Konsep Transaksi Sewa Menyewa (ijarah) dalam Perspektif Ekonomi islam
Agama | 2023-12-08 09:24:24Transaksi sewa menyewa dalam ekonomi islam harus bisa di perhatikan dengan baik agar tidak ada unsur haram di dalamnya atau melanggar syariat islam,Ijarah dianggap sebagai solusi yang sesuai dengan hukum Islam karena tidak melibatkan pembayaran tambahan berupa keuntungan atau riba. Selain itu, transaksi ijarah dapat digunakan dalam berbagai konteks, termasuk pembiayaan perumahan, alat-alat produktif, atau kendaraan.Namun, penting untuk mencatat bahwa implementasi transaksi ijarah harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, kesepakatan bersama, dan integritas agar sesuai dengan nilai-nilai ekonomi Islam secara menyeluruh.
Bagaimana transaksi ijarah dalam prespektif islam ?
Transaksi ijarah dalam perspektif Islam merupakan suatu bentuk perjanjian sewa-menyewa yang mematuhi prinsip-prinsip syariah. Latar belakangnya adalah untuk menghindari riba (bunga) dan memastikan keadilan dalam pembagian risiko antara penyewa dan penyedia jasa. Ijarah melibatkan pemindahan manfaat atas barang atau jasa dengan pembayaran sewa yang telah disepakati, tanpa adanya unsur kepemilikan yang berubah atau perpindahan kepemilikan barang tersebut selama periode sewa. Ini sesuai dengan prinsip syariah yang melarang riba dan mempromosikan keadilan ekonomi.
Agar lebih memahami tentang transaksi ijarah berikut adalah pengertian,jenis-jenis,contoh serta rukun dan syarat ijarah.
1. Definisi ijarah
Menurut etimologi kata ijarah berasal dari kata “al- ajru”yang berarti “al-iwadu” (ganti) dan oleh sebab itu “ath-thawab”atau (pahala) dinamakan ajru (upah).
Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan para ulama fiqh. Menurut ulama Syafi‟iyah, ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.Menurut Hanafiyah bahwa ijarah adalah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang di ketahui dan di sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.Sedangkan ulama Malikiyah dan Hanabilah, ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam.
Adapun pengertian istilah, terdapat perbedaan dikalangan ulama yaitu:
1. Menurut Hanafiah "ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta."
2. Menurut Malikiyah "ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat".
3. Menurut Syafi'iyah "definisi akad ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu".
4. Menurut Hanabilah "ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah dengan kara' dan semacamnya".
Ada pula yang mendefinisikan bahwa ijarah adalah akad atas manfaat yang dibolehkan.Dan yang dimaksud dengan ji 'alah adalah akad atas suatu manfaat yang diasumsikan akan dapat diperoleh, seperti seorang yang berjanji akan memberikan ji'alah (upah) tertentu kepada siapa saja yang dapat menemukan kembali barang atau binatangnya yang hilang, atau mendirikan dinding untuknya, atau mengobati orang yang sakit hingga sembuh.
Idris Ahmad dalam bukunya yang berjudul Fiqih Syafi'i berpendapat ijarah berarti upah mengupah, Bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu.Sedangkan M. Hasbi Ash Shiddieqy mengartikan ijarah ialah penukaran. manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.
2. Jenis-jenis ijarah
a. Akad Ijarah Thumma Al-Bai (AITAB)
Pada Ijarah thumma al bai’, penyewa akan menyewa suatu barang dan bertujuan untuk membeli barang tersebut. Sehingga di akhir masa sewa, barang tersebut menjadi hak miliknya.
b. Akad Ijarah Muntahia Bittamleek (IMBT)
Akad Ijarah ini terjadi dimana suatu perjanjian atau wa’ad pemindahan hak milik atas suatu benda yang disewakan pada suatu waktu tertentu. Pengalihan kepemilikan dapat dilakukan setelah transaksi pembayaran atas objek Ijarah telah selesai.
Pengalihan kepemilikan kemudian bisa dilakukan dengan menandatangani akad baru yang terpisah dari skema akad Ijarah sebelumnya. Pembayaran pengalihan kepemilikan bisa dilakukan dengan hibah, penjualan, atau pembayaran angsuran.
c. Akad Ijarah Wadiah (AIW)
Perjanjian penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu. Akad wadiah memiliki dua jenis, yaitu Wadiah Yad adh-Dhamanah dan Wadiah Yad al-Amanah.Akad wadiah Yad adh-Dhamanah mengacu pada penerima titipan yang dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya, dengan jaminan pengembalian utuh, saat si pemilik menghendakinya. Lain halnya dengan Wadiah Yad al-Amanah, si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan barang titipan, selama hal ini bukan kelalaian atau kecerobohan penerima titipan.
3. Contoh transaksi ijarah
Salah satu contoh transaksi ijarah dalam ekonomi Islam adalah Ijarah Muntahiyah bi Tamlik. Dalam transaksi ini, pihak penyewa menyewa suatu aset atau properti dari pihak pemilik, dan setelah berakhirnya masa sewa, aset tersebut dapat diakuisisi oleh penyewa.Sebagai contoh, seseorang dapat menyewa sebuah rumah dengan perjanjian ijarah muntahiyah bi tamlik. Selama masa sewa, penyewa membayar sejumlah uang sewa kepada pemilik rumah. Setelah berakhirnya masa sewa, penyewa memiliki opsi untuk membeli rumah tersebut dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya.
Transaksi ijarah seperti ini memungkinkan pemilik aset untuk mendapatkan pendapatan dari sewa tanpa melibatkan bunga atau riba. Selain itu, penyewa memiliki kesempatan untuk memiliki aset setelah masa sewa berakhir, memberikan elemen kepemilikan yang dapat diakui secara syariah.
4. Rukun dan syarat ijarah
a. Rukun ijarah
Seperti yang dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, berikut adalah rukun ijarah:
· Ada pernyataan ijab qabul (shigat) atau pernyataan sewa dari kedua pihak
· Ada pihak yang melakukan akad, terdiri dari pemberi sewa (pemilik aset) dan penyewa (pengguna aset)
· Manfaat dari aset yang disewakan dalam ijarah harus dijamin oleh pihak yang menyewakan, lalu pihak penyewa wajib menggantinya dengan pemberian upah (ujrah)
b. Syarat ijarah
Terdapat beberapa syarat ijarah yang harus di penuhi yaitu sebagai berikut:
· Baligh, berakal cerdas, memiliki kecakapan untuk melakukan tasharruf atau mengendalikan harta. Tidak sah akad ijarah dilakukan apa bila pihak penyewa adalah anak di bawah umur dan mengalami gangguan jiwa
· Pihak yang berakad memiliki kekuasaan untuk melaksanakan akad, di mana penyewa memiliki kemampuan membayar sewa dan pihak yang menyewakan berhak menyewakan objek sewa
· Adanya saling rela. Tidak sah akad sewa yang dipaksakan
· Kedua belah pihak mengetahui manfaat barang yang disewa dan untuk apa disewakan
· Imbalan sewa atau upah harus jelas, tertentu, dan bernilai. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah
5. Syarat dan Ketentuan Akad Ijarah dalam Ekonomi Islam
a. Tanggung Jawab atas Perbaikan dan Pemeliharaan
Tanggung jawab akad ijarah disesuaikan dengan jenis dari akad itu sendiri. Hal ini mencakup penerapan seluruh biaya yang keluar, maupun tanggung jawab atas perbaikan dan pemeliharaan yang sebelumnya telah disepakati oleh peminjam maupun penyewa.
b. Durasi dan Waktu Sewa
Waktu sewa ditentukan oleh kesepakatan antara peminjam dan penyewa. Namun, transaksi ijarah akan berakhir bila adanya cacat atau kerusakan pada barang sewa, meninggalnya salah satu pihak dan tujuan transaksi telah tercapai.
c. Pembayaran Sewa atau Ijarah
Pemberian imbalan atau upah dalam transaksi Ijarah harus berwujud sesuatu yang dapat memberikan keuntungan bagi pihak penyewa.
d. Barang atau Jasa yang Disewakan
Objek yang disewakan harus berwujud sama sesuai dengan realitas dan tidak dilebih-lebihkan, sehingga meminimalisir unsur penipuan.
e. Persetujuan dan Kesepakatan Para Pihak
Pihak penyelenggara akad, baik penyewa maupun yang menyewakan tidak atas keterpaksaan. Kemudian, orang yang tidak sah melakukan akad ijarah adalah orang yang belum dewasa atau dalam keadaan tidak sadar.
referensi :
Nur Dinah Fauziah, “Implementasi Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik Di Perbankan Syariah,” AL-‘ADALAH:
Jurnal Syariah Dan Hukum Islam1, no. 3 (2016): 74, https://doi.org/10.31538/adlh.v1i3.434
Ahmad Khoirin Andi, “Ijarah Muntahiya Bittamlik Sebagai Solusi Ekonomi Kerakyatan,” ACTIVA: Jurnal
Ekonomi Syariah 2, no. 2 (2019): 23, https://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/activa/article/view/489.
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/peraturan/detail/11eaecef7c444a00840e313433393531.html
Saleh Fauzan, Fikih Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani, 2005), cet. ke- 1, h. 482.
Sulaiman al-Faifi, Mukhtashar Fiqih Sunnah Sayyid Sabig, (Solo: PT. Aqwan Media. Profetika, 2010), cet. ke-1, h. 368
Idris AhmadFigh al-Syafi'iyah(Jakarta: Karya Indah1986)cet. ke-1, h. 139.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.