Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nisa Ainur

Bullying: Faktor Utama dari banyaknya Siswa Berhenti Sekolah?

Eduaksi | 2023-12-02 10:38:24
Illustrasi bullying dokumen pribadi

Tindak kekerasan merupakan perbuatan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari lingkungan sosial, keluarga, hingga lingkungan sekolah (pendidikan). Insiden-insiden intimidasi ini merupakan insiden yang terkenal dan telah menjadi masalah yang komprehensif (mendunia). Banyak orang tua siswa yang beranggapan atau meyakini bahwa kejadian bullying tersebut hanya terjadi di SMP-SMA. Namun kenyataannya kasus ini bisa terjadi di SD pada usia 6 hingga 12 tahun.

Berdasarkan data KPAI, telah banyak menerima sejumlah laporan mengenai kejadian kekerasan terhadap anak. Terdapat 2.355 kejadian kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan, pada tahun 2023.

“Anak sebagai korban bullying/perundungan 87 kasus, anak korban pemenuhan fasilitas pendidikan 27 kasus, anak korban kebijakan pendidikan 24 kasus, anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, 236 kasus, anak korban kekerasan seksual 487 kasus, serta masih banyak kasus lainnya yang tidak teradukan ke KPAI,” ujar Aris dalam konferensi pers di kantor KPAI.

Di tahun 2023 ini jumlah kasus bullying semakin meningkat di setiap bulannya. Beberapa dari kasus bullying berasal dari kalangan SD. Kasus terakhir yakni ditemukan seorang siswa SD mengalami pembengkakan otak usai dipukul temannya. Kronologi kasus tersebut pelaku menghampiri korban dan menuduh korban menonton YouTube.

Beberapa bulan yang lalu terjadi kasus bullying, seorang siswa SD di Bandung sering dibully karena faktor ekonomi tidak mendukung yang mengharuskan anak tersebut setiap pulang sekolah jualan coet dan ikan cupang. Tak hanya faktor ekonomi, siswa tersebut juga mendapat kontak verbal langsung dengan kata-kata yang kurang baik.

Dan terdapat juga kasus siswa SD di Banyuwangi dikabarkan meninggal dunia setelah nekat gantung diri karena tidak tahan dibully teman-temannya tidak punya ayah. Terkait hal tersebut, psikolog klinis Annisa Mega Radyani, M.Psi dari OhanaSpace menjelaskan aksi bullying atau perundungan bisa memberikan dampak yang sangat besar.

Mengapa insiden intimidasi bisa terjadi? Lalu mengapa hal tersebut lebih mendominasi kalangan SD? Apa saja faktor dan bukti yang mendukung mengapa penindasan begitu lazim.

Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pelaku bullying antara lain:

1) Faktor Individu

Faktor individu meliputi kepribadian dan karakteristik emosional dari pelaku bullying, seperti : Kurangnya empati, rendah diri, cenderung agresif, dan ketidakmampuan mengekspresikan emosi secara sehat.

  • Kurangnya empati

Para pelaku intimidasi seringkali kurang memiliki empati dan kesadaran terhadap perasaan orang lain. Mereka cenderung tidak peduli dengan dampak psikologis yang terjadi pada korban bullying.

  • Rendah diri

Menurut beberapa penelitian, pelaku intimidasi sering kali memiliki harga diri yang rendah dan kurang percaya diri

Mereka mempunyai masalah dalam interaksi sosial dan mungkin menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk mendapatkan kekuasaan atau merasa lebih baik.

  • Perilaku agresif

Para penindas sering kali bertindak agresif dan cenderung menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk mendapatkan kekuasaan dan kendali

Mereka mungkin juga kurang mampu mengekspresikan emosinya dengan cara yang sehat

  • Perasaan tidak aman

Beberapa pelaku bullying mungkin merasa tidak aman dan cenderung menggunakan kekerasan atau intimidasi untuk merasa lebih kuat. Mereka mungkin juga merasa terancam oleh korban bullying dan menggunakan perilaku tersebut untuk melindungi diri mereka sendiri.

2) Faktor keluarga

Faktor keluarga antara lain konflik keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, kegagalan mendidik anak, dan kurangnya pengawasan orang tua atau pengasuh.

Beberapa pelaku bullying mempunyai masalah keluarga seperti konflik atau kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini dapat memengaruhi cara berinteraksi dengan orang lain dan mengontrol emosi mereka.

3)Faktor lingkungan

Faktor lingkungan meliputi lingkungan sekolah, atau lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi perilaku pelaku bullying. Hal ini dapat mencakup kurangnya dukungan sosial, diskriminasi dan stereotipe, serta budaya yang menoleransi kekerasan atau intimidasi.

Bullying biasanya terjadi karena kurang ketatnya peraturan di sekolah mengenai kasus bullying. Bullying juga terjadi di sekolah karena kurangnya perhatian guru, dan banyak anak yang berperilaku kasar terhadap anak lain. Atau bisa juga karena orang tua kurang perhatian dan anak mulai mencari-cari suara untuk mendapat perhatian. Ketika seorang anak tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya, maka lingkungan mempunyai pengaruh yang besar, dan lingkungan menjadi contoh bagi anak. Oleh karena itu, peran orang tua adalah selalu mengawasi lingkungan dan area bermain anak. Apakah aman untuk pertumbuhan anak.

4) Faktor budaya

Faktor budaya meliputi norma dan nilai yang diterima masyarakat sekitar. Hal ini dapat mencakup norma-norma kekerasan yang menekankan kekuasaan dan kendali, serta budaya yang menoleransi pandangan yang merendahkan atau meremehkan kelompok tertentu.

5)Faktor teknologi

Faktor teknologi mencakup perkembangan teknologi yang memungkinkan terjadinya bentuk-bentuk perilaku intimidasi baru, seperti penggunaan media sosial. Oleh karena itu, banyak juga pelaku intimidasi yang menerima contoh dari video dan postingan yang mengarahkan mereka untuk meniru perilaku intimidasi. Atau tentang gaya hidup yang sngaja ditiru oleh anak-anak agar bisa terkenal di sekolah. Faktanya, banyak film di televisi nasional yang juga mengandung unsur bullying. Bahkan dalam hal pendidikan, anak-anak yang menonton televisi tanpa pengawasan orang tua mungkin salah menafsirkan adegan dan cerita dalam film.

Dari beberapa faktor yang telah disebutkan, pelaku bullying akan mendapat penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan bullying terhadap anak lain. Bullying semakin meningkat pesat di lingkungan sekolah dan seringkali menimbulkan feedback negatif dari siswa berupa hukuman yang tidak konstruktif, sehingga mengakibatkan kurangnya rasa menghargai dan menghormati di antara teman sekelas.

Bullying juga memberikan dampak pada korban. Korban bullying menderita nilai yang lebih rendah dan berkurangnya pergaulan dengan teman-teman lainnya. Faktanya, banyak korban bullying yang mengalami trauma hingga tidak mau lagi bersekolah atau bahkan berhenti bersekolah. Orang yang mengalami perundungan cenderung sulit pulih, namun ada pula yang mampu pulih dari kondisi tersebut.

Bullying masih dianggap sebagai masalah kecil dan dianggap remeh. Namun, mengingat dampak di atas, intimidasi mempunyai konsekuensi serius, termasuk kematian. Bullying sering terjadi di lingkungan sekolah karena berbagai alasan. Misalnya saja pada anak-anak yang kurang berprestasi, atau pada anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu. Oleh karena itu, sekolah dan lingkungan harus berbuat lebih banyak untuk mencegah perundungan dengan mengubah pola pengajaran dan perilaku di kelas.

Illustrasi dokumen pribadi

Kedepannya, orang tua dan guru lebih meningkatkan lagi pengawasan terhadap anak untuk mencegah terjadinya bullying dan menjadi korban, serta mendidik anak sejak dini bahwa bullying itu tindakan yang tidak baik karena dapat merusak kesehatan mental orang lain.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image