah kekerasan militer yang bertahun-tahun digunakan melawan Palestina.

Secara pribadi, saya menganggap kesenjangan antara Israel dan Palestina terlalu timpang untuk dijadikan sebuah kebanggaan. Buku ini secara keseluruhan memberikan gambaran menyeluruh tentang perdagangan senjata. Ini mengerikan.

Pada dasarnya ini adalah tentang menghasilkan uang dan dalam upaya itu tidak ada kehormatan atau integritas. Penjualan siap dilakukan, oleh semua penjual, ke negara-negara diktator yang paling menjijikkan di mana pelanggaran terhadap ritual kemanusiaan merajalela.

Israel bahkan akan menjualnya kepada para pemimpin anti-Yahudi. Ada peringatan di sini tentang kebangkitan etnonasionalisme.

Selain senjata, ada bagian tentang peretasan dan pengawasan. Kami menipu diri sendiri dengan aplikasi dan perangkat lunak anti-virus kami.

Tidak ada yang aman jika seseorang benar-benar ingin meretas Anda, mengikuti Anda, melanggar privasi Anda. Ini adalah bacaan yang "suram namun mencerahkan”.

Ulasan lain datang dari Miroku Nemeth “Penjualan gagasan tentang "negara etno" yang tahu bagaimana menghadapi penduduk pribumi yang terjajah merupakan komponen penting dalam strategi pemasaran korporat dan nasional Israel. Tidak ada buku yang pernah saya baca yang menjelaskan hal ini lebih jelas daripada studi kontemporer yang luar biasa karya Loewenstein ini.

Bacalah "Laboratorium Palestina" untuk melihat bagaimana Israel memasarkan dirinya dalam bidang intelijen, "keamanan", senjata, keamanan siber, pembangunan tembok apartheid, pemantauan drone, tentara bayaran, dan lain-lain, terutama terhadap penduduk asli dengan penindasan terhadap Palestina sebagai testimoni pemasarannya. Mereka adalah bagian penting dari bantuan pasukan pembunuh sayap kanan di Amerika Tengah dalam membunuh penduduk asli dan masyarakat miskin, dan bahkan membantu melalui Program Pegasus mereka untuk menutupi pembunuhan terhadap 43 orang di Meksiko dan pengawasan terhadap para aktivis dan keluarga yang selamat.

Israel sejatinya merupakan cetak biru untuk penindasan terhadap penduduk asli di seluruh dunia, dengan sokongan dari Amerika Serikat sebagai model colonizer. Ulasan singkat saya tidak menggambarkan buku ini dengan adil. Ini adalah salah satu buku terpenting tentang Israel yang dapat Anda baca saat ini.”

Saat ini karakter “evil” zionis Israel terkuliti satu demi satu, meski selama ini diwrap rapat-rapat oleh media mainstream dan raksasa teknologi seperti Meta dan Google. Karakter rasisme yang memandang etnis lain layaknya binatang, kebohongan berulang yang menggelikan, kekejaman yang mengerikan atas pengeboman pemukiman, pembunuhan anak dan wanita, penyerangan rumah sakit dan sekolah, pembunuhan tenaga medis, jurnalis, dan aktivis kemanusiaan, penutupan akses makanan, air, obat-obatan, listik dan saluran internet, rencana penenggalaman Gaza, serta fitnah tak mendasar atas pejuang Palestina yang menerobos iron domenya pada 7 Oktober sebagai pemerkosa dan pembunuh bayi.

Pada kenyataannya lembaga internasional independen telah berupaya menginvestigasi kasus pelecehan tersebut, namun pemerintah Israel justru mengahalangi akses atas investigasi mendalam. Isu pemenggalan bayi yang diumumkan oleh presiden AS, juga dianulir di kemudian hari sementara fitnah terhadap para pejuang telah menyebar mendunia dan terus dijadikan justifikasi oleh Israel dan bull dognya atas pengeboman biadab yang kini telah memasuki bulan ketiga.

Bermunculan pula testimoni dari sandera dan survivor 7 Oktober, mengenai banyaknya korban yang jatuh akibat apache Israel. Seorang sandera yang berbicara dalam forum bersama pemerintah israel dalam upaya mereka membebaskan sandera yang tersisa, menyebutkan kekhawatiran mereka dibunuh oleh IDF sendiri ketimbang HAMAS dalam perjalanan mereka menuju tempat persembunyian HAMAS.

Memasuki bulan ketiga makin nyata bahwa perangkat teknologi perang, AI dan personal militer israel hanya “canggih” dalam membunuh anak dan wanita. Sejauh ini tak satupun riilis video mereka yang menunjukkan teknologi mereka yang presisi dalam menargetkan kombatan, sebagaimana bisa dilihat dalam video yang dirilis HAMAS, yang selalu menunjukkan target sasaran IDF yang jelas dengan tanda merah yang mereka bubuhkan.

Kecanggihan teknologi tidak memampukan mereka untuk membuka pintu ruang bawah tanah rumah sakit yang mereka curigai sebagai command center HAMAS atau setidaknya menerjemahkan kalender di rumah sakit. Apalagi untuk membedakan mana warga Israel, mana pejuang saat menembaki dari atas apache, yang telah mereka sebutkan menyebabkan kematian ratusan warga Israel sendiri pada 7 Oktober.

Belum lagi personal militernya, yang tidak mampu mengenali kawannya, hingga peluru mereka terbuang sia-sia dengan menembaki kawan sendiri, atau menembaki speaker yang dipasang pejuang sebagai perangkap untuk memporandakan psikis IDF. Nasib tank Merkavanya pun demikian.

Tank ini dibangga-banggakan sebagai tank terbaik di dunia, ternyata diluluhlantakkan oleh drone atau peledak hand-made pejuang Palestina. Tentu Israel enggan merilis berapa banyak tentaranya yang tewas dan merkavanya yang meledak.

Sedang sumber dari HAMAS menyebutkan ribuan tentara IDF telah tewas atau terluka. Ancaman Netanyahu bagi mereka yang enggan perang akan dipenjarakan, menunjukkan lemahnya psikologis mereka.

Telah banyak yang memprotes agresi militer Israel dan mempertanyakan berapa jumlah penduduk Gaza yang terus mereka bombardir demi menumpas HAMAS. Entah ada apa dengan ras “unggul” ini, yang dari pemikiran dan tangannya lahirlah bom atom Hiroshima dan Nagasaki.

Anda yang pernah menonton film Oppenheimer pastilah tahu liku perjuangan Oppie dalam mengumpulkan sejawat semitnya dalam projek Manhattan. Kini bom 1.000 ton berkali lipat dari bom Hiroshima dijatuhkan ke Gaza.

Namun, tak akan ini menyerabut semangat juang mereka dalam mempertahankan tanah air dan harkat kemanusiaan. Ketika tak ada yang berani melawan kedigdayaan teknologi, kekuatan lobi politik dan kelimpahan ekonomi Israel dan kroninya.

Rakyat Palestina di Gaza menunjukkan ke dunia kekuatan jiwa dan tekad mereka dalam memperjuangkan nilai keadilan dan kemanusiaan mewakili seluruh masyarakat tertindas oleh hegemoni kekuasaan yang mengabuse demokrasi demi hasrat materialistiknya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image