Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nani Marjati

Respon Internasional terhadap Kemerdekaan RI

Sejarah | Sunday, 03 Dec 2023, 16:00 WIB

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, negara negara di dunia memberikan respon terhadap kemerdekaan Indonesia. Meskipun banyak negara yang masih ragu-ragu atau bahkan menolak untuk mengakui kemerdekaan Indonesia, ada juga beberapa negara yang memberikan respon positif dan mendukung perjuangan Indonesia. Berikut ini adalah beberapa contoh negara yang memberikan respon positif terhadap kemerdekaan Indonesia:

Gambar diakses dari https://images.app.goo.gl/uDrcWPhGTSmKbkaD8

PALESTINA

Dukungan Palestina terhadap kedaulatan Indonesia telah disampaikan sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Palestina telah mengakui kedaulatan Indonesia tepatnya pada tahun 1944. Sejak pengakuan kedaulatan itu, hubungan Indonesia dan Palestina menjadi semakin erat dan saling memberi dukungan dalam berbagai sisi.

Dikutip dari buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” karya M. Zein Hassan (1980), Palestina telah mengakui kedaulatan Indonesia pada tahun 1944. Pada saat itu, mufti besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al Husaini dan seorang saudagar kaya Palestina, Muhammad Ali Tahir menyiarkan dukungan rakyat Palestina untuk kemerdekaan Indonesia melalui siaran radio dan media berbahasa Arab tepatnya pada 6 September 1944.

“Berita tersebut dua hari berturut-turut kami sebar luaskan, bahkan harian ‘Al Ahram’ yang terkenal telitinya juga menyiarkan,” ujar Zein Hassan dalam bukunya.

Dukungan kedua tokoh ini tak berhenti sampai di situ. Mereka aktif melobi negara-negara di kawasan Timur Tengah yang berdaulat di Liga Arab untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya itu, salah seorang saudagar kaya raya Palestina, Ali Taher rela mengeluarkan kekayaannya untuk kemerdekaan.

Gambar diakses dari https://images.app.goo.gl/5Q5qe1PhcQ7yVpGZA

“Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia,” Ali Taher kepada Zein Hassan pada awal dimulainya Agresi Militer II Belanda di Indonesia, tepatnya pada Desember 1948.

Setelah negara Palestina mengakui kedaulatan Indonesia pada 1944, Indonesia terus mendukung Palestina hingga kini. Tepatnya pada 19 Oktober 1989 dibangun Kantor Kedutaan Besar Palestina di Jakarta. Pembangunan Kedubes dilakukan usai ditandatangani Komunike Bersama Pembukaan Hubungan Diplomatik Indonesia-Palestina antara Menlu RI Ali Alatas dan Menlu Palestina Farouq Kaddoumi di Jakarta. Farouq menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada Presiden Soeharto pada 23 April 1990.

Bahkan dukungan terus mengalir saat konflik Israel-Hamas pecah. Aksi nyata dukungan Indonesia terlihat ketika Presiden RI Joko Widodo di Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Sabtu (4/11/2023) melepas bantuan kemanusiaan tahap pertama dan bantuan tersebut tiba di Mesir pada Senin (6/11/2023). Bantuan 51,5 ton tersebut merupakan gabungan dari bantuan pemerintah dan dunia usaha serta masyarakat Indonesia. Pemerintah Indonesia kembali mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk Gaza, Palestina. Pelepasan bantuan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo di Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Senin (20/11).

Gambar diakses dari https://images.app.goo.gl/tHsuDyYZH3rVtBon9

“Alhamdulillah kembali lagi pada hari ini, kita akan mengirimkan bantuan untuk saudara-saudara kita di Gaza sebanyak 2 pesawat dan mengangkut sebesar 21 ton, berupa obat-obatan, perlengkapan rumah sakit dan barang keperluan lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Gaza,” kata Presiden Joko Widodo.

MESIR

Dalam sejarah, Mesir memang jadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada 22 Maret 1946. Namun pengakuan ini tak lepas dari peran para tokoh Palestina dan Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, yang diketuai oleh Mohamed Zein Hassan.

Gambar diakses dari https://images.app.goo.gl/CpYb91L4tbUjEDZ37

Pengakuan Mesir atas Indonesia diberikan pada 22 Maret 1946, atas dorongan Ikhwanul Muslimin (IM), organisasi Islam pimpinan Hassan Al-Banna. IM gencar menunjukkan dukungannya untuk Indonesia, bahkan mendorong mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Mesir untuk menulis tentang kemerdekaan tanah airnya. Dukungan IM menjadi bola salju yang terus menggelinding, memicu dukungan lebih besar dari lingkup masyarakat Mesir, dan akhirnya pemerintah Mesir.

Liga Arab juga berperan penting dalam menyokong kemerdekaan Indonesia. Isi keputusan Dewan Liga Arab pada 18 November 1946 mengimbau negara-negara anggotanya untuk mengakui kedaulatan negara Indonesia. Dukungan itu didasarkan pada ikatan persaudaraan, keagamaan, dan kekeluargaan. Dukungan yang diberikan Liga Arab kepada Indonesia lantas menjadi sorotan dunia. Persahabatan antarnegara ini dipandang sebagai kebangkitan nasionalisme-Islam di Asia dan dunia Arab.

Pada 9 Juni 1947, Mesir mengadakan pengakuan atas kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia yang dihadiri Ketua Delegasi RI, H Agus Salim, Mufti Palestina Syaikh Muhammad Amin Al Husaini, Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Faisal.

INDIA

India menyusul Mesir dalam mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto. Pengakuan atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia oleh India ini, disampaikan secara resmi pada 2 September 1946, oleh Perdana Menteri India saat itu, Jawaharlal Nehru.

SURIAH

Suriah menjadi salah satu dari 9 negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia. Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Suriah secara resmi diutarakan pada 2 Juli 1947.

Selain mengakui kedaulatan Indonesia, Suriah juga merupakan negara anggota Liga Arab yang turut memperjuangkan persoalan agresi militer Belanda ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1947.

IRAK

Dukungan kancah internasional terus berlanjut, seperti yang dilakukan oleh Irak. Irak mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada 16 Juli 1947. Indonesia dan Irak kemudian menjalin hubungan diplomatik sejak 1950. Hingga kini, telah ada sekitar 15 perjanjian yang diresmikan antara Indonesia dan Irak.

VATIKAN

Dukungan atas kemerdekaan Indonesia datang bukan hanya dari dunia Arab, tetapi datang juga dari Takhta Suci Vatikan, pusat peradaban agama Katolik dunia. Dukungan atas kemerdekaan Indonesia ini memperkuat magnet Indonesia untuk menjadi salah satu negara yang diakui penuh di kancah internasional.

Takhta Suci Vatikan merupakan salah satu negara Eropa pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, ditandai dengan pembukaan misi diplomatik Vatikan di Jakarta pada tahun 1947 di tingkat Apostolic Delegate - misi diplomatik setara dengan Kedutaan Besar namun tanpa konsulat dan tanpa kewenangan mengeluarkan visa.

Dukungan berlanjut dengan hubungan diplomatik resmi antara Indonesia dan Vatikan terjadi sejak 25 Mei 1950, dan terus berkembang dan terjalin dengan baik.

Gambar diakses dari https://images.app.goo.gl/fnirh3RxyUM4FPnF7

Terlepas dari perbedaan latar belakang agama mayoritas penduduk kedua negara, Indonesia dan Vatikan berdiri di atas landasan dan falsafah bernegara yang sama, yakni anti ateisme dan mendukung perdamaian dunia, kerukunan antar umat beragama, serta kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh umat manusia.

Vatikan juga mengakui kontribusi besar Indonesia dalam upaya menciptakan perdamaian dunia melalui berbagai forum internasional. Vatikan ikut berupaya memelihara kerukunan kehidupan beragama di Indonesia, terutama terkait perkembangan dan kehidupan umat Katolik di Indonesia. Takhta Suci Vatikan memandang, prinsip Indonesia yang menjunjung tinggi kebebasan beragama merupakan landasan dasar yang positif bagi kehidupan beragama dan bernegara.

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Vatikan terus terjalin. Presiden Sukarno 4 kali mengunjungi Vatikan. Kemudian pada 1970, Paus Paulus VI melawat ke Indonesia, dan tahun 1989 giliran Paus Yohanes Paulus II yang datang ke Indonesia.

Tahun 2000, Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga menyambangi Vatikan. Disusul oleh, Presiden Megawati, yang melawat ke Vatikan dua tahun kemudian, tepatnya pada 2002.

Selanjutnya tahun 2009, Vatikan mengirim Kardinal Jean-Louis Tauran, Presiden Pontifical Council of Interreligious Dialogue Vatikan yang setingkat menteri, berkunjung ke Indonesia. Dialog antaragama pun digelar di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta. Kardinal Tauran juga sempat bertemu dengan Sultan Hamengkubowono X.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image