Menjaga Keberagaman di Era Digital: Tantangan Integrasi Sosial di Tengah Arus Teknologi
Agama | 2025-10-06 01:09:33Menjaga Keberagaman di Era Digital: Tantangan Integrasi Sosial di Tengah Arus Teknologi
Purwoko Aji Cahyono Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta
Indonesia adalah negeri yang dibangun di atas keberagaman. Dari ujung barat hingga timur, setiap daerah punya budaya, bahasa, dan keyakinannya sendiri. Kita tumbuh dalam suasana yang penuh warna, diikat oleh semangat Bhinneka Tunggal Ika. Namun, di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, menjaga keberagaman itu kini menghadapi tantangan baru.
Dulu, perbedaan sering terasa di dunia nyata. Sekarang, perbedaan itu juga muncul di dunia maya. Media sosial yang seharusnya jadi ruang untuk saling mengenal, justru sering menjadi tempat orang berdebat dan saling menjatuhkan. Hoaks, ujaran kebencian, dan isu SARA beredar cepat tanpa batas ruang dan waktu. Kadang kita lupa, bahwa di balik layar yang berbeda, ada manusia lain yang juga sedang berjuang seperti kita.
Materi Pendidikan Kewarganegaraan tentang Dinamika dan Tantangan Keanekaragaman Masyarakat Indonesia mengajarkan bahwa keberagaman bukan sesuatu yang harus dihapuskan, tapi dikelola dengan bijak. Nilai-nilai seperti toleransi, empati, dan saling menghargai perlu terus dijaga, bahkan di dunia digital. Tantangannya sekarang adalah bagaimana kita bisa tetap solid di tengah derasnya arus informasi yang kerap memecah belah.
Sebagai mahasiswa di bidang teknologi, saya sering merenung. Dunia IT ternyata punya banyak kesamaan dengan kehidupan sosial kita. Dalam pengembangan perangkat lunak, misalnya, berbagai komponen yang berbeda harus bekerja bersama agar sistem bisa berjalan lancar. Kalau ada satu bagian yang tidak mau berkomunikasi, program bisa error. Begitu juga dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia. Kita tidak harus sama, tapi kita perlu bisa bekerja sama.
Teknologi juga seharusnya menjadi jembatan yang menghubungkan perbedaan, bukan tembok yang memisahkan. Internet membuka peluang besar untuk berkolaborasi lintas daerah, bahkan lintas budaya. Namun, semua itu akan sia-sia jika kita tidak memiliki kecerdasan digital. Literasi media, etika bermedia sosial, dan kemampuan berpikir kritis menjadi hal yang wajib dimiliki agar kita tidak mudah terseret arus provokasi.
Generasi muda Indonesia, terutama mahasiswa, punya peran besar dalam hal ini. Kita lahir di zaman digital, jadi sudah sepantasnya kita menjadi pelopor dalam menggunakan teknologi secara bijak. Setiap karya digital yang kita buat, baik itu aplikasi, video, maupun tulisan, seharusnya membawa semangat persatuan dan nilai-nilai kebangsaan di dalamnya.
Menjadi warga digital bukan hanya soal bisa menggunakan teknologi, tetapi juga soal bagaimana kita menanamkan nilai kemanusiaan di dunia maya. Kita perlu belajar untuk tidak hanya melek teknologi, tetapi juga melek kebangsaan. Dunia digital adalah cermin dari dunia nyata, dan perilaku kita di dalamnya mencerminkan siapa kita sebenarnya.
Kalau dulu gotong royong diwujudkan lewat kerja bersama di kampung, kini semangat itu bisa hidup dalam bentuk lain. Misalnya dengan membantu teman belajar daring, membuat aplikasi yang berguna untuk masyarakat, atau menyebarkan konten positif di media sosial. Hal-hal kecil seperti itu adalah bentuk baru dari persatuan di era digital.
Keberagaman Indonesia adalah kekayaan yang tidak ternilai. Teknologi hanyalah alat. Semua kembali pada manusia yang menggunakannya. Apakah kita akan menjadikannya sarana untuk saling memahami, atau justru membiarkan perbedaan menjadi alasan untuk saling menjauh?
Sebagai generasi muda, tugas kita bukan hanya berinovasi dalam bidang teknologi, tetapi juga menjaga nilai kemanusiaan agar tidak hilang di balik layar. Dunia digital yang inklusif dan berkeadaban hanya bisa terwujud jika kita semua mau menjadi bagian dari solusi. Karena pada akhirnya, keberagaman bukan untuk diperdebatkan, tetapi untuk dirayakan bersama.
Purwoko Aji Cahyono Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
