Kurikulum Merdeka: Merdeka untuk Siapa?
Pendidikan dan Literasi | 2023-11-28 12:05:15Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada tahun 2021 mengeluarkan kebijakan tentang kurikulum baru dalam rangka pemulihan pembelajaran tahun 2022-2024, yang nantinya kurikulum ini akan dikaji ulang pada tahun 2024 berdasarkan evaluasi percobaan pembelajaran pada kurikulum baru tersebut.
Kurikulum baru ini dinamakan “Kurikulum Merdeka” dengan sistem merdeka belajar yang sebelumnya disebut “Kurikulum Prototipe”. Kurikulum ini dikeluarkan untuk megembalikan hak dan kebebasan belajar siswa. Dari sistem merdeka belajar, diharapkan siswa dapat belajar dengan senang, tenang, tidak merasa tertekan, dan memperhatikan juga mengembangkan bakat alami yang dimiliki oleh siswa. Sehinga, para siswa dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Tidak hanya siswa, dari kurikulum merdeka belajar juga mengharapkan guru sebagai tenaga pendidik dapat lebih mengeksplor model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa, mendorong guru untuk merancang pembelajaran yang lebih terpersonalisasi dan guru dapat memilih dari mulai metode, materi sampai pendekatan yang paling cocok untuk siswa baik kelompok maupun secara individu.
Kurikulum merdeka juga memberikan kebebasan kepada sekolah-sekolah untuk dapat merancang kurikulum mereka sendiri, dengan harapan akan memungkinkan peningkatan kualitas pendidikan. Diperbolehkannya membuat kurikulum sendiri agar bisa menyesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing.
Kurikulum Merdeka? tentunya ada saja pertanyaan yang muncul terkait “Merdeka untuk siapa?”. Pertanyaan ini mengacu pada apakah kebijakan kurikulum ini benar-benar memberikan kebebasan dan juga kemudahan kepada semua pihak yang terlibat proses pendidikan, seperti siswa, guru, dan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia?
Pertanyaan terkait kebebasan dan kemudahan melalui kurikulum baru ini pasti muncul setelah adanya permasalahan yang memang terjadi di lapangan, seperti:
1. Siswa berpikir bahwa ‘merdeka’ hanya untuk guru. Kenapa demikian? Hal ini dikarenakan mereka sebagai siswa merasakan beban yang bertumpuk. Siswa diberikan tugas berbentuk projek yang menghabiskan banyak uang, tenaga, dan waktu mereka.
2. Guru hanya memberikan sebuah tugas tanpa menjelaskan kembali. Kebanyakan guru-guru di tiap sekolah hanya melakukan metode membuat tugas presentasi, dimana siswa harus mempresentasikan materi yang dipelajari tanpa dijelaskan ulang sang guru tersebut.
3. Tidak semua guru mendapat pelatihan mengenai kurikulum baru. Di beberapa sekolah di Indonesia, tenaga pendidiknya masih ada yang kurang terjangkau sosialisasi.
4. Kejangkauan pendidika hingga ketersediaan sumber daya. Pada permasalahan ini khususnya di daerah pelosok desa yang masih sulit menerapkan projek merdeka belajar yang diakibatkan kurangnya akses internet yang tidak memadai proses pembelajaran.
Dari permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan seperti contoh di atas, sudah sepantasnya dipertanyakan terkait sistem merdeka belajar. Lalu, bagaimana supaya sistem ini bisa menjadi ‘merdeka’ untuk semua lapisan pihak? Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan untuk menjawab pertanyaan ini:
1. Partisipasi Siswa: Apakah siswa dilibatkan dalam proses pendidikan dan diberikan kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka dalam merancang pengalaman belajar mereka?
2. Pelatihan Guru: Apakah guru-guru menerima pelatihan yang memadai untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dengan efektif?
3. Kesejahteraan Guru: Apakah guru diberikan dukungan yang cukup untuk menjaga kesejahteraan mereka, termasuk gaji yang layak dan peluang pengembangan professional?
4. Ketersediaan Sumber Daya: Apakah sekolah-sekolah, terutama yang berada di daerah pelosok dan terpencil memiliki cukup sumber daya, termasuk buku, perangkat pembelajaran, dan fasilitas?
5. Keseimbangan Kurikulum: Apakah Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan yang adil bagi pengembangan berbagai minat dan bakat siswa, bukan hanya focus pada pelajaran akademis?
Jawaban terhadap pertanyaan ini akan sangat tergantung pada implementasi konkret Kurikulum Merdeka di lapangan. Kurikulum ini memiliki prospek ke depan yang bagus jika menerapkan pembelajaran dua arah disbanding model klasikal. Namun, tentu tuntutan baik untuk guru maupun siswa menjadi semakin banyak. Murid harus dituntut terus aktif dan pihak guru pun harus lebih kreatif. Pada hal ini bisa dilihat bahwa bukan hanya bagi murid dan guru, tapi juga penting bagi pemerintah, sekolah, dan masyarakat untuk bekerja sama agar pendidikan yang diberikan benar-benar merdeka untuk semua, tanpa memandang latar belakang ekonomi, sosial, atau budaya siswa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.