Problem Pendirian Rumah Ibadah di Cilegon
Agama | 2023-12-07 06:10:14Problem pendirian rumah ibadah di cilegon dan moderasi agama
Ainul Fuad Fitriansyah
Abstrak
Rumah ibadah adalah suatu hal yang mendasar dan peenting bagi umat beragama. Maka kehadiranya dangat diperlukan sebgaai sarana bersosialisasi antara umat seagama dalam rangka mendekatkan diri kepada tuhan. Negara Indonesia sudah melindungi dan menjamin kebebasan warna negaranya dalam beragama dan melakukan akrivitas keagamaan. Kendati demikian, di beberapa kota besar seperti Cilegon dalah satunya masih susah ditemukan toleransi. Kebijakan walikota yang menukung warga atas nama “komite penyelamat kearifsn local cilegon” dalam penolakanya terhadap Pembangunan geraja menyalahi konstitusi yang dsudah di susun dalam undang undang. Segharusnya kepala daerah bisa mengayomi masyarakatnya dengan menyeluruh bukan hanya mendengar apa kata mayoritas, sehingga bisa tercipta suasana toleransi yang damai antara umat beragama.
Kota cilegon meurpakn salah satu kota industry yang berada di wilayah banten. Kota in terkenal dengan sebutan kota baja. Bukan sedikit, kota cilegon bisa menghasilkan sekitar enam juta ton baja setiap tahunnya. Dengan hal itu juga menjadikanya sebagai pusat industry manufaktur baja terbesar di Indonesia bahkan di asia Tenggara. Menurut dinas pariwisata provinsi banten, nama ‘cilegon’ berasal paduan kata ‘ci’ atau ‘cai’ yang dalam Bahasa sunda memiliki arti ‘air’ dan ‘ legon’ atau ‘melegon’ yang berarti ‘ lenkungan’. Sehingga kata cilegondiambil dari istilah kubangan air atau rawa yang mencerminkan kondisi wilayah kota itu dahulu.
Cilegon dahulu adlaha perkampungan kecil yang berada dibawah kekuasaan kesultanan banten. Barulah pada masa kejayaanya kesultanan bante n melakukan perluasan wilayah sampai ke serang dan membuka jalur peerlintasan yang menghubungkan antara jawa dan sumatera. Berjarak sekitar 15 kilometer dari kesultnan banten membuat kota cilegon menjadi pusat penyebaran agama islam di provinsi banten. Bahkan sampai saaat ini budaya islam masih kental di daerah cilegon.
Salah satuikon dari kota ini adalah ditandai dengan masih berdirinya al khairiyah, sebuah perguruan islam peninggalan pahlawan nasional brigadier jenderal KH syamun, seoran tokoh agama berpengaruh pada zamannya. Memasuki tahun 1962, sebuah nfrastruktur manufaktur baja pertama Bernama pabrik baja trikora didirikan di cilegon. Hal ini lah yang memulai problem pembuatan rumah ibadah di cilegon.
Kedepanya pabrik ini berubah nama menjadi PT. Krakatau steel yang dalam pembangunannya konon katanya ada kesepakatan antara warga dan pengembang perihal larangan mendirikan rumah ibadah (untuk agama selain islam). Data resmi dari negara tahun 2019 mencatat setidaknya ada 382 masjid dan 287 mushala di cilegon, tanpa satupun gereja, pura, maupun vijhara tercatat. Padahal jumlah pemeluk agama non-muslim di tahun ini cukup banyak : 6.740 orang pemeluk agama Kristen, 1.743 orang pemeluk gama katholik, 215 orang warga hindu, 215 orang warga budha, dan 7 warga konghucu. Dan semuanyab itu tentu membutuhkan tempat ibadah.
Kebebeasan beribadah sudah diatur dalam UUD tahun 1945 bahwa seluruh warga negara bebas dalam memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinan masing masing. Untuk menjamin hal ini pemrintah juga merumuskan berbagai aturan. Salah satunya adalah peraturan Bersama Menteri agama dan Menteri dalam negeri nomor 9 dan 8 tahun 2006 tentang pedooman pelaksanaan tugas kepala daerah / wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadah. Peraturan in juga dikenal dengan SKB 2 menteri tentang rumah ibadah. Dalam aturan ini pendirian rumah ibadah harus didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh- sungguh berdasarkan pada komposisi jumlah penduduk. Pendirian juga harus memenuhi syarat administratif dan persyaratab teknis bangunan Gedung.
Sbeliknya, bukanya membantu untuk pendirian gereja tersebut, walikota cilegon justru mendukung massa tentang penolakan pembangungan gereja di cilegon. Sejumlah orang yang menamai diri mereka “komite penyelamat kearifan local kota cilegon “ menolak Pembangunan rumah ibadah gereja HKBP Maranatha di lingkungan cikuasa, kelurahan geram, kecamatan grogol, kota cilegon, banten. Awalnya aksi ini berm ula dengan anarkis yaitu dengan melakukan pengerusakan di area calon Pembangunan gereja HKBP maranatha.
Selang berjalanya waktu aksi penolakan ini mulai memperkuat dengan meminta dukungan dengan mendatangi DPRD cilegon dan bertemu wali kota cilegon helldy agustian. Aksi tersebut dilakukan berlandaskan surat Keputusan (SK) Bupati sebagai kepala daerah Tingkat II serang Nomor 189/Huk/SK/1975 tertanggal 20 Maret 1975 tentang penutupan gereja atau tempat jamaah bagi agama Kristen dalam daerah kabupate serang. Kemudian Masyarakat malah meminta wali kota cilegon agar segera membuat peraturan wali kota atau surat Keputusan wali kota memerintahkan kepala kantor pertanahan untuk mencabut dan membatalkan surat sertifikasi hak guna bangunan (SHGB).
Sebuah aksi penolakan secara serentak yang melibatkan institusi pemerintahan ini merupakan dampak dari kurangnya toleransi dalam Masyarakat cilegon. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa kota cilegon merupakan kota dengan indeks toleransi paling rendah pertama disusul depok. Direktur eksekutif institute Halili hasan menyebutkan, baik di cilegon maupun di depok tidak tampak kepemimpinan toleransi, terutama pada sikap kepemimpinan politik dan kepemimpinan birokratik, hal itulah yang yang membuat cilegon dan depok menjadi kota dengan nilai toleransi rendah. ,
Toleransi yang rendah ini terjadi karena sangat homogenya Masyarakat di cilegon. Masyarakat cilegon mayoritas adalah pemeluk agama islam dengan presentase 97 %, disusul katholik 0,77 %, protestan 0,84 %, hindu 0,26 %, dan budha 0,16%. Kehadiran umat islam yang mendominasi cilegon ini seharusnya bisa menjadi motor toleransi antara umat beragama. Tapi karena dorongan beberapa pihak dan ormas, dan di dasari oleh warisan dari leluhur bahwa cilegon adalah kota penyebar islam dpada masa kesultanan banten membuat warga berstigma bahwa kota in hanya diperuntukkan bagi orang islam saja.
Pihak gereja dan panitia Pembangunan rumah ibadah HKBP maranatha cilegon, marnala napitulu mengatakan, tahapan perizinan Pembangunan rumah ibadah telah ditembpuh untuk mengantongi izin sesuai aturan. Ungkapnya, sebanyak 112 orang yang sudah divalidasi dari total jemaat 3903 jiwa atau 856 KK di cilegon. Mereka juga telah mengantongi pernyataan dukungan dari warga yang berada di kelurahan Gerem atau sekitar lokasi rencana Pembangunan gereja.
Hal ini menjelaskan bahwa permasalahan Pembangunan geraja in bukan pada persetujuan masyarakatnya. Tetapi pada institusi pemerintahan yang tidak bisa mengayomi dan menjadi wadah bagi warga kotanya tanpa melihat agama nya. Kurangnya pemahaman terhadap worldview toleransi beragama inilah yang menyebabkan sulitnya pemerintah dalam memberikan izin. Sudah seharusnya para pejabat pemerintahan apalagi setingkat walikota melakukan kebijakan atas ini. Negara kita adalah memang negara demokrasi tapi bukan berarti saaat ada Keputusan dari rakyat mayoritas pemerintah langsung meng aminkannya tanpa melihat dampak yang akan terjadi.
Hingga saat in gereja HKBP maranatha belom mendapat kepastian tentang izin pendirian rumah ibadahnya. Sementara belum punya rumah ibadah, umat Kristen dan protestan harus melaksanakan ibadahnya di kota serang. Kami berharap hal ini segera di tindak lanjuti dengan sebijak bijaknya. Agar bisa mewujudkan negara Pancasila, yang berketuhanan dan ber toleransi atara umat beragama.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.