Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Tobatnya Para Goweser Produk Pandemi

Gaya Hidup | Friday, 01 Dec 2023, 10:32 WIB
Warga mengendarai sepeda di Kawasan Khusus Pesepeda di Jalan Thamrin-Sudirman, Jakarta, Ahad [6/9/2020] lampau. Foto: Thoudy Badai/Republika via republika.co.id.

Datangnya wabah virus corona [COVID-19] beberapa waktu lalu sempat memicu ledakan jumlah goweser di berbagai kota di negara kita.

Mengisi waktu-waktu sepanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat [PPKM], tidak sedikit warga yang memilih untuk sepedahan. Mereka yang tadinya tidak pernah bersepeda sekalipun mendadak ikut arus untuk bersepeda.

Sepanjang PPKM di era COVID-19, saban hari terlihat orang-orang bersepeda. Buntutnya, harga sepeda dan onderdil sepeda naik gila-gilaan. Toko sepeda dan bengkel bak ketiban durian runtuh.

Bahkan, beberapa toko sepeda sampai kehabisan stok beberapa jenis sepeda dan orderdil sepeda, saking membludaknya pembeli.

Demam bersepeda di sepanjang era COVID-19 itu sempat menimbulkan harapan bagus ihwal tumbuhnya budaya baru yaitu budaya bersepeda di negara kita.

Bagaimanapun, semakin banyak warga yang bersepeda, maka bakal semakin bagus. Bagus buat lingkungan, juga bagus buat kesehatan.

Dengan kita menggowes sepeda -- entah itu cuma olahraga, pergi ke kantor, pergi ke sekolah atau kampus, pergi belanja dan sebagainya -- sama sekali tak ada emisi gas buang yang kita keluarkan. Itu artinya, tak ada polusi udara yang kita hasilkan.

Andai setengah penduduk sebuah kota mau menggunakan sepeda setiap hari, niscaya akan berkontribusi signifikan bagai pengurangan polusi udara. Begitu pula polusi suara akan ikut berkurang signifikan.

Di sisi lain, jika semakin banyak warga mau bersepeda, maka tingkat kebugaran dan kesehatan warga pun akan semakin meningkat. Ini akan mengurangi tingkat kesakitan, yang pada gilirannya membuat warga kian produktif. Di saat yang sama, biaya untuk pengobatan penyakit juga akan menurun.

Sayangnya, demam sepeda yang sempat melanda masyarakat selama era COVID itu tidak berlanjut.

Pemerintah kita sama sekali tidak memanfaatkan booming bersepeda di masa COVID itu untuk menjadikan bersepeda sebagai budaya baru dalam hal bertransportasi.

Tidak ada kebijakan atau terobosan yang dibuat pemerintah kita, baik di pusat maupun di daerah, terkait dengan booming bersepeda itu.

Buntutnya, usai COVID, perlahan demam bersepeda itu menyurut dengan sendirinya. Para goweser produk pandemi, satu demi satu, mulai tobat bersepeda. Mereka berhenti sepedahan.

Jalanan di kota-kota kita yang di era COVID sempat dibanjiri para goweser, kini kembali ke kondisi semula yaitu disesaki oleh sepeda motor dan mobil.

Suasana kota-kota kita kembali macet, bising, dan polutif.

Di sisi lain, seiring menyurutnya demam bersepeda, harga sepeda dan ondendil sepeda berangsur turun.

Maka, mereka yang kepingin membeli sepeda, untuk gowes ke kantor, misalnya, sekaranglah saat yang paling tepat untuk membeli sepeda.***

--

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image